Masalah sampah sepertinya akan terus menjadi masalah pelik
yang sulit ditangani. Hal itu cukup meresahkan. Dari
beragam jenis sampah, ternyata Indonesia menduduki peringkat kedua
setelah Tiongkok sebagai penghasil sampah plastik di laut. Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLKH) menyebutkan plastik dari 100 toko
atau Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) dalam setahun mencapai
10,95 juta lembar sampah kantong plastik
Gaya hidup masyarakat masih belum terlalu berganti meski Mohamad Bijaksana Junerosano, aktivis lingkungan, memperjuangkan plastik berbayar untuk pembelian produk di pasar modern. Harga Rp200 untuk tiap plastik dianggap terlalu remah, sehingga kewaspadaan masyarakat pun tetap tak tergerak. Masyarakat tetap banyak menggunakan plastik meski beberapa lalu sadar dan memanfaatkan tas daur ulang sebagai bentuk cinta lingkungan.
Bijaksana tak sendiri. Ia bersama komunitas peduli lingkungan lain bahu membahu. Beberapa masyarakat pun yang tahu pentingnya menjaga lingkungan gencar melakukan reuse, recycle, dan mengubah sistem pertanian/perkebunan menjadi organik. Sebut saja Desa Wisata Organik di Lombok Kulon, Bondowoso, Jawa Timur; pertanian organik di Kediri, Jawa Timur; Pembenihan padi organik di Banyuwangi, Jawa Timur, sayur organik di Malang, Jawa Timur, termasuk beberapa contoh kelompok masyarakat peduli lingkungan di tempat lain yang belum saya temui. Jika dibandingkan dengan orang yang tidak peduli, pemerhati dan aktivis lingkungan masih tergolong kelompok minor Sementara sampah masih menjadi masalah utama hingga kini.
Palang Merah Indonesia (PMI) yang sebagian besar anggapan masyarakat hanya melayani donor darah dan korban-korban kecelakaan pun bergerak dalam kegiatan "Selamatkan Bumi. Seperti pada Hari Bumi Sedunia, PMI beserta perwakilan masyarakat melakukan ruwat bumi, menyusuri DAS Ciliwung, membuat biopori, berkunjung ke Kampung Tongkol, Kelurahan Ancol, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara, di mana masyarakatnya benar-benar memperhatikan keadaan lingkungan. Dinamakan Komunitas Anak Kali Ciliwung, warga dengan ikhlas memotong rumah dan menghibahkannnya untuk komitmen jalur inspeksi sungai. Jalur inspeksi selebar 5 m digunakan untuk member ruang penyangga antara ekosistem sungai dan daratan. Tujuannya sih untuk memperlebar daerah penyerapan air juga. Manfaatnya pun tak hanya itu, ruang itu digunakan sebagai jalan untuk pejalan kaki dan pengendara motor. Mobil pun dapat masuk. Beberapa warna memanfaatkannya menjadi taman hidup denngan menanam buah dan tanaman hias. Pun anak-anak dapat leluasa bermain di sana.
Gaya hidup masyarakat masih belum terlalu berganti meski Mohamad Bijaksana Junerosano, aktivis lingkungan, memperjuangkan plastik berbayar untuk pembelian produk di pasar modern. Harga Rp200 untuk tiap plastik dianggap terlalu remah, sehingga kewaspadaan masyarakat pun tetap tak tergerak. Masyarakat tetap banyak menggunakan plastik meski beberapa lalu sadar dan memanfaatkan tas daur ulang sebagai bentuk cinta lingkungan.
Bijaksana tak sendiri. Ia bersama komunitas peduli lingkungan lain bahu membahu. Beberapa masyarakat pun yang tahu pentingnya menjaga lingkungan gencar melakukan reuse, recycle, dan mengubah sistem pertanian/perkebunan menjadi organik. Sebut saja Desa Wisata Organik di Lombok Kulon, Bondowoso, Jawa Timur; pertanian organik di Kediri, Jawa Timur; Pembenihan padi organik di Banyuwangi, Jawa Timur, sayur organik di Malang, Jawa Timur, termasuk beberapa contoh kelompok masyarakat peduli lingkungan di tempat lain yang belum saya temui. Jika dibandingkan dengan orang yang tidak peduli, pemerhati dan aktivis lingkungan masih tergolong kelompok minor Sementara sampah masih menjadi masalah utama hingga kini.
Palang Merah Indonesia (PMI) yang sebagian besar anggapan masyarakat hanya melayani donor darah dan korban-korban kecelakaan pun bergerak dalam kegiatan "Selamatkan Bumi. Seperti pada Hari Bumi Sedunia, PMI beserta perwakilan masyarakat melakukan ruwat bumi, menyusuri DAS Ciliwung, membuat biopori, berkunjung ke Kampung Tongkol, Kelurahan Ancol, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara, di mana masyarakatnya benar-benar memperhatikan keadaan lingkungan. Dinamakan Komunitas Anak Kali Ciliwung, warga dengan ikhlas memotong rumah dan menghibahkannnya untuk komitmen jalur inspeksi sungai. Jalur inspeksi selebar 5 m digunakan untuk member ruang penyangga antara ekosistem sungai dan daratan. Tujuannya sih untuk memperlebar daerah penyerapan air juga. Manfaatnya pun tak hanya itu, ruang itu digunakan sebagai jalan untuk pejalan kaki dan pengendara motor. Mobil pun dapat masuk. Beberapa warna memanfaatkannya menjadi taman hidup denngan menanam buah dan tanaman hias. Pun anak-anak dapat leluasa bermain di sana.
Dalam hal ini PMI memiliki banyak cabang di mana tersebar luas di seluruh Indonesia, meliputi Palang Merah Remaja untuk anak-anak sekolah; Korps Sukarela (KSR) untuk masyarakat dan mahasiswa; Tenaga Sukarela (TSR) yang tergolong tenaga ahli, komunitas, dan perusahaan; serta donor darah sukarela. Untuk kegiatan lingkungan biasanya PMR, KSR, dan TSRlah yang turun tangan. Jika ditelusuri, PMI banyak melakukan kegiatan berbasis lingkungan. Cotohnya saja pada tahun 2014, PMI bekerja sama dengan Frisian Flag dan Hypermart membuat program Sekolah Sehat Indonesia (Sehati) dengan member bantuan fasilitas kebersihan dan sanitasi sekolah di Surabaya dan Madiun.
PMI pun bersinergi untuk kesehatan lingkungan (dok: pribadi) |
Pada kamis, 9 Juni 2016 kemarin, PMI Kabupaten Manggarai
Timur tak segan-segan menggelar Pelatihan Pengelolaan Sampah. Lihat
betapa hebatnya efek buruk sampah sampai banyak komunitas bergerak untuk
menanganinya termasuk PMI. Jika sampah bukan masalah, tidak mungkin aktivis
lingkungan resah, sementara yang apatis terhadap mereka tidak
disadarkan. Apakah hanya itu? Tidak. Di Cilegon pengelolaan sampah
berbasis masyarakat telah dikembangkan di beberapa kelurahan. Itu mereka
wujudkan demi menyelaraskan dengan semangat PMI yang sedang menjalankan
program Pengurangan Risiko Terpadu Berbasis Masyarakat (PERTAMA).
Memang masih pelik penanganan sampah di tanah air, tapi semangat kelompok-kelompok kecil masyarakat dalam membenahi persoalan lingkungan cukup membuahkan hasil. Jika kegiatan semacam ini terus digalakkan, masyarakat yang semula apatis akan sadar dan mulai melindungi keluarga dan anak cucunya dengan memanfaatkan sampah, baik organik mau pun anorganik untuk kepentingan bersama. Yuk mulai dari kita. (Uwan Urwan)
Kupang.tribunnews.com
Litbang.bantenprov.go.id
CNN Indonesia
ilovebondowoso.com
Comments