Setiap pekerjaan itu pasti mengandung hikmah. Kalau tidak bermanfaat, untuk apa manusia hidup? Bahkan pekerjaan yang sia-sia itu adalah pelajaran. Jika tidak, bagaimana bisa manusia menggolongkan pekerjaan membuang-buang waktu itu sia-sia? Orang-orang akan sadar bahwa beberapa menit lalu ia menghabiskan waktu tanpa menghasilkan apapun. Dengan begitu, esok hari mungkin ia bertekad melakukan hal besar. Atau sebaliknya, orang itu akan mengulang hal yang sama.
Mungkin rasa bosan dan galau juga hikmah. Di sela-sela rutinitas yang membosankan, saya selalu menyediakan pensil, bolpoin, dan kertas kemana pun saya pergi. Seperti tulisan saya sebelumnya "Hobi Merangkai Abstrak” itu termasuk peralatan wajib saya. Kalau dulu ada kertas khusus untuk merangkai sajak, sekarang kertas-kertas itu hanya untuk saya buat coretan tak berarti (doodle). Sebut saja coretan itu vinyet, ilustrasi, gambar abstrak atau apalah saya juga tidak begitu peduli. Toh, hasilnya juga sering tidak saya mengerti maknanya. Teman-teman saya sudah maklum jika saya mulai sibuk dengan kertas di depan saya. Itu pemandangan biasa. Hanya saja jika sedang berada di tempat terbuka, seringkali orang-orang penasaran apa yang saya gambar.
Pernah ada seorang lelaki paruh baya bertanya mengenai apa yang saya gambar. Itu terjadi saat saya sedang menunggu kedatangan kereta api di stasiun Gubeng, Surabaya, Jawa Timur. “Itu tanaman apa, Dik?” tanya laki-laki itu. Saya kelimpungan menjawab sebab saya lupa nama tanaman itu. “Itu Pak, masih temennya kuping gajah,” jawab saya sekenanya. “Hmm... gelombang cinta,” tambah saya beberapa detik kemudian setelah mengingat namanya. Lalu laki-laki itu mulai bercerita panjang lebar mengenai rekannya yang ahli menggambar. “Teman saya kalau menggambar seperti itu jago kalo gambar yang begitu-gituan,” katanya. “Ooo...” Hanya itu respon saya. Dalam hati, sialan Bapak ini. Mengganggu saja. Diam kau Pak sebelum saya kehilangan mood.
Bapak itu lalu sadar jika saya kehilangan selera menanggapinya. Bapak itu akhirnya pergi juga. Setelah kepergiannya, saya benar-benar kehilangan minat melanjutkan kegiatan galau saya. Padahal menyibukkan diri dengan pensil dan kertas, saya berharap tidak ada seorang pun yang mengajak saya larut dalam obrolan. Berita baiknya, saya berhasil mengusir gangguan. Hehe...
Itu salah satu pengalaman saya. Saya rasa cerita pria pengganggu itu cukup ajaib. Tuhan telah menakdirkan saya bertemu dengannya. Artinya, itu kritik buat saya jika karya saya gak bagus-bagus banget. Hehe... Lucunya Tuhan selalu mengkritik saya dengan cara-cara yang aneh. Menghadirkan orang-orang tidak penting untuk menyadarkan saya tentang beberapa hal yang telah saya abaikan. Tuhan itu baik. Hanya saya yang jarang bersyukur dan mengingatNya.
Wiii... tampaknya saya mencurahkan perasaan. Hehe... Yang ingin saya sampaikan sih sebenarnya sederhana. Setiap gerakan kecil itu pelajaran. Tak ada yang sia-sia. Sama halnya dengan sampah, bahkan sisa-sisa buangan dari kegiatan manusia masih berguna. Jadi, banggalah dengan sebuah karya kecil. Itu akan menjadi karya luar biasa jika Tuhan telah menunjukkan jalanNya. (Uwan Urwan)
Comments