Anas (Ence Bagus), office boy di sebuah
perusahaan, berakhir dengan mati sia-sia. Teroris yang membabi buta di jalan
raya di depan Sarinah, Jakarta, menembak kepala Anas. Anas terkapar dan
meregang nyawa. Puluhan hingga ratusan orang panik setelah terjadi ledakan di sebuah
kedai kopi dan pos polisi. Mereka berhamburan, ada yang berusaha mencari tahu
apa yang sedang terjadi, ada juga yang berusaha menyelamatkan diri.
Kira-kira begitu gambaran sebagian adegan dalam film 22 Menit. Terinspirasi
dari aksi teror Bom Sarinah pada 2016 yang menghebohkan warga Jakarta secara
khusus dan Indonesia pada umumnya. Film berdurasi 75 menit ini cukup membuat
saya teralih permanen dan akhirnya mematikan smartphone. Film karya Eugene Panji dan Myrna Paramita dari
Buttonijo Films dan Bank Rakyat Indonesia mengangkat tentang keberanian warga
Jakarta dan betapa sigapnya anggota kepolisian dalam mengatasi serangan teroris
yang terjadi di kawasan Thamrin dua tahun lalu.
Bekerjasama dengan penulis naskah Husein M. Atmojo dan Gunawan Raharja, Eugene
dan Myrna mengangkat nilai-nilai kemanusiaan dalam peristiwa tersebut. Film ini
memang terisnpirasi dari kejadian Bom Sarinah tahun 2016, tapi tidak semua
nyata, karena ada beberapa bagian yang memang didramatisir untuk kepentingan
alur kisah dalam film. Buat saya, film ini tergolong sukses mencuri perhatian.
Mengingat Indonesia minim sekali film bergenre action.
Film 22 Menit sudah tayang di bioskop sejak tanggal 19 Juli 2018 dan
dibintangi oleh Ario Bayu yang berperan sebagai Ardi, anggota pasukan antiterorisme
kepolisian. Ardi mempertaruhkan nyawa demi mengamankan ibukota dari ledakan bom
itu. Firman (Ade Firman Hakim), seorang polisi lalu lintas, juga sigap membantu
mengamankan Jakarta dari serangan bom dalam waktu 22 menit. Film 22 Menit yang
memasang Ario Bayu sebagai pemeran utama ini nampaknya menarik perhatian
masyarakat. Pasalnya di hari pertama tayang, film ini sudah ditonton oleh lebih
dari 150 ribu penonton di seluruh Indonesia
Tim produksi film tentu tidak sembarangan mengapar film ini. Mereka
melakukan riset selama satu tahun di Kepolisian Republik Indonesia sebelum
dimulai. Pihak Buttonijo juga sering melakukan konsultasi dengan aparat
kepolisian demi keakuratan adegan. Bahkan sejumlah aktor yang terlibat dalam
adegan baku tembak wajib mengikuti boot
camp agar bisa tampil meyakinkan. Bahkan, Buttonijo mendirikan maket kedai
kopi dan pos polisi dalam ukuran nyata untuk benar-benar diledakkan.
Selain itu tim Buttonijo juga menggunakan teknologi CGI untuk banyak adegan
baku tembak. Teknologi ini digunakan untuk memudahkan pengerjaan dan membuat
film lebih nyata. Tak ragu-ragu, aksi baku tembak memang cukup mendebarkan.
Dibantu dengan musik dari komposer Andi Rianto.
Film 22 Menit itu juga mengangkat beberapa kisah kecil dari pemain
utamanya, misalnya Anas; Dessy (Ardina Rasti), seorang karyawati; Mitha (Hana Malasan); dan Shinta (Taskya
Namya) yang merupakan kekasih Firman. Beberapa adegan menurut saya kurang
dieksplor sehingga membuat saya berkomentar, “Kok?”, tapi secara keseluruhan
film ini layak ditonton untuk semua umur. Hem, saya rasa anak kecil harus
dibimbing saat menonton film ini. (Uwan Urwan)
Comments