"Besok kudu bangun pagi," celetuk Arisman, salah satu teman blogger.
"Ah, boleh bangun jam 10 gak sih?" tanyaku menawar. Tak ada jawaban. Artinya mau tidak mau, bisa tidak bisa akan dan kudu bangun. Bisa dibayangkan kalau saya bangun pukul 10.00 WIB, mungkin akan digantung di tiang bendera.
Aku tersenyum-senyum sendiri saat mengingat malam itu, 20 Januari 2016. Rasanya ingin kembali ke Lampung dan menambah hari berlibur, menikmati lampu-lampu benderang dan udara yang baru kutapak. Keesokan harinya itu jadwal kami snorkeling di laut sekitar Pulau Pahawang.
Snorkeling? Euh, membayangkan laut di sepanjang mata memandang itu seram. Kalau disuruh memilih hutan atau laut, pilihanku jatuh pada hutan. Meski cukup seram juga sih. Ahahah... Alasannya sih sederhana, tidak bisa berenang. Takut tapi bersemangat, karena ini kesempatan langka dan kebanyakan teman-teman Blogger Cihuy tidak bisa berenang. Juga karena ada pemandunya. Meski sudah diberitahu akan pakai pelampung kan tetap saja ya takut, namanya tidak bisa berenang.
Hari berikutnya pun datang, aku paling terakhir bangun. Kata Hermini, blogger hits yang sudah melanglang buana di dunia perbloggeran, "Uwan paling susah dibangunin." Aku sih diam karena memang kenyataannya begitu. Wkwkw.
.....
Selfie sepanjang perjalanan menuju Pantai Ketapang |
Pagi itu udara sangat gemulai. Iring-iringan tawa dan harapan menggaung di Lampung. Ini trip kedua Blogger Cihuy, setelah ke Yogyakarta beberapa waktu lalu. Btw blogger itu apa sih? Kok kelihatannya senang-senang terus? Blogger itu orang yang punya blog (baik berbayar atau pun tidak) dan suka berbagi cerita dan pengalaman melalui blognya. Jika dulu menjadi blogger hanyalah hobi, kini sudah jadi pekerjaan. Beberapa orang yang serius menjadi blogger bisa mencicil rumah dari situ. Contoh lainnya, ya trip ke Lampung selama tiga hari bersama Blogger Cihuy.
Dari penginapan di Bandar Lampung menuju Pantai Ketapang membutuhkan waktu 1,5 jam saja. Di Pantai Ketapang ternyata sudah banyak pengunjung dari berbagai lokasi datang untuk snorkeling. Pantainya cukup ramai, perahu-perahu menepi di sepanjang bibir pantai. Airnya jernih, hanya saja ada banyak sampah. Untuk mendukung nilai wisata itu harusnya didukung oleh bersihnya pantai dari sampah. Sampah-sampah itu berupa plastik-plastik dan botol beling. Aku menduga sampah itu memang dihasilkan oleh wisatawan dan warga sekitar yang tidak paham mengenai pentingnya membuang sampah pada tempatnya dan memanfaatkannya dengan bijak.
Tumpukan sampah harusnya ditangani serius |
Sayang sekali, padahal Pantai Ketapang adalah nyawa Lampung, di mana memang menjadi titik kumpul wisatawan untuk diberangkatkan ke Pulau Pahawang dan memang cukup ramai pengunjung. Kebayang hari libur seramai apa.
Tak berapa lama menunggu, akhirnya guide kami datang. Mereka menjelaskan tentang apa yang harus dan tidak boleh dilakukan. "Jangan buang sampah di laut," Kata Bu Mayang. Buatku sih, melihat sampah-sampah yang menepi di pantai sudah cukup menjadi alasan untuk tidak membuang sampah.
Perahu yang membawa kami ke tengah laut |
Aku dan Blogger Cihuy masuk ke dalam perahu dan meluncur menuju tengah laut. Tak butuh waktu lama, angin dari kanan kiri berembus, menerpa wajah, kepala, hingga kaki. Perahu pun berhenti dan kami bersiap snorkeling. Aku tidak bisa berenang, tapi dibekali dengan pelampung, kaki katak (entahlah apa sebutan sebenarnya. Wkwkw), dan alat snorkeling yang bisa membantuku melihat dasar laut juga bernapas. Dan gilak, ini pengalaman pertama dan sangat menggoda. Air laut memang asin, tapi ketahuilah kalian wahai manusia bahwa isi laut sangat menyenangkan untuk dinikmati. Ada sesi foto juga di dasar laut dengan ikon Lampung. Cuma lagi-lagi mengambil foto memang tidak gampang apalagi di dasar laut.
Nah lo, kamu gak kepingin ke sini? |
Dua kali tubuhku diterjang ke dasar dan sepertinya memang harus membawa kamera dalam air sendiri. Ya, aku patut acungi jempol buat guide-guide yang memandu sekaligus membawaku tak lagi berenang dalam lautan kenangan masa lalu, tapi di laut. Ah, kapan lagi ya? Ada yang mau ajak aku snorkeling? Mau banget!
Aku tak tahu berapa lama ke sana ke mari berenang dengan kaki katak. Yang jelas ada panggilan yang mengharuskan aku dan teman-teman naik ke perahu untuk lanjut ke perjalanan berikut. Ke mana? Ke Pulau Pahawang Kecil. Masih takjub dengan keindahan dasar laut, aku kembali disadarkan tentang anugerah yang lain lagi. Pasir di Pulau Pahawang Kecil benar-benar putih. Berbeda dengan pasir di Pantai Pasir Putih, Situbondo. Tanpa pikir panjang aku meminta kresek untuk membawa pulang pasir itu. Sementara yang lain bermain banana boat, ada banyak kerang lucu-lucu yang kupungut. Oh ya, di Pulau Pahawang Kecil, ternyata cukup ramai. Ada banyak wisatawan bermain-main, juga ada pedagang minuman dan makanan. Seperti biasa, pantai selalu identik dengan es degan.
Singgah di pantai itu cukup singkat. Setelah berfoto dan memungut pasir plus kerang, aku harus meluncur kembali ke Pulau Pahawang. Masih memiliki pasir pantai yang putih, Pulau Pahawang ternyata sudah ditinggali oleh penduduk lokal. Wisatawan yang singgah pun lebih banyak. Hebatnya, tidak ada aliran listrik di Pulau Pahawang. Masyarakat setempat mengandalkan tenaga jetset yang dipakai bersama-sama.
Usai makan siang, aku pun kembali meluncur bersama Blogger Cihuy menuju tengah laut kembali. Titik yang kami tuju lebih menggoda ketimbang sebelumnya. Wah, terumbu karangnya jauh lebih indah. Aku nikmat sekali memandangi anugerah hebat yang Tuhan ciptakan. Alhamdulillah. Pengalaman snorkeling pertama kali langsung mendapatkan nikmat semegah ini.
Yakin kamu tidak mau ke tempat ini? |
Buat kamu yang kebetulan liburan di Lampung rasanya kurang lengkap kalau tidak snorkeling di sekitar Pulau Pahawang. Kamu harus datang dan nikmati kebesaran Tuhan. Tidak bisa berenang? Jangan khawatir, akan ada guide yang membimbing kok. Pesannya sih, jangan buang sampah sembarangan. (Uwan Urwan)
Comments