Stigma “yang manis yang nikmat” sudah berlangsung lama. Mungkin sudah berpuluh atau bahkan beratus-ratus tahun lalu.
Entah siapa yang membawa stigma itu sehingga banyak sekali ditemui makanan manis, mulai sambal, camilan, minuman, sirup, kue, sampai makanan pokok. Di sekeliling kita dipenuhi dengan makanan manis dan kebanyakan orang suka makanan bergula. Itu sudah berlangsung sejak kecil. Anak kecil selalu diiming-imingi permen atau kue yang lucu-lucu agar mereka dekat dengan orang dewasa. Karena rasanya memang enak, anak kecil akan suka.
Wajar jika masih kecil suka makanan manis. Saya pun begitu. Masih ingat dulu selalu berebut donat dengan saudara perempuan, suka beli permen, suka minum teh yang manis sekali, dan apalagi yang manis? Lama-lama saya sadar, apalagi sejak tahu fakta bahwa konsumsi makanan yang sesuai dengan rasa aslinya itu lebih nikmat ketimbang ditambah dengan pemanis, garam, atau penyedap rasa (untuk makanan tertentu).
Buah manis
Karena sudah diyakini jika makanan manis itu enak, banyak produsesn berl omba-lomba hidangkan makanan manis. Makanan manis memang menggugah selera. Jeruk yang asam, jambu biji yang kurang manis, duwet yang rasanya bisa dibilang aneh, dan buah-buah lokal yang nyaris langka lebih banyak tidak disukai di pasaran jika dibandingkan dengan buah yang manis, seperti anggur, apel, jambu, dan lain-lain. Kenapa buah harus manis? Kenapa buah harus selalu sesuai dengan selera manusia? Asam sedikit sudah tidak mau.
Baca juga Yuk Deteksi Kolesterol Sejak Dini
Baca juga Yuk Deteksi Kolesterol Sejak Dini
Pasar berbicara tentang rasa maka produsen pun berlomba-lomba ciptakan buah hasil modifikasi (baik secara genetik, persilangan, atau menyuntikkan cairan pemanis) agar rasa buah yan ada di pasaran itu manis, bentuknya mulus, tahan lama, dan berukuran besar. Kenapa? Kenapa? Dosen saya pernah bilang kalau semua yang diciptakan di dunia ini punya karakter dan manfaatnya masing-masing. Manis itu sifat dasar tebu dan beberapa tanaman lain,; asam adalah sifat dasar asam jawa, jeruk, beberapa jenis jambu, dan lain-lain; asin untuk, em, ada buah yang asin?; dan rasa sepat banyak ditemukan untuk buah-buah yang jarang ditemui di pasaran. Selain punya punya ragam rasa, baunya pun berbeda-beda. Coba bandingkan aroma mangga dan nanas, pasti berbeda.
Segala yang diciptakan di bumi ini punya kekhasan. Tidak semua harus manis. Sama seperti kehidupan, kita tidak selalu menjalani hal-hal yang menyenangkan setiap hari. Harus ada rasa lelah, rindu, sedih, marah, dan lain-lain. Tujuannya untuk apa? Banyak. Kita bisa lebih tegar menjalani hidup. Sama seperti buah, lidah kita harus mau beradaptasi dengan rasa yang diciptakan oleh aneka macam buah. Bukan buahlah yang harus beradaptasi dengan kesukaan manusia. Sebab, kandungan masing-masing pasti punya manfaat untuk tubuh. Bandingkan saja buah jeruk manis dan kecut, kandungan nutrisi di dalamnya pasti berbeda. Lalu mana yang lebih berguna buat tubuh? Saya tidak akan bilang buah yang rasanya manis itu tidak sehat. Jadi tolong jangan dipelintir ya teman-teman. Wkwkwk...
Belum lagi kalau buah-buah yang masam dan sepat itu diolah menjadi manisan. Banyak sekali buah-buah hasil olahan yang jadi oleh-oleh khas, dijual dan diminati, rasanya manis, tentu saja. Tambahan gula biasanya cukup banyak sehingga rasa asli buahnya seringkali tertutup oleh gula.
Susu manis
Ini lagi yang menjadi perhatian saya akhir-akhir ini. Susu rasanya manis dan dikonsumsi harian, bahkan dikonsumsi oleh anak-anak. Susu manis? Memang ada ya? Ada. Susu kental manis sih yang paling umum. Selain itu ada susu bubuk yang disajikan dengan ditambah gula. Apakah salah? Tidak. Tidak salah minum susu kental manis.
Saya masih ingat dulu sewaktu kecil, selalu ada susu kental manis di meja makan. Sebelum ada kulkas, susu kental manis diletakkan di atas mangkuk dengan air di dalamnya agar tak ada semut masuk ke dalam kaleng susu. Jika tidak pada pagi hari, biasanya malam saya disuguhi segelas susu kental manis. Berdasarkan infomasi, susu memang dibutuhkan tubuh sebagai penyempurna dari empat sehat yang sudah dikonsumsi setiap hari. Tentu saya girang dong. Selain menyehatkan, rasanya juga manis. Kadang kalau tidak ada susu kental manis, susu bubuk sachet-an saya dapatkan di toko terdekat. Saya tambahkan gula saat menyajikan. sampai usia belasan tahun, saya tidak pernah minum susu tanpa gula. Untuk kalangan menengah ke bawah, membeli susu selain susu kental manis adalah barang mewah. Harganya lebih mahal, tentu saja.
Tidak perlulah ya beli yang mahal kalau manfaatnya sama. Toh iklan di televisi juga bilang begitu. Tahun 2017, saya baru tahu kalau susu kental manis itu bukan benar-benar susu. Susu kental manis tak lain dan tak bukan hanyalah sirup susu. Sama seperti sirup-sirup yang biasanya gencar diiklankan saat bulan ramadan.
Baca juga Suplemen Terbaik untuk Jaga Daya Tahan Tubuh
Baca juga Suplemen Terbaik untuk Jaga Daya Tahan Tubuh
Faktanya, susu kental manis memang tidak seharusnya dikonsumsi oleh anak-anak, apalagi rutin. Susu yang bagus itu rasanya gurih, bukan manis. Bukan berarti semua susu yang gurih itu bagus. Jika merunut kepada standar kesehatan, susu yang baik dihasilkan oleh sapi yang sehat dengan makanan yang baik pula, sesuai dengan kebutuhan nutrisi sapi. Bagaimana dengan susu kental manis? Tidak disarankan konsumsi susu kental manis harian (ah, saya mengulang itu), Cuma untuk topping makanan dan minuman, dan tidak untuk dikonsumsi dalam volume yang besar.
Berdasarkan data WHO, status gizi anak Indonesia masih masuk ke dalam kategori gizi buruk. Penyebabnya adalah faktor ekonomi, kurang edukasi, dan gencarnya promosi makanan dan minuman praktis. Ditemukn di Kendari, orang tua berikan susu kental manis sebagai minuman pengganti susu untuk bayi. Kebayang ngerinya seperti apa jika sejak bayi sudah dicekoki dengan produk seperti itu. Susu paling baik adalah air susu ibu. Lagi-lagi karena faktor ekonomi, orang-orang lebih pilih susu kental manis sebagai susu yang diangap menyehatkan. Bayangkan saja jika orang tua itu membeli susu khusus bayi? Berapa uang yang harus dikeluarkan setiap bulan? Sementara keadaan ekomoni tidak memungkinkan. Ah, saya berlebihan ya? Terdengar sepele memang. Namun, yang sepele-sepele biasanya di kemudian hari jadi berbahaya dan tidak dapat ditangani.
Banyak makanan manis, makanan siap saji pun kian bertambah, makanan dengan bahan pengawet menjamur, makanan kurang sehat lain pun banyak dijual. Pola hidup masa kini, banyak orang yang lebih memilih makanan berisiko seperti itu untuk dikonsumsi setiap hari dengan berdalih, “sekali-kali”. Kira-kira berapa banyak timbunan sumber penyakit yang sudah dimulai sejak kecil? Begitu dewasa, kita menderita penyakit tertentu, diabetes misalnya. Lalu berobat ke dokter, mendapatkan tambahan asupan bahan kimia. Mungkin satu penyakit sembuh, karena konsumsi obat terus-menerus, akibatnya ada komplikasi, ada batu ginjal. Hem, saya melenceng jauh. Bahasannya berubah jadi penyakit. Maafkan saya.
Fakta manisnya aku gula
Eh sebentar, kamu tahu kan gula berasal dari mana? Yap, betul. Gula pasir itu berasal dari tebu yang dipanaskan yang hasilnya berupa kristal. Jadi sebenarnya gula pasir itu organik dong? Iya betul. Terus mengapa tidak sehat? Berdasarkan apa yang saya tahu, bahan organik yang melalui proses pengolahan panjang semakin berkurang nilai gizinya (tapi tidak untuk kasus-kasus tertentu). Yang sehat justru air perasan tebu yang langsung dikonsumsi.
Menurut Kementerian Kesehatan, batas maksimum konsumsi gula pasir adalah empat sendok makan per hari, setara dengan 148 kalori. Artinya boleh dikonsumsi dan masih dalam batas aman jika dosisnya tidak lebih. Sebab tubuh juga butuh kalori. Sama seperti garam, MSG, vitamin C, dan lain-lain, semuanya boleh asal tidak berlebihan.
Melalui artikel yang dimuat di klikdokter.com, konsumsi total gula per orang secara global meningkat drastis. Konsumsi gula sebelumnya kurang dari 5 kg per orang per tahun (tahun 1800-an). Sementara itu, tahun 2006, konsumsinya meningkai jadi 70 kg per orang per tahun. Bisa dibayangkan kira-kira setiap orang konsumsi 15 sendok makan gula per hari.
Kandungan gula pada minuman jauh lebih berbahaya dibandingkan pada makanan. Pernah merasa kenyang saat minum sebotol minuman manis yang dibeli di supermarket? Atau saat konsumsi susu kental manis? Hem, minuman berkadar gula tinggi sebenarnya hanya menyumbang kalori pada tubuh, tapi tidak nutrisi lain. Kalau pun iya, jumlahnya sangat sedikit.
Makanan manis itu membuat kecanduan.saat kita makan kue manis, rasanya ingin mengunyah lagi, lagi, dan lagi. Konsumsi gula sebenarnya membuat kita nyaman dan bahagia karena kebutuhan kalori cepat terpenuhi. Efek positif ini membuat kita terus ingin konsumsi makanan manis.
Konsumsi gula berlebihan berhubungan dengan resistensi hormon leptin. Hormon leptin adalah hormon yang memberi sinyal pada otak untuk merasa kenyang. Kebayang jika hormon leptin terganggu. Sinyal yang akan memberitahu kita agar berhenti makan akan terganggu. Akiatnya kita akan selalu merasa lapar, makan lagi, makan lagi, dan makan lagi sampai tidak sadar tubuh membengkak.
Nilai indeks glikemik gula pasir adalah 58. Indeks glikemik (IG) adalah nilai yang menunjukkan seberapa tinggi makanan tersebut dapat meningkatkan gula darah setelah dikonsumsi. Nilai IG yang digunakan 0—100. IG tinggi sebaiknya dihindari untuk dikonsumsi berlebihan. WHO menganjurkan konsumsi makanan dengan IG rendah untuk menghindari penyakit degeneratif yang terkait dengan pola makan, seperti obesitas, diabetes, dan jantung. Nilai IG lebih dari 55 tergolong tinggi. Faktanya, gula jagung, kentang, beras putih, roti putih, dan ubi IG-nya pun tinggi.
Batasi konsumsi gula
Jadi manusia itu susah ya harus jaga pola makan, berlebih atau kekurangan dalam suatu hal tak baik. Sementara itu kadang kita sendiri tak bisa menakar seperti apa batas konsumsi gula yang sesuai untuk tubuh, atau seringkali lupa. Iya memang susah. Yang tidak susah itu saat kita seenaknya makan ini itu yang ada di meja makan, kurang nambah. Kalau ditraktir teman suka lupa diri, karena berpikir “Kapan lagi?”. Begitupun kalau ada resepsi pernikahan, semua dicoba sampai perut penuh.
Saya akan coba flashback saat saya masih anak-anak. Saya suka sekali minum segelas kental manis, semakin kental semakin enak; suka makan permen; kalau minum teh harus manis sekali; suka minum sirup apalagi kalau bulan ramadan; saya jarang olahraga memang sejak kecil; suka sekali makan-makanan berminyak, kadang kalap; suka sekali bermalas-malasan di depan televisi; makan buah kecut selalu dilumuri dengan gula, seperti asam dan belimbing wuluh; sering makan mi instan; dan perilaku-perilaku yang kurang sehat lain.
baca juga Cara Cerdik Agar Selalu Sehat
baca juga Cara Cerdik Agar Selalu Sehat
Hal-hal kecil seperti itu berlangsung terus-menerus tanpa saya sadari. Semakin dewasa, semakin saya belajar banyak agar menjaga pola hidup sehat. Caranya, kurangi konsumsi gula, perbanyak makan sayur dan air putih, minum herbal, berolahraga ya minimal setiap minggu 30 menit (waaah hebat juga saya ternyata selama ini. wkwkwk), kurangi stres, kurangi merokok, kalau gorengan saya belum bisa tahan, maaf; dan apalagi ya? Belum banyak perubahan ke arah yang lebih baik sih. Hanya saja, meskipun usia saya masih 20+, bukan berarti harus seenaknya konsumsi segala macam makanan yang ada di meja. Untunglah saya termasuk pemilih dan moody. Kalau sedang tidak ingin mengunyah sesuatu, tidak akan menyentuh makanan. Minimal saya terhindar dari kekalapan yang berarti.
Kamu? Saya harap kamu juga mulai berubah perlahan. Demi kesehatan kita sendiri, sih. Kalau kita sehat, insyaAllah bisa melakukan banyak hal yang positif. Kalau sakit? Orang-orang terdekat yang kerepotan. Semoga kita semua disehatkan jiwa dan jasmaninya ya. Aamiin. (Uwan Urwan)
Referensi:
Mediaindonesia.com
Klikdokter.com
Hellosehat.com
Aladokter.com
Comments