Hm, Surabaya. Siapa yang tidak kenal kota yang satu ini. Secara geografis, Surabaya adalah ibukota Provinsi Jawa Timur. Beberapa kali saya mengunjungi kota yan tergolong panas ini bahkan pernah tinggal selama dua minggu untuk Praktek Kerja Lapang di Kebun Binatang Surabaya. Menyenangkan? Tentu saja.
Sebagai kota terbesar kedua setelah DKI Jakarta berdasarkan jumlah penduduknya, tentu punya banyak lokasi wisata. Ada Jembatan Suramadu (jembatan terpanjang di Indonesia), Kebun Binatang Suarabaya, Museum Sampoerna, Ciputra Waterpark (wahana wisata air terbesar di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara), Tugu Pahlawan, Taman Bungkul, Jembatan Merah, Pantai Kenjeran, Rumah Batik Surabaya, Monumen Jayamahe, Kebun Bibit Wonorejo, Monumen Bambu Runcing, Wisata Hutan Maangrove, Museum Kapal Selam, dan lain-lain. Rasanya tak cukup kalau saya menyebutkan semua tempat wisata baik yang sudah terkenal namanya dan yang kecil-kecil.
Travelling ke Surabaya sebenarnya sudah saya lakukan sejak lama, apalagi jarak tempuhnya tidak begitu jauh. Perjalanan dari Situbondo ke Surabaya hanya ada sedikit alternatif, kendaraan umum (bus) atau kendaraan pribadi (sepeda motor atau travel). Naik bus kalau beruntung cukup lima jam saja untuk sampai ke Terminal Bungurasih. Kalau tidak, bisa 6-7 jam. Naik kendaraan pribadi tentu akan lebih cepat dibandingkan biasanya.
Banyak tempat wisata yang masih jadi daftar khusus untuk dikunjungi, tapi Monumen Kapal Selamlah pilihan pertamaku. Tiket masuk hanya Rp10.000. Cukup terjangkau untuk yang ingin berwisata juga belajar sejarah. Sekadar tips, berkunjunglah saat hari biasa pada saat jam-jam sibuk, karena kemungkinan saat hari libur pengunjung membludak. Dalam paparan di bawah ini, nanti kamu pasti tahu kenapa saya sarankan itu. Dengan tiket semurah itu (saya jarang melihat museum sejarah semacam ini mahal, kecuali untuk museum-museum tertentu), saya tak hanya dapat melihat-lihat isi di dalam kapal selam, tetapi juga dapat menonton film.
Monumen kapal selam (monkasel) terletak di pusat kota Surabaya. Mudah dijangkau dan jelas murah. Kapal selam yang dipamerkan adalah kapal selam KRI Pasopati 410. Kamu masih ingat Pertempuran Laut Aru untuk membebaskan Irian Barat dari Belanda? Nah pertempuran itu melibatkan kapal selam ini. Kapal selam Pasopati 410 buatan Rusia tahun 1952, artinya saat ini sudah berusia 65 tahun.
Saya memasuki kapal selam melalui tangga. Di dalam ada petugas yang akan menyambut dan meminta ditunjukkan tiket sekaligus memberitahu bahwa pengunjung dapat menonton film tentang kisah pertempuran di Laut Aru. Bagian depan adalah bagian sempit. Meski sudah dipasang AC, ruangan masih akan terasa sedikit pengap dan bau logam. Kapal selam sepanjang 76 meter ini memang cukup sempit di bagian dalamnya. Tentu saja, lebar maksimumnya saja 6,3 meter. Bisa dibayangkan sesempit apa. Kalau sedang ramai, tentu kamu tidak akan menikmati apa saja yang ada di dalam kapal selam itu, karena setiap bagian pesawat cukup penting.
Ada ruang torpedo haluan di bagian depan yang berfungsi sebagai pintu keluar-masuk, tempat untuk meluncurkan torpedo (ada empat torpedo), juga untuk meluncurkan perenang tempur (pasukan katak). Di ruang 1 itu juga terdapat delapan tempat tidur. Menuju ke belakang terdapat alat komunikasi internal kapal yang berbentuk seperti corong berwarna merah, indikator tangki pemberat, teropong, toilet, mesin diesel, dan beberapa hal yang tidak ada keterangannya. Pintu untuk masuk dari ruangan satu ke ruangan lain cukup kecil. Seperti pintu bagi orang kerdil pada cerita The Lord of The Rings yang berbentuk lingkaran, saya harus membungkuk untuk melewatinya.
Saran lagi. Jangan terburu-buru kalau sudah berada di dalam. Nikmati saja. Kondisinya memang agak pengap, tapi AC cukup membantu alirkan udara bersih. Nikmati setiap ruang karena meski panjang kapal selam mencapai 76 meter, paling total yang kita lalui tidak sampai sepanjang itu dan tentu saja berada di dalam tak akan butuh waktu lama.
Setelah keluar kita bisa menuju ruangan Vidio Rama di belakang. Sambil menunggu jadwal pemutaran film, kita bisa menikmati indahnya sungai Kalimas. Juga bisa berfoto-foto, abadikan momen yang tak berlangsung setiap hari. Jadi menurut saya, wisata ke museum semacam ini sangat perlu. Bukan hanya untuk menambah wawasan, tapi juga menumbuhkan kecintaan kita pada negara sendiri. Negara kita sudah hebat sejak dulu, sekarang harus lebih hebat lagi. (Uwan Urwan)
Comments