Kereta Api tetap menjadi alat transportasi buruan. Buktinya, gerbong tak pernah sepi penumpang.
|
Mesin untuk mengetahui saldo kartu Multitrip |
Jika dibandingkan dengan kopaja, transjakarta, angkot, atau angkutan darat lain, kereta api buat saya adalah pilihan utama. Kecuali daerah yang ingin saya kunjungi jauh dari jalur kereta api (stasiun), baru alat transportasi lain pilihannya. Saya beberapa hari yang lalu sempat mengulas kisah mengapa saya suka menggunakan kereta api (bisa dilihat di
Kereta Api Bersama Kenangan Masa Kecil).
Setelah tur KRL pertama bersama teman-teman
Tau Dari Blogger, kini saya pun menikmati lagi perjalanan dengan
commuterline. Kami tak sendiri, Ibu Joice Hutajulu,
Kepala Humas Dirjen Perekeretaapian, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, mendampingi sejak awal keberangkatan dari titik temu, Stasiun Palmerah, menuju Stasiun Maja, Stasiun Parung Panjang, dan terakhir Stasiun Kebayoran. Ada apa sih di sana? Nah, pertanyaan bagus. Ketiga stasiun itu tergolong baru. Baru? Iya, bangunannya baru dan lebih modern. |
Mesin tap kartu |
Kereta api di Jakarta telah melalui banyak perubahan besar dan cepat. Mulai dari menggunakan karcis yang harus dibeli dari loket hingga kartu pintar yang berisi sejumlah saldo tanpa harus menggunakan kertas (paperless). Semuanya serba digital, meski beberapa orang yang tidak memiliki kartu Multitrip atau kartu sejenis Flash tetap dapat mengantri di loket untuk mendapatkan kartu yang bisa ditap melalui mesin sebagai pintu masuk dan keluar. Tak berhenti di situ, perubahan demi perubahan terus berlanjut.Selama sekitar sejam, Ibu Joice berkisah tentang kereta api, dan perjalan berlanjut ke Stasiun Parung Panjang. Terakhir saya ,menungjungi stasiun itu, masih kecil, agak tua, dan kurang terawat. Bahkan sering terjadi kehilangan lampu di stasiun. "Kemungkinan warga sekitar kebingungan lampu di rumahnya mati," celetuk Bu Joice. Luas lantainya 756 m2 dan luas peronnya 2.400 m2. Untuk membangun stasiun ini, pemerintah menggelontorkan sejumlah Rp33.137.822.000. Sementara itu stasiun terakhir, Kebayoran lebih luas dibandingkan kedua stasiun lain, sehingga biaya yang dikeluarkan pun lebih tinggi, yaitu Rp56.923.300.000.
|
Beginilah situasi saat penumpang berdesakan saat jam sibuk |
Secara keseluruhan ketiga stasiun tersebut telah melalui perubahan drastis. Fasilitas yang tersedia pun dapat digunakan dengan baik oleh penumpang, meliputi toilet, musala, ruang menyusui, lift, tangga, eskalator, bahkan di Stasiun Parung Panjang terdapat
Lost & found counter, dan kursi roda yang bisa digunakan untuk penderita disabel. Stasiun-stasiun ini akan diresmikan tanggal 11 Mei 2016 mendatang. Langkah yang bagus bukan untuk kita bersama? Ini juga bukti bahwa pemerintah memberikan pelayanan yang baik untuk masyarakat. Saya jadi ingat mengenai Stasiun Bandara Kualanamu yang sempat saya kunjungi beberapa bulan lalu. Stasiun itu menghubungkan bandara menuju pusat kota (baca tulisan saya di
sini), sehingga mempermudah masyarakat tanpa harus menggunakan alat transportasi lain, seperti taksi yang membutuhkan waktu lebih lama tida di lokasi tujuan.
Kekhawatiran saya mengenai fasilitas umum yang pemerintah bangun hanya satu, yaitu rendahnya kesadaran masyarakat menjaga apa yang ada di sekitar. Beberapa kasus menunjukkan bahwa sebagian masyarakat masih kurang sadar tentang menjaga fasilitas umum. Penggunaan sampah yang kadang tak sesuai, merusak pagar, mencorat-coret tembok, atau bahkan yang membahayakan orang lain dengan melempar kerikil ke arah kereta yang sedang melaju. Yuk dijaga! Jika ada keluhan pemerintah dengan terbuka menerima kritik dan saran melalui 121 (penggunaan seluler dengan menambahkan 021 di awal) atau 081511300331. (
Uwan Urwan)
|
Stasiun Parung Panjang |
|
Menunggu keberangkatan kereta api |
|
Stasiun Kebayoran |
|
Selfie di depan Stasiun Maja |
Comments