Data dari beberapa penelitian
menunjukkan sebanyak 84% siswa mengaku pernah mengalami kekerasan di sekolah,
45% siswa laki-laki menyebutkan bahwa guru atau petugas sekolah merupakan
pelaku kekerasan, dan siswa usia 13-15 tahun melapor pernah mengalami kekerasan
fisik oleh teman sebaya. Sementara itu data lain sebutkan bahwa 75% siswa
mengaku pernah melakukan kekerasan di sekolah, 22% siswa perempuan menyebutkan
bahwa guru atau petugas sekolah adalah pelaku kekerasan, dan 50% anak mengalami
perundungan (bullying) di sekolah.
Angka yang cukup mencengangkan jika ditelusuri memang. Data di atas baru
yang terukur ya. Tidak semua anak mampu menceritakan pengalamannya saat
mengalami kekerasan atau menjadi pelaku kekerasan kepada orang lain. Kejadian
ini tentu saja bukan hal yang bisa diabaikan begitu saja. Sebab tindak
kekerasan memengaruhi jiwa seseorang.
Anak adalah generasi masa depan bangsa. Jika jiwanya terganggu bisa
berakibat fatal. Tidak semua orang tua juga mengerti kalau gangguan jiwa pada
anak bisa saja terjadi, bahkan penyebabnya bisa jadi dari keluarga. Saya pernah
bercerita kalau pernah menjadi korban perundungan selama bertahun-tahun. Tidak
seperti orang dewasa, anak-anak justru tidak hanya murung, tapi bisa juga
berujung dengan bunuh diri. Dulu saya pun sempat ingin melakukan hal yang sama,
membayangkan minum sebotol obat nyamuk atau minum banyak pil yang entah itu
untuk sakit apa.
Anak-anak sangat rentan sakit, dibentak sekali saja bisa membuat bentakan
itu teringat sampai sekarang, apalagi kalau dirundung hampir setiap hari.
Efeknya bisa beragam, murung, pendiam, antisosial, atau hal-hal buruk lain.
Beberapa teman saya, begitu lulus sekolah tingkat SMA, ada yang tiba-tiba
berubah. Mereka berkumpul dengan komunitas yang menurut sebagian orang buruk,
tapi di sisi lain saya sadar mereka lebih diterima di lingkungan tersebut. Saya
masih tergolong orang yang mau menggunakan akal sehat, meski tidak selalu
begitu. Haha...
Generasi mileneal
Perundungan yang saya alami berlangsung sampai saya menempuh sudi di sebuah
perguruan tinggi. Ya, meski intensitasnya tidak sesering waktu masih anak-anak,
tapi rasanya masih sama. Apalagi saat remaja merupakan masa transisi, di mana
ada banyak perubahan dan dinamikan baik secara biologis, sosial, dan
psikologis. Saya rasa penting sekali membina generasi muda, mulai dari
anak-anak hingga remaja agar sehat jiwa dan raga. Kesehatan tidak hanya dinilai
dari fisiknya saja, tapi jiwa juga.
Saat perubahan-perubahan itu terjadi dengan cepat, tuntutan menjadi semakin
tinggi, kondisipun menjadi semakin rumit. Beberapa kasus diperparah dengan
kesibukan atau kondisi sosial ekonomi orangtua, tekanan dan tuntutan
pendidikan, perubahan gaya hidup, dan lain-lain bisa memicu terjadinya stres.
Kalau stres tidak ditangani dengan baik bisa jadi gangguan jiwa. Menurut WHO, separuh
dari gangguan kejiwaan dimulai sejak usia 14 tahun, tapi sayangnya sebagian
besar kasus tidak terdeteksi dan tidak tertangani.
Depresi merupakan yang banyak sekali dialami anak muda, jika tidak
ditangani bisa mengarah pada bunuh diri. Apa hanya itu efeknya? Tidak. remaja
bisa terjerumus dalam penggunaan obat-obatan terlarang, perilaku seks dan
perilaku berisiko lain, termasuk obesitas yang disebabkan oleh perilaku makan
tidak tepat.
Saat ini beberapa orang yang mengalami depresi biasanya akan melakukan
curhat di media sosial. Kemajuan teknologi memang membawa dua dampak, baik dan
buruk. Kalau tidak disikapi dengan baik, akan memberi dampak buruk. keasyikan
di dunia maya membuat kreativitas dan daya gerak kian berkurang. Ternyata
gangguan kejiwaan juga tidak disebabkan oleh perundungan di dunia nyata atau
pun di dunia maya, tapi jug karena aktivitas yang berlebihan di dunia maya.
Saat ini banyak beredar kasus perundungan di media sosial dengan komentar
negatif, cacian, olokan, dan lain-lain. Tentu saja itu mengakibatkan dampak
negatif jika berlangsung terus-menerus. Gangguan jiwa yang biasanya disebabkan
oleh dampak penggunaan smartphone, yaitu Electronic Screen Syndrome, Internet
Addiction Disorder, dan Internet
Gaming Disorder.
Sebagai orangtua, masyarakat, dan pembaca tulisan ini, saya hanya ingin
mengimbau jika penyakit kejiwaan bisa terjadi kepada siapa saja termasuk kamu
yang saat ini terdiagnosa sehat secara fisik. Dan kalau menemukan anak atau
remaja dengan perilaku tidak wajar, seharusnya segera ditindak, didekati, dan
dicarikan solusinya. Arahkan anak ke kegiatan-kegiatan positif, seperti
kegiatan berolahraga, lebih banyak waktu bersama keluarga, bergabung dengan
mereka yang punya hobi sama, dan lain-lain. Dukung selalu keinginan anak, kalau
pun tidak sesuai, arahkan, tapi tidak dengan dipaksa. Jadi menurut saya,
penting untuk tahu kesehatan jiwa kita dan orang-orang sekitar agar bisa
menyikapi dengan baik perilaku mereka.
Comments