Skip to main content

Posts

Menyelami Luka Psikologis Perempuan Lewat Film A Normal Woman

Waktu itu aku lagi makan siang sendirian, gabut, dan iseng buka aplikasi streaming. Niatnya cari tontonan ringan, film Indonesia aja, biar deket dan relate. Lalu mataku tertumbuk pada A Normal Woman. Aku sempat ragu, karena beberapa hari sebelumnya temanku bilang film ini agak mengecewakan. Tapi justru karena itulah aku jadi penasaran. Apa iya, film seintens ini gagal menyampaikan pesannya? Film ini dibuka dengan lagu klasik Que Sera Sera. Liriknya: Will I be pretty? Will I be rich? langsung bikin aku merasa, “Kayaknya ini bukan film biasa.” Dan bener aja, lagu itu jadi semacam simbol seluruh isi film: ekspektasi sosial, keindahan semu, dan perempuan yang hidup dalam tekanan. Di Balik Rumah Mewah dan Senyum yang Dipaksakan Menonton A Normal Woman rasanya seperti mengintip kehidupan orang lain yang terlihat sempurna dari luar, tapi ternyata rapuh dan penuh luka dari dalam. Film ini bercerita tentang Milla, seorang perempuan keturunan Tionghoa yang hidup dalam lingkaran sosialita, kemewa...
Recent posts

Mie Ayam Situbondo Ini Tidak Hanya Enak, Tapi Mengerti Perasaan

Beberapa orang mungkin punya cara mahal untuk merayakan gajian, yaitu belanja baju baru, staycation, atau ngopi cantik. Tapi aku? Cuma butuh es tebu dan semangkuk mie ayam enak di warung kecil bernama Mie Ayam Tunggal Rasa. Simpel. Murah. Tapi cukup bikin dada hangat. Hari itu, aku cuma ingin menyenangkan diri sendiri. Setelah belanja perlengkapan untuk kucing, ya, kucingku duluan yang dapat jatah gajian, aku menepi, menarik napas, dan bertanya pada diriku, "Apa ya yang bisa bikin hidupku terasa manis hari ini?" Jawabannya adalah mie ayam. Dan seperti panggilan semesta, aku pun mampir ke salah satu kuliner Situbondo yang diam-diam jadi favoritku. Bukan Warung Biasa, Tapi Warung yang Pernah Menyelamatkan Hariku Aku pertama kali makan di Mie Ayam Tunggal Rasa karena diajak teman. Satu kali makan, aku langsung klik sama rasanya. Nggak lebay, tapi cukup buat bikin lidah percaya diri bilang, “Ini dia, mie ayam Situbondo yang aku cari.” Lokasinya gampang dicari, yaitu di Jl. Basuk...

Yang Lain Lihat Selempangnya, Gustaf Jalani Prosesnya

“Menang duta wisata? Buat apa? Lagian impact-nya juga nggak keliatan.” Pernah mendengar omongan seperti itu? Mungkin bukan kamu, tapi Gustaf Nafi Isbat yang mendengarnya. Bagaimana rasanya jika kamu yang mendengar celetukan seperti itu di saat kamu memenangkan sebuah kompetisi? Ya bisa kompetisi apa saja. Akankah kamu menghajar orang itu atau malah menangis? Bukti Kalau Selempang Bukan Pajangan Gustaf Nafi Isbat dan Annisa Putri Chesillia Haq, pasangan Kakang Embug Situbondo  “Waktu aku terpilih sebagai Kakang Embhug Situbondo, banyak yang bangga, tapi nggak sedikit juga yang sinis,” ungkap Gustaf pasca kemenangannya di beberapa duta wisata baik lokal atau pun tingkat Jawa Timur. Banyak yang menganggap selempang hanya simbol dan foto kemenangan hanya untuk pamer di Instagram. Padahal, kerja keras dimulai justru setelah panggung selesai. Gustaf dan para duta wisata lainnya turun langsung ke lapangan: promosi pariwisata, bantu dinas-dinas di daerah, jadi MC warga, sampai ikut pelatih...

Film Lastarè dan Wrapped, Disambut Hangat di Jember

Produser dan sutradara film Lastarè dan Wrapped berfoto bersama Ada rasa yang berbeda saat aku menatap layar lebar di kota yang bukan rumahku. Bukan karena perjalanannya yang jauh dari Situbondo, bukan pula karena ini kali pertama Film Lastarè diputar di luar kota. Tapi karena aku merasa membawa “rumah” ke tempat baru. Dan malam itu, screening film di Jember bukan sekadar pemutaran, ia jadi ruang temu, ruang bicara, ruang luka yang akhirnya didengar. Aku tak tahu pasti sejak kapan aku mulai menganggap film sebagai cara untuk menyembuhkan. Tapi malam itu, di Grand Valonia Hotel Jember, aku tahu, setiap adegan dalam Film Lastarè, setiap luka yang dipaparkan dalam Wrapped, adalah jendela untuk melihat ke dalam diri sendiri. Ketika Komunitas Film Situbondo Membawa Luka ke Kota Sebelah Suasana makin hangat dengan penampilan pembacaan puisi oleh Eka Widyah dan Andhini Rahmania Acara “Dua Film, Satu Rasa, Satu Malam” yang digagas Pintu Project bersama Jawara Film menjadi pemutaran keempat Fil...

Film Lastarè Diputar di Pendopo, Bupati Situbondo Bangga Tapi Aku Lebih Bahagia

Dukungan Bupati Situbondo kepada Komunitas Film Situbondo menyemangati kami Pendopo itu tidak pernah sehangat ini. Bukan karena udara Situbondo yang belakangan makin gerah, tapi karena malam itu, kursi-kursi yang biasa ditempati pejabat dan tamu undangan, dihuni oleh kami, para sineas muda dengan mata berbinar. Film Lastarè, film pendek Situbondo yang kuproduseri bersama Pintu Project, akhirnya diputar di ruang sakral, yang terbuka bagi siapa yang tertarik menonton. Aku tidak sedang bermimpi. Ini nyata. Dan meski Bupati Situbondo berhalangan hadir, sambutan virtualnya membuat langkahku malam itu terasa lebih mantap. Bukan Sekadar Diputar, Tapi Duduk Bersama Sineas Situbondo Adalah Sebuah Penghormatan Sutradara film Lastarè duduk bersama Sutradara film Wrapped dan film Bising, juga bersama kurator dan penikmat film Duduk sebagai penonton saat Film Lastarè diputar di Pendopo Situbondo adalah momen yang tidak akan cepat pudar dari ingatanku. Kursi itu, kini menyuguhkan hasil kerja keras k...

Hutan Bukan Sekadar Pohon, Tapi Hidup

Di balik rindangnya hutan, ada kehidupan. Ada kearifan. Ada cinta yang diwariskan turun-temurun. Aku belajar semua itu dari mereka, masyarakat adat yang menjaga hutan seperti menjaga rumahnya sendiri. Hutan Adat Lebih dari Sekadar Pohon Saat nonton live di Instagram @ecobloggersquad di Festival Lestari, aku merasa terdiam. Ternyata, hutan adat itu bukan cuma tentang pohon yang tinggi atau udara yang sejuk. Hutan adat adalah kehidupan. Masyarakat yang tinggal di sana tidak hanya menjaga hutannya, tapi mereka juga menggantungkan hidupnya pada hutan itu. Bukan dengan cara merusak, tapi dengan cara yang justru memperpanjang umur hutan itu sendiri. Di Kalimantan Barat, pangan lokal bukan sekadar makanan yang tumbuh di sekitar rumah. Pangan lokal di sana adalah inovasi. Mereka mengenal hutan seperti mengenal diri mereka sendiri. Ada peta wilayah yang mereka pahami, ada sistem berladang berpindah yang mereka jalani dengan penuh kesadaran. Mereka tahu kapan harus mengambil, kapan harus memberi...

Lastarè dan Dua Film Lainnya Membuat Situbondo Tak Lagi Sama

Foto bersama usai screening film Lastarè, Tabir, dan Wrapped di Dua Belas Space, Situbondo (fotografer: Rio Tajul Amin) Aku masih ingat malam itu, 17 Mei 2025. Langit Situbondo sedang moody , seperti menahan air mata di pelupuk. Tapi di halaman Dua Belas Space, ada harapan kecil yang sedang kami jaga agar tak larut dalam gerimis. Malam itu, aku, Uwan Urwan, bersama teman-teman dari Pintu Project, kembali membawa film pendek Lastarè berjalan-jalan. Setelah premiere di Hotel Rosali menjelang Ramadan lalu, kali ini kami ingin mengenalkan karya ini lebih luas, tak hanya sebagai tontonan, tapi juga sebagai cerminan: bahwa komunitas film Situbondo juga punya suara, punya cerita, dan punya harapan. Pintu Project Gandeng Jawara Film dan Ganesha Creative di Malam Screening Film Situbondo Screening film Lastarè, Tabir, dan Wrapped (Fotografer : Rio Tajul Amin) Dua Belas Space, kafe sekaligus ruang kerja kreatif pertama di Situbondo, menjadi titik kedua dari perjalanan film pendek Lastarè. Sebua...

Kamu Boleh Sibuk, Tapi Jangan Lupa Tetesin Aku

Dear Uwan Urwan, Aku tahu, kau sibuk. Pekerjaan menumpuk, deadline tak kenal waktu, dan hiburan di layar seolah menjadi pelarian. Tapi izinkan aku, matamu, menulis sepucuk surat. Surat dari organ mungil yang mungkin sering kau abaikan. Padahal, setiap hari aku menjadi jendela duniamu. Aku mengajakmu membaca, menonton, bekerja, bahkan menangis dan tertawa. Namun akhir-akhir ini, aku lelah. Kau mungkin belum menyadari sinyal yang kukirim. Mata sepet di pagi hari, perih menjelang malam, dan lelah yang tak kunjung reda. Kadang aku membuatmu berair, kadang justru terasa kering dan gatal. Itu bukan tanpa alasan. Itu adalah caraku berkata: “Aku butuh istirahat. Tolong jangan paksa aku melihat terus apalagi menatap gawai pandaimu!” Tapi kau terus memaksaku. Dalam gelap maupun terang, aku dipaksa waspada. Bahkan ketika tubuhmu rebah, jari-jarimu masih mencari notifikasi. Pernahkah kau merasa seperti ada pasir menempel di kelopakmu? Atau pandanganmu kabur setelah menatap layar terlalu lama? Itu ...