Skip to main content

Abhidhah, Potret Sederhana tentang Perbedaan

Bondowoso. Yang pertama kali terlintas saat mendengar kota itu disebut adalah daerah penghasil kayu. Selain itu, salah satu kota yang berada dalam wilayah tapal kuda itu memang jadi tempat singgah saat dalam perjalanan dari Situbondo ke Jember. Situbondo sangat dekat sekali dengan Bondowoso. Ya cukup naik motor dari pusat kota Situbondo, 15-30 menit sudah masuk ke wilayah Bondowoso. Untuk masuk ke kotanya sendiri butuh waktu lebih lama.


Banyak potensi alam dan wisata sebenarnya di sana. Cuma saya ingin bercerita tentang sebagian kecil potensi sumber daya manusianya. Jadi sebenarnya saya dan teman-teman Komunitas Penulis Muda Situbondo (KPMS) juga Situbondo Photography Ponsel (Si Ponsel) diundang dalam screening film Abhidhah. Eits, jangan salah cara bacanya. Untuk bhi dibaca seperti huruf hijaiyah Ba', tetapi huruf 'h'-nya tidak luruh dan dhah dibaca seperti huruf Dal dengan 'h' tidak luruh dan huruf 'a' pada dhah berubah jadi huruf 'e' (e-nya dibaca seperti pada kata palem, kalem, dan sungkem). Ahahah. Bingung ya? Bagus sih kalau saya kasih contoh pakai suara. Abhidhah dari bahasa Madura yang artinya berbeda. Sesuatu yang unik memang jika menjadikan bahasa daerah sebagai judul film, buku, atau naskah apa gitu.


Bertempat di Cafe Isoen tepat tanggal 18 Februari 2017 (hm, ternyata sudah bulan lalu), menemani malam minggu kami, film itu diputar. Eh sebelum masuk pada film Abhidhah, saya disuguhi film pendek Setengah Putih. Konsepnya monolog. Jadi ceritanya ada seorang perempuan remaja berpakaian putih sedang tertatih berjalan di sebuah jalan panjang. Saat terik menerpa wajahnya ia berjalan sambil terisak. Dari awal sampai akhir ya begitu-begitu. Jalan aja. Sambil jalan, perempuan itu seolah berbicara seorang diri. Saya melihat seperti membacakan puisi sedih. Nah pinternya, selama berjalan, perempuan itu flashback. Ada kejutan-kejutan di situ yang menjelaskan kenapa perempuan itu memilih berjalan seorang diri di jalan saat terik menerpa. Ternyata ia diperkosa bapaknya sendiri hingga ia frustasi dan berakhir menemukan laut dan memilih tenggelamkan diri. 

Kalau dari segi cerita, saya sih ingin bilang kalau kasus seperti itu sudah mainstream, diperkosa lalu bunuh diri. Untunglah kemasannya berbeda dan konfliknya dapet. Kisahnya sederhana dan pemandangannya bagus. Saya seolah digiring masuk ke dalam cerita itu hingga akhir. Cuma memang menyayangkan sih, mengapa harus bunuh diri? Ya, kadang kisah hidup seseorang memang jadi pertanyaan besar, kenapa, kenapa, dan kenapa. Malah suka jadi gosip. Nah, artinya film ini berhasil menjadi bahan pembicaraan.
Usai film itu berakhir, tiba saatnya main filmnya diputar. Diawali dengan pembacaan pancasila di depan anak-anak kecil, saya dibuat merinding dibuatnya. Rasanya sama saat saya ikut upacara tujuh belasan setelah bertahun-tahun tidak melakukannya. Ada rasa "nyes" gitu. Apalagi begitu sampai ke sila ke-5, Putri dan kawan-kawan terdiam. Jelas menambah penasaran dong

Film ini memang mempertanyakan sila ke-5 pancasila. Di mana sering terjadi ketidakadilan dalam masyarakat, baik itu dilakukan oleh masyarakat itu sendiri atau pemerintah. Tak hanya putri tokoh utamanya, ada Ridho dan Johan. Mereka adalah generasi pancasila ke-5. Dalam perjalanannya mengajar ke sebuah desa, ada penggambaran kontras antara desa dan kota. 

Usai mengajar, Ridlo yang membonceng Putri berpisah dengan Johan. Di mana Ridlo dan Putri menuju masjid, sementara Johan ke gereja. Usai beribadah, mereka bertemu di Bendungan Samba ditemani oleh langit yang keemasan. Bisa dibilang ini film bisu. Ya memang, karena sedikit sekali para tokohnya berbicara, kecuali saat berdoa. Diproduksi Hujan Film, film ini mewarnai dunia film pendek di Indonesia. Cukup jarang orang mengangkat film dengan tema nasionalis. Untuk itu saya apresiasi sekali dengan teman-teman yang berjuang dalam produksi kisah itu.

Kalau bicara soal kekurangan, eh, sebelumnya saya jadi ingat film Aisyah, Biarkan Kami Bersaudara, yang temanya tidak jauh-jauh dari pendidikan dan bhineka tunggal ika. Saya malah membandingkan film pendek Abhidhah dengan Aisyah, Biarkan Kami Bersaudara. Berbeda sih memang rumah produksinya. Hanya saja saya ingin membandingkan cara keduanya memunculkan konflik. Film Aisyah, Biarkan Kami Bersaudara sangat jeli menggiring penonton untuk masuk ke dalam film. Sementara film Abhidhah konfliknya seolah tidak terlihat. Nah, kalau menurut saya, bagian tengah cerita harus diberi penyedap yang pedasnya harus ekstra. Selain karena Abhidhah termasuk film pendek, juga karena tema yang diusung seperti itu. Justru saya malah ingin film ini ada adegan pembulian karena mereka berteman beda agama. Apalagi untuk di desa, pengucilan-pengucilan semacam ini masih sering terjadi. Juga penggambaran desa dan kota masih belum terlalu kontras. Mungkin kalau lokasi pengambilan potongan ceritanya minimal di area gedung-gedung yang cukup padat. Ahahah banyak maunya ya.


Tapi, jika mendengar proses kreatifnya mulai dari pembuatan naskah sampai film jadi memang patut diacuni jempol. Saya, sebagai orang yang bisa dibilang menyukai seni cukup malu dengan lahirnya film pendek ini. Mengapa? Produsernya bukan orang Bondowoso lo. Bahkan tak jarang (mohon garis bawahi dua kata ini) saya menemukan orang-orang yang sukses justru bukan orang yang tinggal di kampung halamannya. Minimal saya lebih semangat dengan adanya karya-karya luar biasa teman-teman, sehingga jadi pemecut kuat untuk saya dan teman-teman juga untuk lebih banyak berkarya. Yakin deh nanti film kedua dari Hujan Film bakalan lebih oke. Aamiin. (Uwan Urwan)

Comments

Paling banyak dibaca

Jamur blotong Nama Ilmiahnya Ternyata Coprinus sp.

Saya menduga jamur yang selama ini saya beri nama jamur blotong nama ilmiahnya Coprinus sp. Setiap usai musim giling, biasanya musim hujan, saya dan tetangga berburu jamur ini di tumpukan limbah blotong di dekat Pabrik Gula Wringin Anom, Situbondo. Jamur Coprinus sp . tumbuh di blotong Asli, kalau sudah tua, payungnya akan berwarna hitam seperti tinta dan meluruh sedikit demi sedikit Sudah sekian lama mencari tahu, berkat tulisan saya sendiri akhirnya saya tahu namanya, meski belum sampai ke tahap spesies . Jamur yang bisa dimakan ini tergolong dalam ordo dari Agaricales dan masuk dalam keluarga Psathyrellaceae. Selain itu, jamur ini juga suka disebut common ink cap atau inky cap (kalau benar nama ilmiahnya Coprinus atramentarius ) atau Coprinus sterquilinus (midden inkcap ) . Disebut begitu karena payungnya saat tua akan berwarna hitam dan mencair seperti tinta. Nama yang saya kemukakan juga berupa dugaan kuat, bukan berarti benar, tapi saya yakin kalau nama genusnya Copr...

Bunga Telang Ungu (Clitoria ternatea) Jadi Alternatif Pengganti Indikator PP Sintetis

Makin ke sini, ketenaran bunga telang (Clitoria ternatea L.) kian meluas. Banyak riset terbit di internet, juga tak ketinggalan pecinta herbal dan tanaman obat ikut berkontribusi memperluas infromasi itu.  Bunga telang ungu, tanaman yang juga dikenal dengan nama butterfly pea itu termasuk endemik karena berasal dari Ternate, Maluku, Indonesia. Meski begitu, banyak sumber juga mengatakan bahwa bunga telang berasal dari Afrika, India, Amerika Selatan, dan Asia tropis. Banyak info simpang siur karena sumber-sumber yang aku baca pun berasal dari riset-riset orang. Nanti jika ada waktu lebih aku akan melakukan riset lebih dalam mengenai asal usulnya. Antosianin bunga telang merupakan penangkal radikal bebas Kredit : researchgate.net Bunga telang kaya akan antosianin. Antosianin adalah golongan senyawa kimia organik berupa pigmen yang larut dalam air, menghasilkan warna oranye, merah, ungu, biru, sampai hitam. Tak hanya pada bunga Clitoria ternatea, antosianin juga ada di banyak buah dan...

Blogger Situbondo dan Peranannya dalam Mempromosikan Kota Santri

Situbondo, sebuah kabupaten di pesisir utara Jawa Timur, menyimpan pesona yang belum banyak terungkap. Dibandingkan dengan Banyuwangi yang sibuk dengan wisata kelas dunia dan Jember yang dikenal dengan festival budayanya, Situbondo seolah masih berada dalam bayang-bayang. Padahal, kabupaten ini memiliki daya tarik luar biasa, dari wisata alam, budaya, hingga kuliner khas yang unik. Tantangan utamanya adalah bagaimana cerita tentang Situbondo bisa menjangkau lebih banyak orang. Di sinilah peran blogger menjadi sangat penting—merekalah yang bisa membawa nama Situbondo ke dunia digital, menyebarkan pengalaman, opini, serta keindahan daerah ini dalam bentuk narasi yang menarik dan inspiratif. Blogger Situbondo Menjadi Wajah Baru Jurnalisme Digital Dulu, informasi tentang suatu daerah hanya bisa ditemukan melalui media cetak atau berita resmi. Namun, di era digital seperti sekarang, blog menjadi salah satu sumber informasi yang lebih fleksibel, dekat dengan masyarakat, dan mudah diakses. Bl...

Empat Alasan Tidak Memakai Pasir Pantai untuk Kucing

  Gara-gara pasir kucing habis dan uang pas-pasan, akhirnya aku putar otak, bagaimana cara kucing bisa pup. Ketemu jawabannya, “pasir pantai”. Kebetulan rumahku bisa dibilang tida terlalu jauh dengan pantai, naik motor setengah jam, sampai.   Itu juga karena aku mendapat inspirasi dari video Tiktok yang rutin mengambil pasir pantai sebagai penganti pasir kucing. Dan setelah mencoba pakai selama dua hari, hasilnya, aku atas nama pribadi, Uwan Urwan, TIDAK DIREKOMENDASIKAN . Kenapa? Pasir pantai lebih berat dibandingkan pasir khusus kucing Pasir pantai tidak jauh berbeda dengan pasir yang dipakai untuk bahan bangunan, berat. Warna pasir pantai beragam, mulai dari hitam seperti batu sampai krem. Ukuran pun beragam, mulai dari yang sangat halus sampai ke pasir ukuran normal. Yan paling au soroti adalah warnanya, ternyata setelah diletakkan di dalam bak, jadi tidak bagus. apalagi kalau sudah ada gundukan pup dan kencing yang seperti menyebar. Berbeda dengan pasir khusus ...

Bagaimana menu isi piringku yang benar?

Sering mendengar frase Isi Piringku? Hem, sebagian orang pasti tahu karena kampanye yang dimulai dari Kementerian Kesehatan ini sudah digaungkan di mana-mana, mulai dari media sosial, workshop-workshop kesehatan di daerah-daerah, dan sosialisasi ke ibu-ibu begitu ke Posyandu.  Slogan Isi Piringku menggantikan 4 Sehat 5 Sempurna Isi Piringku adalah acuan sajian sekali makan. Kampanye ini sudah diramaikan sejak tahun 2019 menggantikan kampanye 4 sehat 5 sempurna. Empat sehat lima sempurna terngiang-ngiang sekali sejak kecil. Terdiri dari nasi, lauk-pauk, sayur-mayur, buah-buahan, dan susu adalah kombinasi sehat yang gizinya dibutuhkan tubuh, sebab mengandung karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral, susu adalah penyempurnanya. Kenapa harus berganti slogan?  Slogan 4 Sehat 5 Sempurna yang aku tangkap maknanya, dalam setiap makan harus ada empat komposisi dan susu. Mengenai jumlahnya, aku bisa ambil nasi lebih banyak dengan sedikit sayur atau sebaliknya, atau sebebas-bebasnya ki...

Golda Coffee dan Kopi ABC Botol, Kopi Kekinian, Kopi Murah Cuma 3000an

Kamu suka kopi hitam pekat, kopi susu, kopi kekinian, atau yang penting kopi enak di kedai kopi? Mungkin kita sering sekali nongkrong bersama teman di kedai kopi mencoba berbagai aneka ragam kopi, mahal pun tak masalah, tapi yang jadi persoalan jika sedang miskin, apakah akan tetap nongkrong? Pilihannya ya minuman murah, misalnya kopi murah dan kopi enak yang cuma 3000an ini.   Aku, Uwan Urwan, memang bukan penikmat kopi banget, tapi suka minum kopi, kadang sengaja mampir ke kedai kopi punya teman, paling sering membeli kopi Golda Coffee dan/atau Kopi ABC Botol, yang harganya hanya 3000an. Aku akan mencoba mereview empat rasa dari dua merek yang kusebut sebelumnya. Golda Coffee kutemukan di minimarket punya dua rasa, yaitu Golda Coffee Dolce Latte dan Golda Coffee Cappucino. Sementara Kopi ABC botol juga kutemukan dua rasa, chocho malt coffee dan kopi susu.   Keempat rasa kopi kekinian kemasan itu aku pikir sama karena biasanya hanya membeli, disimpan di kulkas, dan la...

Fauzi, Sosok di Balik Gerakan Pemuda dan Musik Situbondo

Ahmad Fauzi berdiri di tengah kebunnya Aku tak menyangka akan menemukan sesuatu yang begitu luar biasa di sudut kecil Situbondo ini. Sebuah lahan hijau yang tertata rapi, penuh dengan kehidupan dan harapan. Greenhouse sederhana berdiri kokoh, dikelilingi jaring halus sebagai tempat pembibitan. Di sekitarnya, deretan tanaman sayur tumbuh subur—terong, cabai, kacang panjang, kelor, sawi, serai, pepaya, hingga okra.  Tak jauh dari situ, ada kolam ikan yang airnya berkilauan di bawah sinar matahari. Area lain dipenuhi tanaman obat, masing-masing telah diberi papan nama, seolah memberi isyarat bahwa tempat ini bukan sekadar kebun, melainkan sumber ilmu dan kehidupan. Di tengah lahan, toren biru mencolok berdiri tinggi, menjadi sumber pengairan utama. Pemandangan ini semakin kontras karena lahan ini dihimpit oleh sawah dan rumah penduduk.  Toren biru ini bukan sekadar tempat penyimpanan air, tapi sumber kehidupan bagi tanaman sayur yang tumbuh hijau di sekitarnya. Ketika aku sibuk m...

Perjalanan Lukisan Uwan’s Art, Dari Kanvas ke Tiga Komunitas

Di sudut meja yang mulai berdebu, aku menarik laci yang hampir terlupakan. Tube-tube kecil cat akrilik berbaris di dalamnya, beberapa masih tertutup rapat, sementara yang lain sudah mulai mengering di tepinya. Ada rasa rindu yang tiba-tiba menyeruak. Sudah lama aku tidak menyentuh kuas dan kanvas. Kesempatan itu datang dari sebuah ajakan—kolaborasi dengan tiga komunitas besar di Jakarta untuk sebuah acara seni dan edukasi di bawah naungan Kompasiana, yaitu Ketapels, KOMiK, dan Ladiesiana.  Kredit: KOMiK Aku, seorang pelukis amatir dari Situbondo, ditawarkan untuk menjadi sponsor sebagai bentuk dukungan untuk acara "Tur Museum sambil Belajar Nulis Naskah Film". Tentu saja, aku tidak bisa menolak. Setelah berpikir, aku memutuskan untuk mendukung dalam bentuk lukisan kanvas. Bagiku, seni bukan hanya tentang menciptakan sesuatu yang indah, tapi juga tentang berbagi makna dan emosi dengan orang lain. Menyentuh Kembali Kanvas yang Terlupakan Aku menuangkan sedikit demi sedikit cat ...

Imron, Penggerak Literasi dari Desa Trebungan, Situbondo

Moh. Imron adalah bukti nyata bahwa semangat, kerja keras, dan cinta pada ilmu bisa membawa perubahan nyata bagi komunitas. (Kredit foto: Moh. Imron) Di sebuah sudut kecil Situbondo, ada seorang pria yang menjalani hidupnya dengan kesederhanaan, namun penuh mimpi besar. Namanya Moh. Imron, sosok yang kini dikenal sebagai direktur takanta, sebuah komunitas literasi yang menjadi rumah bagi banyak penulis terutama di Situbondo. Meski begitu, Imron bukanlah seseorang yang langsung dilahirkan sebagai penggerak. Masa kecil hingga remajanya lebih sering diwarnai rasa minder daripada percaya diri. Dari Anak Pemalu Menjadi Sosok Berani Ilustrasi dibuat menggunakan Canva Dulu, Imron adalah remaja yang merasa tertinggal. Saat teman-temannya sibuk dengan ponsel dan berbagai aktivitas, ia bahkan tidak memiliki telepon genggam. Pelajaran TIK di sekolah menjadi momok karena ia tak pernah menyentuh komputer sebelumnya. Tapi rasa minder itu justru menjadi titik awal perjalanan perubahan. Imron memutusk...

Pengalaman Pakai Pasir Pantai sebagai Pengganti Pasir Kucing

Sudah punya kucing sejak kecil. Biasa atas keberadaan kucing membuatku tak pernah berhenti untuk punya kucing. Kucing liar yang sering mampir ke rumah biasanya aku juga beri makan dan yang mau mendekat aku pelihara. Punya kucing sebelumnya dibiarkan pup di luar. Repot kalau anak-anak kucing sudah mulai makan selain air susu induknya, pasti akan kencing dan pup di kasur karena induknya pasti lebih nyaman meletakkan anak-anaknya di kasurku. Dulu harus melatih mereka terlebih dahulu selama beberapa waktu sebelum bisa pup di luar   Setiap hari harus mencuci sprei dan menjemur kasur. Begitu tahu bahwa kasur bukanlah tempat pup dan pipis, mereka akan buang hajat di luar. Tentu saja akan mencari pasir atau tanah yang cukup gembur sebagai tempat merahasiakan hasil buangan. Kadang tanah tetangga jadi sasaran dan harus menerima omelan mereka.   Sejak awal tahun 2022, kembali dari ibukota, kucing melahirkan, dan sudah mulai makan selain air susu induknya, aku siapkan pasir buat mer...