Saya jadi tahu mengapa banyak pemimpin lebih cerdas dibandingkan anggotanya. Jawabannya satu, mereka tak segan berbagi.
Saat duduk di kursi penonton di televisi, anggota dalam organisasi, peserta dalam seminar, dan murid di kelas, saya seringkali kagum dengan mereka yang sedang berdiri dan berbicara di depan. Wawasan mereka jauh lebih luas dan lebih dalam ketimbang saya. Sering saya tak berani tampil lantaran malu atau grogi. Okelah, itu bisa dibilang tidak siap, tapi bukan berarti tak ingin berbagi. Percaya tidak, dengan berani maju dan tampil di depan umum, kepercayaan diri akan terbangun dengan sendirinya. Asal niatnya bukan untuk sombongkan diri. Dengan menjadi pembicara, artinya kita sudah persiapkan jauh-jauh hari materinya, kemudian beberapa pengalaman yang sudah dilakukan djuga dibagikan, kemudian didiskusikan dalam sebuah forum. Ada interaksi dan bertambahlah ilmunya.
Begitu ada pendaftaran untuk menjadi bagian Kelas Inspirasi Situbondo ke-3, pun saya masih ragu. Mampukah saya? Apa sudah kompeten? Well, pada akhirnya form online pun terisi setelah beberapa hari terbengkalai. Okeh, saya mendaftar sebagai pengajar dan terpilih. Acaranya cuma sehari, hanya mengajar total 60 menit untuk dua kelas. Sangat tidak efektif. Well, bolehlah bisa dibilang begitu. Nanti saya akan cerita banyak, tapi sebelumnya, tahu tidak apa yang membuat saya bertahan lanjut hingga hari-H?
1. Belajar
As a human, halah pake sok inggris. Sebagai manusia, belajar itu sampai akhir hayat. Selama napas berderu, bagaimana saya bisa berhenti belajar? Belajar banyak hal. Belajar kehidupan, belajar berteman, belajar menjadi guru, belajar banyak hal.
As a human, halah pake sok inggris. Sebagai manusia, belajar itu sampai akhir hayat. Selama napas berderu, bagaimana saya bisa berhenti belajar? Belajar banyak hal. Belajar kehidupan, belajar berteman, belajar menjadi guru, belajar banyak hal.
2. Teman baru
Saya pikir hanya akan menemukan teman satu kota, nyatanya tidak. Ada orang yang jauh-jauh dari luar kota hingga yang terjauh dari Bandung, Jawa Barat datang hanya untuk mengabdikan diri beberapa jam di sekolah. Ini bukan karena ingin jadi masalah pamer profesi kepada adik-adik yang mungkin untuk profesi khusus, mereka tidak paham. Jadi malah bermain-main saja di kelas.
Saya pikir hanya akan menemukan teman satu kota, nyatanya tidak. Ada orang yang jauh-jauh dari luar kota hingga yang terjauh dari Bandung, Jawa Barat datang hanya untuk mengabdikan diri beberapa jam di sekolah. Ini bukan karena ingin jadi masalah pamer profesi kepada adik-adik yang mungkin untuk profesi khusus, mereka tidak paham. Jadi malah bermain-main saja di kelas.
Sesederhana itu mendapatkan teman lo |
Tidak sesederhana itu sebenarnya. Kita berkumpul, bertemu, berkomunikasi, dan saling berbagi.... hmm... ada sesuatu yang belum disebutkan? Itu adalah ajang di mana pertemanan bisa didapatkan dengan perjuangan yang tidak mudah. Semakin banyak teman, semakin berkah hidup, dan kian bertambah ilmu juga rezekinya.
3. Refreshing
Asal kamu tahu, Situbondo adalah kota yang bisa dibilang boring. Meski kondisi alamnya bagus, tapi jika tidak bisa dikenalkan ke masyarakat luas dan tidak dikelola dengan baik, bagaimana akan jadi sesemarak Jakarta atau Malang, misalnya.
Asal kamu tahu, Situbondo adalah kota yang bisa dibilang boring. Meski kondisi alamnya bagus, tapi jika tidak bisa dikenalkan ke masyarakat luas dan tidak dikelola dengan baik, bagaimana akan jadi sesemarak Jakarta atau Malang, misalnya.
Refreshing sambil cari spot yang instagram-able buat dishare di medsos. wkwkw |
Akhirnya saya bosan dan memutuskan untuk keluar dari rumah. Mencari suasana baru dan berlibur sementara dari rutininas menggambar dan menulis blog via hape. Dan benar saja, lokasi tempat kami mengajar memang yahut.
4. Kepoin kota sendiri
Saya bisa dibilang anak Situbondo abal-abal. Banyak sekali tempat yang saya belum jelajahi. Yang benar saya, setelah lulus SMA, saya hijrah ke Malang 4,5 tahun lalu tiga tahun di Jakarta. Itu sudah jadi bukti bahwa saya kehilangan identitas kesitubondoan. Ahahah.
Saya bisa dibilang anak Situbondo abal-abal. Banyak sekali tempat yang saya belum jelajahi. Yang benar saya, setelah lulus SMA, saya hijrah ke Malang 4,5 tahun lalu tiga tahun di Jakarta. Itu sudah jadi bukti bahwa saya kehilangan identitas kesitubondoan. Ahahah.
Beruntung ada KISIT 3, saya bisa kepoin beberaoa lokasi di Situbondo.
----------
Mengajar bukan keahlian saya. Saya masih buta tentang itu. Saya pernah dulu mengajar di bimbel, (((bimbel))), dan mereka menolak saya mengajar di situ (maksudnya siswanya, bukan karyawan di bimbel itu. Yah lantaran saya bukan orang yang menarik, kaliiik. Ya kan kebayang situ ditolak siswa tapi mau tidak mau harus menghabiskan waktu sampai waktu belajar habis. Apa rasanya tidak seperti neraka jahannam?
Tapiiii keajaiban terjadi.
Lihat mereka lucu-lucu kan (captured by Moh. Imron) |
SDN Bantal 3, Asembagus, Situbondo adalah tempat saya mengajar. Ada empat sekolah yang menjadi tujuan kami yang lokasinya saling berjauhan. Panitia sengaja memilih sekolah pelosok. Sekolah-sekolah itu cukup jauh dari pusat kota dengan medan berbukit-bukit dan..... gersang.
Meski listrik dan saluran televisi sudah memasuki wilayah tersebut, pola pikir masyarakat setempat masih cukup tradisional, seperti menikah usia dini adalah hal wajar. Bahkan jika sampai menjelang lulus sekolah dasar si anak belum bertunangan, sekeluarga akan menanggung malu karena jadi bahan gosip tetangga.
Maunya selfie sendiri, tapi anak ini ikutan. |
Bisa dibilang sedikit dari mereka yang melanjutkan ke SMP apalagi ke tingkat yang lebih tinggi. Well jika kamu terkejut, kita sama. Bahkan ada kawasan yang bernama Pariopo di mana penduduknya enggan dibilang orang suku madura atau pun suku jawa. Saya pernah dua kali menghadiri Festival Pariopo yang diadakan tiap tahun, di mana salah satu rangkaian acaranya itu ada hodo, ritual memanggil hujan. Hodo sudah berlangsung turun-temurun. Itulah suku pariopo, penduduk setempat menamakannya kelompok mereka sebagai suku. Banyak sejarawan dan budayawan ikut melakukan kunjungan dan riset di sana.
kamu juga bisa baca Festival Pariopo 2 Lekatkan Tradisi
Well, balik lagi ke Kelas Inspirasi Situbondo ke-3. Saya dan teman-teman mengaku senang, begitu pun teman sekelompok atau pun kelompok lain. Beberapa teman mengeluh karena beberapa hal, begitu pun saya. Tapi itu tidak penting. Jika hanya fokus pada kekurangan kegiatan itu, saya tidak akan pernah belajar. Bisa jadi sepanjang acara hingga saat ini terbayang-bayang kekesalan akibat beberapa hal yang memang sudah jadi tanggung jawab bersama.
Saya senang, anak-anak yang lucu-lucu itu bahagia, dan sekolah pun riang. Mau tahu tidak apa yang membuat kami bahagia?
1. Dapat teman
Sayangnya poin ini sudah diprediksikan di awal tulisan. Tak perlu pembahasan lagi ya.
Sayangnya poin ini sudah diprediksikan di awal tulisan. Tak perlu pembahasan lagi ya.
Betapa bahagianya kami meski senyum itu hanyalah pencitraan semata. wkwkw (Captured by Saka Jamil) |
2. Siswa-siswa bahagia
Apa sih parameternya? Mereka enggan pulang. Bahkan sampai harus disuruh pulang baru mereka pamit. Pasti ini juga dirasakan teman-teman di sekolah lain. Mungkin karena kedatangan orang asing ya dan kami membawa banyak peralatan dan hadiah lucu-lucu yang bisa jadi nilainya tak seberapa, tapi buat mereka bisa jadi berbeda. Sampai ada yang sedih saat hadiahnya hilang. Lucu-lucu anak-anak itu.
Apa sih parameternya? Mereka enggan pulang. Bahkan sampai harus disuruh pulang baru mereka pamit. Pasti ini juga dirasakan teman-teman di sekolah lain. Mungkin karena kedatangan orang asing ya dan kami membawa banyak peralatan dan hadiah lucu-lucu yang bisa jadi nilainya tak seberapa, tapi buat mereka bisa jadi berbeda. Sampai ada yang sedih saat hadiahnya hilang. Lucu-lucu anak-anak itu.
3. Bisa rekreasi
Ah ini juga sudah dibahas ya. Kami bisa refreshing, jalan-jalan menyusuri bukit-bukit gersang dengan pemandangan menakjubkan.
Ah ini juga sudah dibahas ya. Kami bisa refreshing, jalan-jalan menyusuri bukit-bukit gersang dengan pemandangan menakjubkan.
Batu lucu di atas bukit di Taman Samir |
4. Terinspirasi
Loh aneh ya, malah kakak-kakak pengajar dan fasilitatornya yang terinspirasi, bukan anak-anak yang diajar. Dan memang benar sih, dengan berbagi biasanya kita dapat ilmu baru, semangat baru, dan kisah baru. Hal-hal yang kita perhatikan adalah inspirasi tak terbatas.
Loh aneh ya, malah kakak-kakak pengajar dan fasilitatornya yang terinspirasi, bukan anak-anak yang diajar. Dan memang benar sih, dengan berbagi biasanya kita dapat ilmu baru, semangat baru, dan kisah baru. Hal-hal yang kita perhatikan adalah inspirasi tak terbatas.
Kami semua terinspirasi dan mendapatkan banyak pelajaran looo (Captured by Saka Jamil) |
Jadi menjadi pengajar dalam Kelas Inspirasi bukan karena gaya-gayaan karena profesinya keren, beken, dan modis, atau apalah itu. Bukan. Bukan itu. Justru dari situ kita bisa belajar buanyaaak hal, tentang kehidupan, tentang bagaimana menjadi kuat meski diterpa musibah, tentang cinta, tentang kebersamaan, tentang tawa, dan banyak hal. Kalau orang bilang Kelas Inspirasi ini tidak efektif katena hanya sehari, ya memang. Memang tidak efektif. Dalam sehari, mereka, anak-anak kecil nan lugu itu, belum tentu tiba-tiba rajin, tiba-tiba ingin kuliah di luar negeri, dan lain-lain, tapi bukan berarti itu tidak bisa terjadi.
5. Capek dan kumal
Yes. Sampai rumah saya tepar. Kegiatan semacam ini memang menuntut kita untuk berkorban. Sudah tidak efektif malah kita berkorban. Hasil akhir baju kotor, badan bau, penuh debu, dan lelah. Capek. Sekolah capek ikut-ikut acara semacam ini. Lebih enak di rumah, nonton televisi, bergosip dengan tetangga, dan tidur siang. Wah nikmat sekali.
Yes. Sampai rumah saya tepar. Kegiatan semacam ini memang menuntut kita untuk berkorban. Sudah tidak efektif malah kita berkorban. Hasil akhir baju kotor, badan bau, penuh debu, dan lelah. Capek. Sekolah capek ikut-ikut acara semacam ini. Lebih enak di rumah, nonton televisi, bergosip dengan tetangga, dan tidur siang. Wah nikmat sekali.
Ini pun senyum pencitraan. Sebenarnya kakak-kakak sudah lelahhhhh |
Tapi serius, capek, uang habis, baju kotor, dan berbagai macam keluhan lain itu tidak ada artinya lo. Semuanya terbayar. Wawasan kita makin luas dan tentu saja ada pahala yang sudah ditambahkan dalam daftar kebaikan kita.
Adik ini sangat antusias begitu saya bercerita kalau karya saya membungkus buku ini (Captured by Astarinakiky) |
Dari kegiatan ini, saya justru ingin lagi... Ingin lagi.. Dan ingin lagi mengajar di sekolah. Ah tapi saya tidak mau jadi guru tetap ya. Guru freelance saja cukup. Kamu belum pernah? Saya akan bilang kalau kamu harus mencoba ikut Kelas Inspirasi atau yang sejenis. Tidak apa-apa selama 365 hari hidupmu sia-sia, tapi minimal sisihkan waktu satu hari untuk bermanfaat. Saya jamin setelah satu hari usai, 364 hari sisanya ingin kau gunakan untuk kebaikan lain. Tak percaya? Coba saja. (Uwan Urwan)
Comments