Pertama kali menjejakkan kaki ke Jakarta Tahun 2010, untuk pertama kalinya saya backpacker ke ibukota. Mencoba menikmati hiruk-pikuk kota Jakarta yang sulit didekripsikan. Orang-orang tampak sibuk, berjalan terburu-buru, matahari membakar, dan penghuni-penghuninya yang seolah tak melihat ada makhluk hidup lain di sekitarnya. Dari Stasiun Pasar Senen saya dan teman mulai kelimpungan mencari arah jalan. Apakah barat, timur, selatan, atau utara? Begitu naik angkutan umum, penumpang memenuhi setiap sudut, hingga saya terjepit. Jam-jam pulang sekolah, siswa-siswi tampaknya tak peduli apakah kopaja sudah penuh atau tidak, yang penting bisa pulang. Badan saya berkeringat deras, ditambah panas siang hari membakar, tidak dapat tempat duduk, dan bau matahari anak-anak sekolahan itu menambah kesan buruk Kota Jakarta. Apalagi sang supir ugal-ugalan. Tak hanya menikmati kopaja, TransJakarta (Tj) pun jadi sasaran. Waktu itu Tj menggunakan karcis. “Beli tiket Rp3.500 di loket dan kam