Ikan cupang dengan sirip berkibar |
Patah hati itu seperti makan kulit durian. Walaupun sakit, harus tertelan jika tidak muntahkan. Tetap saja dua jalan itu memilukan. Berhari-hari akan kesulitan menelan makanan bahkan penyakit lain akan bermunculan. Status-status galau pun berkicau bak murai batu di pentas lomba kicauan.
Saya pernah mengalaminya. Sekali dua kali tiga kali empat kali.... berapa kali ya? Hehe... Perasaan kalut berminggu-minggu seperti hiburan saja. Tapi jangan khawatir saya tidak akan melakukan hal aneh. Bodoh kalau saya menyakiti diri. Saya malahan menyukai kegalauan hati. Dengan galau, saya bisa menghasilkan sesuatu. Setiap orang juga begitu. Pengusaha tidak akan sukses jika ia tidak galau, guru tidak akan menguasai materi saat menerangkan di kelas bila ia tidak galau, dan apalagi contohnya? Banyak.
Wajah yang marah tergambar jelas pada mata yang garis mata tajam dan mulut terbuka |
Galau saya unik. Saya bisa berjalan-jalan ke mall, karaokean berjam-jam di kamar, mendengarkan musik keras-keras, dan entahlah. Setiap galau, pelampiasannya berbeda-beda tergantung ide yang masuk. Dan “alhamdulillah” banget jika saya galau tiba-tiba usai sembahyang mengambil kitab suci dan membaca aksaranya hingga benar-benar lelah. Saya menjadi luar biasa tapi menurut orang bisa biasa saja. Karena... ya, lebih banyak orang yang lebih takwa dan istiqomah beribadah. Jika dibandingkan dengan saya, mah saya tidak ada apa-apanya.
Lautan bernuansa kuning |
Tapi saya suka galau. Apalagi jika saya mulai mengambil pensil dan kertas kosong. Dengan menghasilkan satu sketsa, artinya koleksi karya saya bertambah. Seperti gambar-gambar yang tertempel di tulisan ini. Ya semua itu berasal dari gelisah galau gundah gulana (G4). Walaupun bukan karya yang menawan hati, saya tidak sedih. Saya tidak peduli dengan pendapat orang. Setidaknya saya punya sesuatu untuk saya perlihatkan. Hehe...
Simbol satanisme, mata satu |
Jadi, galau itu sebenarnya proses kreatif. Kalau saya tidak galau artinya saya tidak produktif. Sama seperti sapi-sapi yang hanya mengunyah makanan setiap hari dan menunggu untuk dijagal. (Uwan Urwan)
Comments