Pekerjaan saya jalan-jalan? Rasanya kurang tepat. Sebenarnya saya lebih suka melepaskan ketegangan dengan berjalan
kaki (nah lo apa maksudnya itu?). Walaupun jarang terjadi, di sela-sela waktu luang saya perlu menyempatkan
diri pergi ke suatu tempat unik. Seperti perjalanan saya beberapa waktu lalu
mengunjungi Taman Burung di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur.
Saya menemukan beberapa hal menarik. Mungkin karena pertama kali melihat hewan-hewan dalam jarak
dekat sementara hewan itu tidak terusik dengan kedatangan saya. Saya menduga mereka
muak melihat manusia atau bosan lebih tepatnya. Hewan pilihan pertama jatuh
pada pelikan Pelecanus crispus. Dengan mata kuning ditimpa
bulatan hitam dan paruh panjang hingga separuh ukuran panjang badannya, ia
seolah patung mati. Beberapa anggota badannya tak bergerak saat saya mendekat dan
mengamati. Saya membayangkan jika pelikan itu manusia, raut wajahnya pasti datar
tanpa ekspresi. Saya mendadak diliputi perasaan ngeri. Yang ia lakukan hanya
menatap saya lekat. Beberapa detik kemudian pelikan itu bergerak dan itu
membuat saya lega.
Keunikan lain bebek cokelat sedang asyik merumput. Saya
menduga dia berjenis kelamin betina. Dia terlihat cantik (Hah, itu hanya asumsi
konyol. Jangan terpengaruh!). Saat saya mengambil gambar dalam jarak sekitar 2
m anggota burung-burungan itu menyadari itu. Lalu ia berbalik dan berjalan ke arah kolam. Sebelum ia
berenang untuk bersembunyi di bawah jembatan kecil, ia tampak memperhatikan
saya dengan mata menyelidik. Mungkin dia
pernah mendapatkan pengalaman tidak baik dengan manusia. Untuk itu dia lebih
memilih untuk kabur dari pandangan mata saya.
Hewan berikutnya jatuh pada angsa
hitam Cygnus atratus. Paruhnya berwarna merah layaknya wanita berlipstik. Nama bekennya sih black swan. Saya rasa semua itik-itik itu berjenis kelamin betina (lagi-lagi ini dugaan
tanpa riset). Lehernya panjang dan uniknya ia berenang bersama rekan. Arah ia
mengayunkan tubuh sama. Saya jadi ingat kegiatan gerak jalan yang selalu ada di
setiap bulan Agustus di kota saya. Semua peserta berlomba-lomba berjalan rapi
dengan gerakan sama hingga berkilo-kilo meter. Waktu saya kelas 5 Sekolah
Dasar, saya dan teman-teman meraih peringkat kedua gerak jalan terbaik.
Setelahnya, saya hanya ikut gerak jalan 2 kali. Dan tidak pernah meraih juara
kembali. Hikmahnya lagi, seorang pemenang belum tentu akan menang lagi saat
bersaing di waktu berbeda.
Di lokasi lain saya menemukan
tikus sedang mengerat jagung. Walau berat, saya harus mengatakan ini. Perilaku
tikus itu tak pantas ditiru. Dia mencuri makanan milik burung. Naluri alamnya
kelihatannya bekerja dengan sempurna. Itu juga membuktikan bahwa tikus mampu
memanjat tiang. Untung saja hanya makanan burung, jika makanan saya yang dicuri
tentu saya akan memenggalnya jika ketahuan. Hehe...
Waktu itu saya agak terburu—buru.
Harap mahfum, saat itu tepat hari Jum’at menjelang adzan dan langit mendung. Hingga
saya belum sempat mengitari seluruh lokasi Taman Burung. Tapi, suatu saat saya
akan kembali lagi. Saat berjalan saya menemukan burung merak sedang berjalan-jalan
di kandang. Untuk yang satu ini, semua orang juga mahfum jika keelokannya patut
diacungi jempol. Walaupun berkali-kali saya melihat langsung burung itu baik di
Jawa Timur maupun di lokasi itu, saya masih takjub. Dan tampaknya (semoga
ingatan saya tidak buruk), yang saya temui itu yang paling cantik. Bulunya
masih utuh dan saya sengaja mengambil gambar sebagian ekornya. Cantik bukan?
Padu padan warna biru cerah dengan hijau gelap ternyata menimbulkan kesan mahal.
Burung ini justru letak seninya
pada badan. Menurut saya, kebanyakan orang lebih memuji mahkota di kepalanya
yang bentuknya mirip bunga lamtoro atau bunga putri malu. Itu hanya dugaan
saya, jadi jangan terjebak karena belum ada riset mengenai hal itu. Pertama
kali melihat burung itu (tolong beritahu saya apa nama burung itu? huhu) saya terpikat polesan bulu putih
sembur abu-abu kemudian gradasinya berubah gelap. Di bagian akhir terdapat
batas antara hitam dan putih. Waktu itu saya kagum dengan lukisan alami di
tubuhnya. Polesan seperti itu banyak saya temui di lukisan orang terkenal bukan
pada tubuh hewan. Tapi kali ini tidak. Justru lukisan itu hidup. Saya sekaligus
terhenyak dan bersyukur. Kemudian saya sadar bahwa manusia yang meniru ciptaan
Tuhan. Lukisan-lukisan yang saya temui ternyata hasil
copy—paste—sunting+imajinasi. Saya termasuk pelakunya juga.
Belum pernah ke TMII? Datanglah,
karena Anda tidak hanya akan menemui rumah-rumah adat atau berbagai jenis
burung, namun lebih banyak hal lagi. Sebaiknya Anda membawa kendaraan sendiri karena tidak memungkinkan berjalan
kaki (mungkin juga sih kalau hanya ingin pergi ke beberapa titik). Jika ingin berjalan kaki 100-ribu langkah sih silahkan. Tapi jangan
khawatir, ada tempat menyewa sepeda kok. Saya juga belum tahu banyak hal, jadi
sebelum berkunjung, hubungi pihak TMII untuk mendapatkan informasi lebih jelas.
Kalau perlu tentukan spot-spot prioritas yang ingin Anda kunjungi. Siapkan juga
uang lebih jika ingin masuk ke Taman Burung, atau lokasi lain karena akan ada
tiket masuk kunjungan ke lokasi-lokasi tertentu. (Uwan Urwan)
Comments