Di balik rindangnya hutan, ada kehidupan. Ada kearifan. Ada cinta yang diwariskan turun-temurun. Aku belajar semua itu dari mereka, masyarakat adat yang menjaga hutan seperti menjaga rumahnya sendiri. Hutan Adat Lebih dari Sekadar Pohon Saat nonton live di Instagram @ecobloggersquad di Festival Lestari, aku merasa terdiam. Ternyata, hutan adat itu bukan cuma tentang pohon yang tinggi atau udara yang sejuk. Hutan adat adalah kehidupan. Masyarakat yang tinggal di sana tidak hanya menjaga hutannya, tapi mereka juga menggantungkan hidupnya pada hutan itu. Bukan dengan cara merusak, tapi dengan cara yang justru memperpanjang umur hutan itu sendiri. Di Kalimantan Barat, pangan lokal bukan sekadar makanan yang tumbuh di sekitar rumah. Pangan lokal di sana adalah inovasi. Mereka mengenal hutan seperti mengenal diri mereka sendiri. Ada peta wilayah yang mereka pahami, ada sistem berladang berpindah yang mereka jalani dengan penuh kesadaran. Mereka tahu kapan harus mengambil, kapan harus memberi...
Foto bersama usai screening film Lastarè, Tabir, dan Wrapped di Dua Belas Space, Situbondo (fotografer: Rio Tajul Amin) Aku masih ingat malam itu, 17 Mei 2025. Langit Situbondo sedang moody , seperti menahan air mata di pelupuk. Tapi di halaman Dua Belas Space, ada harapan kecil yang sedang kami jaga agar tak larut dalam gerimis. Malam itu, aku, Uwan Urwan, bersama teman-teman dari Pintu Project, kembali membawa film pendek Lastarè berjalan-jalan. Setelah premiere di Hotel Rosali menjelang Ramadan lalu, kali ini kami ingin mengenalkan karya ini lebih luas, tak hanya sebagai tontonan, tapi juga sebagai cerminan: bahwa komunitas film Situbondo juga punya suara, punya cerita, dan punya harapan. Pintu Project Gandeng Jawara Film dan Ganesha Creative di Malam Screening Film Situbondo Screening film Lastarè, Tabir, dan Wrapped (Fotografer : Rio Tajul Amin) Dua Belas Space, kafe sekaligus ruang kerja kreatif pertama di Situbondo, menjadi titik kedua dari perjalanan film pendek Lastarè. Sebua...