Mendadak aula pertemuan Lapas Sukamiskin, Bandung, hening (11 Juni 2015). Blogger dan anggota Persatuan Wartawan Indonesia DKI Jakarta tertular haru saat Indar Darmanto terhenti menyampaikan kisahnya.
Indar Atmanto, Chief Corporate Services Officer PT Indosat Tbk, dan Komisaris Utama PT IM2, telah mendekam di balik jeruji sejak tahun 2011. Hakim memutuskan ia merugikan Negara. Keputusan itu membuat dunia terhenyak. Elisa koraag, blogger yang aktif dalam berbagai kegiatan menulis yang aktif dalam berbagai kegiatan menulis, menyatakan "kiamat internet" jika Indar tetap mendekam di lapas. Sebab, 300 perusahaan harus dicabut izin jual internet service providernya. Jika itu terjadi, pengguna internet hanya dapat digunakan oleh perusahaan atau industri.
Indar Atmanto dituntut 10 tahun penjara dan denda Rp500juta (kredit: wartabuana.com) |
Sebagai orang yang berjuang di bidang ICT agar internet tersebar ke pelosok-pelosok, blogger dan Persatuan Wartawan Indonesia menyampaikan dukungannya untuk kebebasan Indar. Selain keputusan hakim yang menyimpan kejanggalan, Indar bukan orang yang layak dihukum. Itu dikuatkan dengan pernyataan Andhi Nirwanto, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, pada Koran Kompas, 15 Januari 2013, yaitu Indar tidak menikmati dana korupsi. Justru korporasinyalah yang menerima. Berdasarkkan fakta tersebut, Indar dan keluarga tetap gigih memperjuangkan kebebasannya. Dunia pun setuju, sampai koran asing pun membahas.
Jalan berhikmah
Sungguh berat apa yang Indar jalani pada awal ia dijemput paksa dari kantornya. Mendadak ia menjadi perbincangan publik. Semua mata tertuju padanya, mungkin mengutuk, mungkin mengelus dada, mungkin senang, atau bisa jadi bersedih. Yang khalayak mengerti saat itu, pria dengan dua anak terlibat dugaan korupsi yang dituduhkan kepada PT Indosat Mega Media (IM2) yang bekerjasama dengan PT Indosat Tbk. Denny AK, Ketua LSM KTI, menuding Indosat dan IM2 merugikan negara senilai Rp3.834.009.736.400. Saya mencoba kembali pada beberapa bulan silam saat bertemu Aria dan neneknya, Eis, di Bandung (baca: Senandung Pilu Bocah ODHA Telan TB). Eis mesti merawat Aria, bocah berusia Sembilan tahun dengan HIV AIDS. Kebebasannya bak terpasung, anggota keluarga enggan mendekat. "Takut tertular," kutip Eis.
Kisah pilu Eis mungkin sama seperti yang dialami Indar dan keluarga. Saya tidak tahu pasti bagaimana teraduknya perasaan Indar dan keluarga, bagaimana perjalanan hidup istrinya saat berkumpul bersama rekan-rekan, dan seberapa enggan kedua anaknya belajar bersama teman dan pendidiknya. Kecamuknya mungkin sama seperti yang dialami Eis. Yang saya tahu hanya saat itu, Indar seketika menahan napas, membendung haru ketika hendak membanggakan prestasi putranya.
Meski berat pada awalnya, hikmah selalu ada. Keberkahan hidup membuat Indar dan keluarga tetap bergerak ke depan. Itu terbukti dari prestasi-prestasi yang mereka torehkan untuk negeri. Ia mendapatkan penghargaan dan menerbitkan buku berjudul ‘Kerikil Tajam Telekomunikasi Broadband Indonesia’ terbitan Independent Society. Proses hukum masih berlangsung, keluarga dan rekan-rekan menunggu Indar berkarya kembali di dunia luar. Semoga diberikan yang terbaik. (Uwan Urwan)
Comments