Beberapa bulan lalu saya sempat mendapat tawaran jadi tim buzzer sebuah kegiatan di perusahaan. "Bayarannya untuk trip ke Lampung. Yang tidak bisa ikut silakan cancel." Begitu pesan yang saya terima. Trip ke Lampung? Ah, saya mah cukup optimis untuk bisa ikut dan langsung setuju. Pertimbangan saya yang lain, jika tidak bisa ikut, toh saya sudah ikut meramaikan media sosial. Aktivitas media sosial buat saya itu sangat penting, apalagi saya sudah terlalu larut untuk menyebut diri sebagai blogger. Blogger gak update di timeline masing-masing adalah hal yang tidak wajar. Buat pekerja online, media sosial yang sepi itu mengurangi nilai. Semakin tidak aktif semakin buruk. Pernah tahu kan klout.com? Orang media sosial pasti tahu klout score. Klout score menentukan pengaruh seseorang di media sosial baik dari Facebook. Instagram, Twitter, Flickr, dan Youtube. Beberapa teman sengaja me-link-an semua medsosnya demi menaikkan skor klout. Seberapa penting memang? Penting banget. Tapi kali ini saya tidak akan membahas tentang klout. Kalau kamu kepo akut, bisa baca tulisan ini.
Dengan follower Twitter di atas 1K (jangan tanya bagaimana perjuangan mendapatkan follower sebanyak itu), saya pun jadi tim buzzer acara tersebut. Hingga mendekati bulan yang ditentukan saat berangkat ke Lampung, saya mulai ragu. Tak mungkin saya datang ke Jakarta dan akhirnya memutuskan untuk batal. Iya, batal.
Dengan berbagai macam bujuk rayu, akhirnya luluh dan saya berangkat. Perjalanan saya ke Lampung kalau dibandingkan dengan teman-teman itu jelas yang paling jauh lokasinya. Dari Situbondo saya kudu tiba di Jakarta tanggal 19 Januari 2017. Belum lagi insiden ketinggalan kereta membuat saya sedikit merintih dan berniat kembali. Dari Surabaya akhirnya saya naik bus menuju Yogyakarta lalu berangkat bersama teman dari Yogyakarta menuju Jakarta. Akhirnya tiba di Jakarta tanggal 20 Januari 2017 sekitar pukul 01.00 pagi. Terlambat memang, tersebab kereta yang terlalu lama beristirahat di daerah dekat ibukota.
Dengan berbagai macam bujuk rayu, akhirnya luluh dan saya berangkat. Perjalanan saya ke Lampung kalau dibandingkan dengan teman-teman itu jelas yang paling jauh lokasinya. Dari Situbondo saya kudu tiba di Jakarta tanggal 19 Januari 2017. Belum lagi insiden ketinggalan kereta membuat saya sedikit merintih dan berniat kembali. Dari Surabaya akhirnya saya naik bus menuju Yogyakarta lalu berangkat bersama teman dari Yogyakarta menuju Jakarta. Akhirnya tiba di Jakarta tanggal 20 Januari 2017 sekitar pukul 01.00 pagi. Terlambat memang, tersebab kereta yang terlalu lama beristirahat di daerah dekat ibukota.
Fixed, kami (Blogger Cihuy) berengkat ke Jakarta pada pagi itu juga. Kondisi teman-teman jauh lebih segar memang. Berbeda dengan saya yang sudah bau amis, kecut, manis, dan jadi tidak lezat lagi karena terlalu lama menghabiskan waktu dalam perjalanan. Nyes, setiba di kapal penyebrangan, dalam hati bilang, "Saya gak nyesel kok sudah sampai di sini." Ini kali kedua saya menjejakkan kaki di Pulau Sumatra dan jelas ini yang terlama. Tiga hari lo. Udara jadi kian menggoda begitu tiba di Pelabuhan Bakaheuni, Provinsi Lampung. Yes, saya sudah melampaui enam provinsi untuk sampai ke Lampung. Perjalanan yang luar biasa. Tahu tidak kalau kami disambut Tugu Siger/Menara Siger.
Ibarat ikon Kota Jakarta dengan Monasnya, Provinsi Lampung juga punya Tugu Siger. Tugu ini juga menjadi titik nol Sumatra bagian selatan yang dibangun mulai tahun 2005 di Bukit Gamping, Kecamatan Bakauheni. Arsiteknya Ir. Anshori Djausal M.T. dan dibangun dengan ketinggian 110 m dpl. Tanggal 30 April 2008, Tugu Siger ini diresmikan oleh Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. Luasnya 50 m x 11 m dengan tinggi 32 dan punya enam lantai. Berdasarkan sumber sih, tugu ini memiliki ruang-ruang yang di dalamnya menampilkan budaya Provinsi Lampung. Dari pelabuhan saya melihat warna kuning dan merah berbentuk mahkota adat pengantin perempuan yang terdiri dari sembilan rangkaian. Sembilan rangkaian ini menunjukkan sembilan macam bahasa yang ada di Lampung. Warna kuning dan merah pada Tugu Siger mewakili emas pada topi adat pengantin perempuan. Bangunannya pun berhiaskan ukiran corak kain tapis khas Lampung.
Tugu Siger (kredit: www.aliansiindonesia.com) |
Jangan tanya bagaimana di dalam, kami mah cuma lihat dari jauh. Lain kali harus mampirlah ke tempat ini. Perjalanan masih panjang. Saya kudu ke Bandar Lampung secepat mungkin untuk meletakkan barang-barang dan meluncur ke Muncak, tempat hits buat anak kekinian. Sebagai anak hits dari Situbondo, wajib dong ke tempat ini. wkwk.. Setiba di penginapan, Flip Flop Hostel, ya akhirnya bisa mandi juga dan minimal meluruskan punggung akibat berpuluh-puluh jam di kendaraan umum.
Lokasi menuju Muncak tergolong seru. Ya kami melewati tebing-tebing. Mendekati lokasi, jalannya agak rusak, tapi tidak parah sih. Kalau naik sepeda motor lebih asoy. Mendengar nama Muncak pertama kali langsung ingat Puncak, Bogor. Kalau dibilang sih jalan di Puncak, Bogor, lebih nyaman, apalagi ada kebun teh yang luasnya membahana. Jalan ke Muncak lebih sempit tapi tidak macet dong. Itulah enaknya. Mungkin akan berbeda jika weekend ya. Untung saja blogger itu fleksibel, tidak harus weekend untuk liburan.
Muncak itu sepertinya baru ya jika dilihat dari wahana yang ditawarkan. Akhirnya saya tiba juga ke tempat anak-anak hits. Dari Muncak pemandangan langsung menuju laut. Seolah-olah berada di luar negeri atau lagi uji nyali dengan tebing, anak-anak muda seperti saya, ups, bisa foto maksimal. Eh baru ingat, mendekati lokasi Muncak, kebun kakao warga terhampar indah. Dan saya menemukan banyak sekali bunga bangkai di tepian jalan setapak. Ah, jadi ingat Madiun, penghasil umbi porang dan suweg, spesies dari bunga bangkai juga. Saya kurang paham bunga bangkai yang saya temukan di sana itu spesiesnya apa, apakah porang, suweg, iles-iles, atau spesies yang lain. Yang saya tahu sih itu bunga bangkai. Pada saatnya batang dan daun semu itu akan luruh lalu akan muncul bunga yang mengeluarkan aroma tidak sedap.
Berada di Muncak kurang puas. Ingin kembali lagi rasanya, apalagi saya lupa tidak membawa fotografer pribadi. Wkwkwk... Udara yang sejuk bikin makin ingin berlama-lama sambil menikmati kopi hangat menyelinap masuk tenggorokan. Beuh, memang nikmat. Tapi yang jelas kalau kamu lihat suasana foto-foto di atas, itu memang nyata. Saya menikmati sampai harus ingin berpose pura-pura jatuh ke tebing agar hasil fotonya makin fenomenal. wkwk. Tiket masuk ke dalam lo cuma Rp5.000 kita bisa foto-foto sepuasnya. Sebelum masuk ke wahana Muncak, ada wahana-wahana milik perorangan yang ditawarkan, per wahana ada yang dibanderol Rp3.000 juga Rp5.000. Tergantung kamu masih kurang puas tidak dengan wahana yang ditawarkan di atas. (Uwan Urwan)
Referensi:
kennycandra22.blogspot.co.id
bagaimana pengaruh
seseorang di social media ini kini teah merambah Facebook, Youtube,
Flickr, dan bahkan Instagram. Dengan begitu, kini beberapa orang
menganggap Klout sebagai standarisasi atau acuan seberapa besar pengaruh
Anda di social media.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/fikryfatullah/memahami-klout-score_550af562a33311d01c2e3bce
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/fikryfatullah/memahami-klout-score_550af562a33311d01c2e3bce
bagaimana pengaruh
seseorang di social media ini kini teah merambah Facebook, Youtube,
Flickr, dan bahkan Instagram. Dengan begitu, kini beberapa orang
menganggap Klout sebagai standarisasi atau acuan seberapa besar pengaruh
Anda di social media.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/fikryfatullah/memahami-klout-score_550af562a33311d01c2e3bce
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/fikryfatullah/memahami-klout-score_550af562a33311d01c2e3bce
Comments