Saya masih ingat sore itu begitu cerah. Matahari tak segan tampakkan diri. Saya berdiri tepat di sebuah kerumunan, memarkir sepeda motor. Beberapa kerumunan itu terdiri dari pemuda dan pemudi dengan pakaian terbaiknya. Kaki pun melangkah dengan riang. Di sisi kiri berkumpul pria-pria separuh baya berseragam polisi. Tak jauh dari situ terpampang pintu gerbang berlabel “Situbondo Retro Festival”.
Sepanjang jalan Irian Jaya biasanya hanyalah jalan raya biasa dengan aspal dan berbagai kendaraan melaju. Kali ini tak ada pengendara yang lalu lalang. Jalan itu kini disulap menjadi gubung-gubug penuh kisah masa lampau. Beberapa mobil dan sepeda ontel keluaran lama pun terpajang. Entah bagaimana kendaraan-kendaraan jadul itu didatangkan tanpa banyak protes. Sepertinya kondisinya cukup baik untuk dikendarai.
Langkah kaki mulai tak sabar menjelajahi setiap rumah-rumah kecil yang didirikan. Meski mengusung tema jaman dulu, sesuai dengan namanya, beberapa spot terkesan cukup modern. Meski begitu tidak mengurangi esensi topik yang diangkat. Melalui ide kreatif yang cukup cemerlang, Situbondo Retro Festival (SRF) dapat menjadi salah satu alternatif hiburan untuk warga Situbondo dan pendatang yang kebetulan melancong ke kota yang dijuluki kota santri ini. Konsepnya bisa jadi sama dengan Malang Tempoe Doeloe (MTD), tapi saya melihat perbedaan jelas. Saya tidak akan membahas MTD kali ini. Hehe...
Stan-stan yang berdiri kokoh sepanjang pertigaan ujung selatan jalan Irian Jaya hingga pertigaan bagian utara cukup instagramable. Hari pertama dibuka dengan pawai dan lomba fotografi, juga ada lomba fashion. Tak hanya menjadi pengingat kita akan apa yang pernah ada pada masa lalu, tetapi SRF juga memberi banyak spot untuk diabadikan. Bisa dibilang ini surganya fotografer baik yang masih amatiran atau pun profesional untuk mengasah teknik fotografinya.
SRF baru kali ini diadakan di Situbondo. Berbagai komunitas bergabung dibantu sokongan pemerintah menghasilkan karya brilian. Komuitas-komunitas yang ada menambah nilai sendiri, juga menjadi penanda bahwa sebenarnya Situbondo itu tidak kosong. Memang anggapan orang selama ini di Situbondo tidak ada apa-apanya, berbeda dengan di kota besar.
Bisa dibilang SRF menyatukan beberapa komunitas dalam satu kegiatan, mengeluarkan mereka dari sarangnya. Komunitas-komunitas itu diantaranya, Komunitas Tionghoa, Komunitas Orang Terminal Situbondo (KOTS), Komunitas Tukang Cukur, Info Warga Situbondo (IWS), Dewan Kesenian Situbondo, Komunitas Otomotif, Backpacker Situbondo, Komunitas Fotografi (tentu saja), dan lain-lain. Beberapa pelaku bisnis kuliner pun berkumpul di satu tempat. Kita bisa makan beberapa makanan tradisional meski cemilan yang saya cari tidak ada, gulali. Tak semua komunitas ada stannya. Bisa jadi karena terkendala banyak hal, tapi tak mengurungkan niat untuk hadir, meramaikan acara. Saya pun betah, karena ada banyak teman-teman di sana.
Tahu tidak, saya cukup terharu dengan perkembangan Situbondo akhir-akhir ini. Ternyata bukan cuma saya yang berjuang mengharumkan nama kota kelahiran. Saya tidak sendiri. Ada banyak orang-orang yang sedang bahu-membahu membangun kota yang identik dengan solawat nariyah. Btw, yakin kalo tahun depan SRF akan lebih semarak. (Uwan Urwan)
Comments