Ini mungkin konyol jika saya selalu mengekspos kampung kelahiran saya. Iya, saya memang kembali lagi menguak satu
titik di kota Situbondo. Bukan masalah besar sih, hanya saja saya pikir bodoh
kalau banyak orang yang lahir di kota Situbondo memilih untuk menutup mata.
Mungkin orang-orang juga tertawa jika membaca tulisan ini dan akan berkata,
“Halah, lebay.” Atau “Apa sih yang bisa dibanggakan di Situbondo?” Buktinya
pemuda-pemudanya malas untuk memgembangkan potensi di sana (termasuk saya dan
teman-teman saya sendiri, hehe).
Memang sih, sampai saat ini saya
merasa (ini belum disurvey lo, jadi jangan terhasut) tidak ada sesuatu yang
‘wah’ di sana. Lapangan pekerjaan begitu sempit untuk memberikan peluang hobi
saya bisa berkembang. Dan banyak orang (lagi-lagi anggapan subjektif penulis)
yang cukup bertahan dengan menjadi pegawai sukwan (kepanjangan dari
sukarelawan) dengan gaji seadanya hingga bertahun-tahun. Banyak sih alasannya
dan tidak bisa jauh dari orang tua yang menjadi alasan utama (ini hasil
perbincangan dengan beberapa rekan sejawat saya).
Dan dua paragraf di atas
sebenarnya ‘nggak banget’ buat dijadikan pendahuluan di tulisan ini. Tapi,
karena sudah capek-capek ngetik sambil menunggu kantuk, ya boleh dong (mumpung
sedang mood). Tetap
seperti tulisan terdahulu (baca : Senja
di Situbondo) saya memang sengaja berkeliaran untuk hunting foto. Ini juga
berupa kumpulan foto terdahulu dan beberapa memang terbaru.
Nah, foto-foto dibawah itu saya
ambil di alun-alun kota Situbondo. Kalau Anda berkunjung ke Situbondo,
sempatkanlah mampir di alun-alun. Letaknya sih di pusat kota dan hanya 10-15 menit
dari terminal kota Situbondo. Cukup naik angkot saja bisa. Sebenarnya sama sih
dengan alun-alun di mana pun. Setiap malam minggu pasti orang-orang membludak.
Dan kalau malam, ada warung-warung tenda yang telah ditertibkan. Satu petak
khusus untuk pedagang-pedagang. Banyak yang dijual sih mulai dari makanan
hingga baju bekas. Hihi.. jangan salah, saya juga pernah sekali membeli baju
bekas di sana dan sampai saat ini masih sering dipakai.
Di bagian lain tentu saja lapangan. Cukup luas
sih dan biasanya digunakan untuk upacara kemerdekaan atau acara lain misalnya
konser artis, malam takbiran, main bola dan lain-lain. Eh, beberapa tahun
belakangan sudah ada lapangan basketnya loh. Saya tidak tahu tepatnya dan tepat
di depan pendopo ada teras-teras beratap yang bisa wi-fi-an. Khusus bagi yang
punya laptop atau tablet yang mau gratisan. Saya dulu juga sering berlama-lama
di sana lo. Apalagi peminat gratisan cukup banyak. Hehe... Sekalian bisa
flirting-flirting dengan anak sekolahan.
Tepat di pusat alun-alun ada air
mancur. Demi penghematan, air mengucur ke atas hanya di malam minggu. Di tengah
kolam terpasang perahu dengan cat emas. Cantik sih. Tapi saya sering tidak betah
di sana karena selalu sendirian. Maklum saya memang lebih suka hidup soliter.
Beberapa meter dari air mancur itu ada relief. Sepertinya cerita mengenai
perjuangan untuk kemerdekaan Republik Indonesia sih. Saya kurang bisa memahami
jalan ceritanya. Yang menarik buat saya ya... heran saja, relief cantik begini
orang sering tidak peduli (menurut saya sih). Tak jauh dari relief itu, ada
tugu tempat bertengger burung garuda. Burung garuda itu mengepakkan sayap
seolah ingin terbang. Tapi keburu dikutuk jadi batu. Hehe...
Tulisan ini sengaja mengangkat
alun-alun kota Situbondo walaupun pembukaannya menurut saya ‘nggak banget’ tapi tetap akan
saya lanjutkan cerita tentang Situbondo di lain waktu. Menyambung di paragraf
awal, saya hanya ingin mengatakan bahwa Situbondo bukanlah kota kecil yang
hanya menjadi tempat persinggahan sementara bagi orang-orang yang hendak ke
Bali. Kami punya banyak hal untuk Anda ketahui.(Uwan Urwan)
Comments