Dari balik dinding kaca ruang tamu, kuperhatikan seorang laki-laki berusia seperdua abad membongkar isi perut sepeda motor. Wajahnya penuh keringat, begitu pun tangannya yang tak berupa. Penuh tanda-tanda hitam dari darah organ-organ benda bermesin itu. Laki-laki itu mengotak-atik, membersihkan bagian kotor, menjahit yang luka, memastikan saraf-sarafnya masih berfungsi, lalu menempatkan kembali perkakas ke dalam tempatnya semula. Kemudian ia mencoba menyalakan alat transportasi itu. Begitu nyala, ia memastikan makhluk berbahan bakar itu berada dalam kondisi fit. Barulah ia akan berkata, “Sudah.” Pemilik motor kemudian akan menyerahkan beberapa lembar rupiah kepada laki-laki itu. Pria itu menghela napas dan berdiri, memperhatikan sejumlah pelanggan lain yang menunggu gerakan tangannya untuk membenarkan kerusakan pada motor-motor mereka. Masih ada tiga orang yang menunggu. Jam dinding menunjukkan pukul 11.00 WIB. Waktu sarapan telah lewat. Padahal biasanya ia bersantap bersama is