Pagi itu saya sudah melayang-layang di udara. Langit terang, tampaknya matahari sedang bahagia. Beberapa kumpulan awan bersenda gurau dengan sesamanya. Saya lihat ke bawah, hamparan sawah berpetak-petak, ada sungai panjang. Genangan-genangan air pantulkan sinar.
Kemudian pemandangan berganti menjadi sekumpulan atap-atap rumah berwarna cokelat-jingga, ada bangunan masjid, pabrik, dan lapangan.
Pesawat kecil membawa saya terbang rendah menuju Bandara Ahmad Yani, Semarang. Beberapa kali berpapasan dengan awan-awan kecil serupa kapas. Kenangan tentang gunting dan cutter yang terpaksa ditinggalkan di Bandara Juanda, telah lenyap. Saya lupa menitipkannya ke bagasi. Terciduk di mesin deteksi, petugas meminta saya untuk meninggalkan benda berharga tersebut.
Untuk kedua kalinya saya mengunjungi Semarang, kota metropolitan terbesar kelima di Indonesia setelah Jakarta, Surabaya, Medan, dan Bandung. Kota dengan sedikit kenangan buat saya itu ternyata menyimpan banyak sejarah dan surga kuliner bagi pecinta kudapan. Selain itu Semarang mendapatkan predikat kota metropolitan paling layak huni. Sejajar dengan posisi Denpasar dan Palembang. Melalui prestasi tersebut, tentu ada kebanggaan bisa berkunjung kembali ke kota yang dikenal dengan lumpianya itu.
Bertemu Rombongan
Di bandara, saya bergabung dengan rombongan Jelajah Gizi 2018 dari Jakarta. Melalui sebuah kompetisi yang diadakan di Instagram, saya lolos dan masuk 10 besar. Sebagai penghargaannya, seluruh peserta diminta ikut dalam kegiatan tersebut di Semarang selama tiga hari. Tentu saja, kesempatan ini tidak akan saya abaikan. Apalagi kegiatan ini diadakan oleh Nutricia Sarihusada.
Jelajah gizi di Semarang termasuk kegiatan keenam setelah sebelumnya sempat mendarat di Gunung Kidul (Jawa Tengah), Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Denpasar (Bali), Manado (Sulawesi Utara), dan Malang (Jawa Timur). Saya yakin, pemilihan kota di Provinsi Jawa Tengan ini sudah diperhitungkan baik-baik.
Jelajah gizi merupakan wadah untuk media dan komunitas penggiat media sosial (blogger) untuk membahas tentang gizi dan pangan lokal. Tujuannya memang untuk sebarkan potensi pangan lokal ke masyarakat luas. Program ini sudah berlangsung sejak tahun 2012. Tak hanya untuk tahu pangan lokal di daerah tersebut, tapi juga mengulik sejarah dan kandungan gizi di dalamnya.
Nutricia dan Sarihusada punya komitmen untuk pastikan kehidupan manusia lebih baik di generasi kini dan kemudian. Salah satunya dengan pemenuhan nutrisi pada tahap awal kehidupan. Kedua perusahaan itu percaya bahwa pemenuhan nutrisi sehat selama 1.000 hari pertama sejak di dalam kandungan hingga tahun ke-2 dampaknya akan panjang. Selain itu, mereka juga bekerja sana dengan dokter, ibu, dan praktisi kesehatan untuk beri edukasi, memberi dukungan konseling, dan beri program pengembangan anak
Terhitung tahun 1954 Sarihusada hadir di Indonesia, kemudian disusul Nutricia tahun 1987. Kedua perusahaan tersebut bagian dari keluarga Danone Early Life Nutrition. Danone sendiri adalah salah satu perusahaan makanan dan minuman terbesar di dunia yang punya misi memberi kesehatan kepada mamsyarakat luas. Danone beroperasi di 160 negara dengan jumlah karyawan lebih dari 100.000 jiwa di seluruh dunia.
Kegiatan jelajah gizi itu berupa rangkaian wisata kuliner dari satu tempat ke tempat lain, mendapat inspirasi dari kisah hidup pendirinya, mengetahui sejarahnya, mengetahui kandungan gizi di dalamnya, pelajari cara membuat dan cara mengolah, sekaligus menyebarkannya kepada masyarakat luas di media masing-masing. Berlangsung selama tiga hari (20-22 April 2018), seluruh peserta juga dihimbau untuk sosialisasikan konsep pangan berkelanjutan seluas-luasnya.
Untuk cerita lengkap wisata kuliner selama tiga hari, kamu bisa baca ini
Berkeliling Semarang
Tak hanya eksplorasi pangan lokal, saya dan teman-teman juga melakukan kunjungan wisata ke beberapa tempat. Sekalian ada di Semarang, tidak mungkin sepanjang hari selama tiga hari saya makan saja, bukan? Kalau kamu mencari informasi seputar tempat wisata di Semarang, tentu yang akan muncul banyak, mulai dari yang bernuansa alam, museum, sampai bangunan instagramable. Boleh saya sebutkan beberapa? Boleh? Asyik. Baiklah, beberapa tempat wisata di Semarang yang sangat ingin saya kunjungi, antara lain Old City 3D Trick Art Museum, Setiya Aji Flower Farm, Puri Maerokoco, Bantir Hills, Lereng Kelir, Masjid Agung Jawa Tengah, Hutan Pinus Kayon, Museum Kereta Ambarawa, Benteng Pendem Ambarawa, Umhil Sidomukti, dan Curug Lawe. Ah, kebanyakan wisata alam ya? Iya. Saya termasuk salah satu orang yang lebih suka berwisata alam, tapi bukan berarti tidak suka bermain-main di tempat wisata non-alam. Saya juga suka berkunjung ke museum dan tempat-tempat dengan arsitektur menawan.
Untuk mempermudah saya bercerita, seperti kisah tentang wisata kuliner sebelumnya, saya akan buat poin per poin.
Masjid Raya Baiturrahman
Terletak di pusat kota, masjid ini diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 15 Desember 1974. Kali kedua ke Semarang akhirnya bisa merasakan salat di sana. Kebetulan hari pertama Jelajah Gizi 2018 jatuh pada hari Jumat, pria muslim yang ikut serta, salat jumat di sana. Masjid berbentuk limas berdiri di atas lahan seluas 11.765 m2.
Masjid Raya Baiturrahman termasuk masjid terbesar di Kota Semarang. Dengan kapasitas ribuan jamaah, masjid ini bergaya arsitektur Jawa. Kubahnya di dalam berbahan kayu. Nuansa hijau terasa kental jika dilihat dari luar, sebab pagar dan gerbang dicat warna hijau dengan ornamen dan kaligrafi hijau. Tempat wudlu memiliki banyak sekali kran, sehingga tidak membutuhkan lama antri. Di dalam masjid terasa sejuk dan saya takjub dengan kaligrafi besar yang menempet di bagian depan.
Simpang Lima
Kredit: @dadangtriippo |
Simpang Lima sudah saya ceritakan sebagian di tulisan sebelumnya. Kebetulan memang suasana di Simpang Lima sangat mendukung untuk berkumpul bersama teman-teman atau mengadakan kegiatan bersama. Selain, terdapat pujasera yang mengelilingi Lapangan Pancasila, ada beberapa wahana yang tidak bisa dilewatkan begitu saja, misalnya naik sepeda atau naik kendaraan dengan lammpu-lampu kecil sebagai hiasannya. Menyenangkan? Tentu saja akan menyenangkan jika dilakukan bersama teman-teman. Jika bosan, kamu bisa pergi ke pusat perbelanjaan yang juga ada di sana.
Kawasan Kota Lama
Setiap kota saya yakin ada kawasan bersejarahnya. Zaman dahulu kala, Indonesia pernah dijajah bangsa asing selama beratus-ratus tahun. Jadi wajar jika bangunan-bangunan peninggalan penjajah bertahan. Hanya saja, tidak setiap kota punya bangunan bersejarah yang banyak, di Situbondo saja bangunan lama letaknya terpisah dan tidak semegah di Jakarta atau Semarang. Kalau kamu pernah ke Jakarta atau tinggal di Jakarta dan sekitarnya kemungkinan besar pernah ke kawasan kota lama. Semarang pun punya dan sudah menjadi kawasan wisata untuk turis lokal maupun mancanegara.
Sebenarnya saya dan teman-teman tidak benar-benar berjalan di kawasan Kota Lama. Kebetulan waktu itu sedang ada kegiatan di dalam dan waktu sudah menunjukkan jam-jam istirahat, akhirnya diputuskanlah kembali ke hotel. Namun, tidak sesedih itu juga sih, bus masih bisa berkeliling di kawasan Kota Lama dengan dipandu guide lokal.
Lawang Sewu
Lawang Sewu termasuk ikon Kota Semarang. Ada cerita seram di balik bangunan tersebut karena memang pada zaman dahulu beberapa bagiannya digunakan sebagai penjara bawah tanah. Dua kali ke Lawang Sewu, dua kali pula dipandu. Lawang Sewu merupakan bangunan bekas kantor perusahaan kereta api swasta pada masa Hindia-Belanda.
Nama asli Lawang Sewu adalah Indische Spoorweg Maatscappij. Perusahaan ini yang pertama kali membangun jalur kereta api di Indonesia yang menghubungkan Semarang dengan Surakarta dan Yogyakarta. Setelah kemerdekaan, Lawang Sewu digunakan sebagai Perusahaan Kereta Api, lalu diambil alih oleh militer. Bahagianya, Lawang Sewu saat ini kembali ke tangan PT. KAI dan sempat dipugar dan dikelola museum pada 2011.
Cukup menyenangkan saat menyusuri bagian dalam Lawang Sewu. Saya bisa menemukan benda-benda bersejarah, foto-foto zaman lampau, dan cerita-cerita. Lawang Sewu tak benar-benar berpintu seribu, jumlah yang benar diperkirakan 429 pintu. Beberapa teman yang punya kemampuan merasakan dan melihat makhluk selain manusia, pasti merasakan aura tersebut. Namun, untuk saya yang tidak punya kelebihan tersebut, menyusuri bagian dalam bangunan sangat mengesankan. Apalagi saya termasuk yang suka berkunjung ke bangunan bersejarah. Oh ya, ada area-area yang tidak bisa saya kunjungi karena ditutup untuk umum.
Kampoeng Kopi Banaran
Sudah puas berkeliling ke bangunan terbaik di Semarang, kini saatnya saya ajak kemu berkeliling di Kampoeng Kopi Banaran. Selama perjalanan menuju lokasi, saya sempat tertidur di dalam bus. Lokasinya memang agak jauh dari pusat kota, kebetulan tempat wisata ini termasuk wisata alam.
Kampoeng Kopi Banaran bisa dibilang paket lengkap, karena termasuk salah satu wisata agro di bawah naungan PT Perkebunan Nusantara IX. Letaknya di area Perkebunan Kopi Kebun Getas Afdeling Assinan, Jalan Raya SemarangSolo KM 35. Saya betah di sana, kenapa? Udaranya sejuk, biasanya berkisar antara 23-27 derajat Celcius. Wajar, ketinggian areanya berkisar 480-600 mdpl. Tak hanya itu, ada banyak pepohonan di sana termasuk kebun kopi, bangunan untuk menikmati kopi Banaran, area bermain anak-anak, corporate gathering, coffe walk, out bound, kolam renang, gazebo, hotel, lapangan tenis, taman buah, gedung pertemuan, musala, meeting room, dan Griya Robusta. Total luas areanya 420 hektar.
Karena waktu hanya sampai usai makan siang, tidak mungkin juga saya menikmati semua fasilitas yang ada. Pilihannya ya, naik kereta berkeliling kebun kopi. Ada pemandu lapang sekaligus supir kereta yang siap dicerca jutaan pertanyaan. Tanaman kopi di sana tinggi maksimal hanya 120 cm. Itu bertujuan agar tanaman kopi tidak tumbuh menjulang dan percabangannya cukup banyak dan dapat dijangkau saat panen.
Jenis kopi yang ditanam adalah robusta. Jika ditanya apa kekhasan kopi Banaran? "Kopinya tidak berampas dan aman buat lambung," kata Jati Nugroho, pemandu kami. Kopi sudah berusia sekitar 15 tahun dan kira-kira saat usia 43-45 tahun, tanaman kopi akan diganti dengan tanaman baru. Panen biasanya tiap bulan Juni, Juli, dan Agustus dan menghasilkan sekitar 700 ton kopi per tahun. Kabar baiknya, 75% hasilnya diekpor. Artinya, kopi di Banaran cukup diperhitungkan di luar negeri dan berkualitas. Saya juga sarankan untuk kamu yang berkunjung ke tempat ini, sewa kereta agar bisa menikmati kesejukan kebun kopi dan melihat pemandangan Rawa Pening dari ketingian. Untuk menyewa kereta sekaligus pemandunya, kamu cukup mengeluarkan uang Rp75.000 saja.
Kelenteng Gedung Batu Sam Poo Kong
Hai teman-teman, saya perlu memberi sambutan sedikit kenapa saya senang terpilih di Jelajah Gizi 2018 ini. Karena... karena... karena... untuk pertama kalinya masuk ke kelenteng (salah satunya). Kelentengnya pun tidak kecil. Sudah lama sekali saya idam-idamkan berkunjung ke Klenteng dan melihat kesibukan apa yang ada di dalamnya. Alhamdulillah, terwujud setelah lima ribu purnama. Haha...
Kelenteng Sam Poo Kong adalah petilasan Laksamana Tiongkok Zheng He (Cheng Ho). Tempat ini dijadikan sebagai tempat peringatan, pemujaan (sembahyang), dan untuk berziarah. Konon katanya, beberapa awak kapal memilih untuk tinggal di Semarang karena telah menikah dengan penduduk setempat dan punya keturunan. Tak heran jika di Semarang penduduk keturunan Tionghoa-nya cukup banyak.
Luas Kelenteng Sam Poo Kong 3,5 hektar. Luas itu hampir menyerupai luas kerajaan Cina. Tempat ini pun dibangun untuk mengenang Laksamana Ceng Ho karena membantu perdamaian dan menyebarkan toleransi terhadap agama apapun.
Oh ya saat Minggu, akan ramai pengunjung. Saya kira kalau hari-hari biasa tidak seramai itu. Karena ramai, biasanya ada barongsai untuk menghibur pengunjung. Juga, area-area di kelenteng dibatasi. Area untuk wisata dan sembahyang berbeda. Untuk masuk ke area sembahyang, pengunjung harus membeli peralatan sembahyang dan tidak boleh berfoto sembarangan.
Perjalanan selama di Semarang cukup menyenangkan. Saya tidak hanya bertemu teman baru, belajar hal baru, makan-makanan baru, tapi juga pergi ke tempat-tempat baru. Akhirnya menjadi tulisan ini. Di antara keseruang-keseruan itu, saya dan teman-teman harus berpisah juga, kembali ke kehidupan masing-masing, berjuang hidup kembali. Saya terbukti dapat pulang dengan selamat ke Situbondo, meski harus melalui beberapa tragedi delay nyaris empat jam dan terjebak di Bandara Juanda sampai pukul tiga pagi. Kenangan-kenangan itu masih ada, tersimpan rapi, termasuk kenangan tentang kamu, senyum kamu, perhatian kamu, dan genggaman tanganmu (eh, gimana?). Saya sudah kembali ke dunia nyata setelah usai berkisah dalam tulisan ini. Semoga tulisan ini bermanfaat. (Uwan Urwan)
Referensi
Tribunnews.com
Anekawisata.com
Seputarsemarang.com
Alamatmasedy.com
Kampoengkopibanaran.co.id
Comments