“Tolong
sumbangkan bukumu untuk adik-adik di daerah terpencil,” kata seorang teman
sewaktu dia ikut kegiatan Indonesia Mengajar di daerah terpencil, lupa nama
lokasinya.
Saya juga pernah
berdiskusi dengan teman, di daerah terpencil akses untuk mendapatkan informasi
cukup sulit. Bisa jadi karena lokasinya jauh dari kota, berada di tengah hutan,
tidak adanya toko buku, akses internet belum ada, dan lain-lain. Mereka
biasanya hanya mengandalkan pengetahuan yang sudah ada saja. Tidak sedikit dari
anak-anak yang senang sekali mendapatkan hadiah buku, atau ada koleksi buku
baru di perpustakaan sekolah.
Saya pernah ada
ada di dalam era buku menjadi bahan bacaan favorit untuk semua orang. Banyak
taman bacaan muncul dan membuat penggemar buku makin bahagia. Saya berebut
novel dengan teman-teman, jadi mau tidak mau harus sering-sering ke
perpustakaan atau taman bacaan. Semakin sering berkunjung, semakin senang
karena bisa mendapatkan buku yang ingin dipinjam. Paling senang lagi kalau bisa
pinjam buku terbaru.
Penerbit dan toko buku gulung tikar
Semakin ke sini,
keberadaan buku dan perpustakaan hanya sebagai sebuah kebanggaan saja. Bahkan
saya membeli banyak buku hanya untuk disimpan di dalam lemari. Sedih memang.
Apalagi sejak saya punya smartphone dan bekerja sebagai agen media sosial. Mau
tidak mau jadi gila gadget dan buku semakin tidak menjadi perhatian. Padahal di
daerah yang tidak terjangkau teknologi, buku masih menjadi primadona.
Perubahan itu
efeknya cukup besar. Buku-buku hardcopy pun berubah menjadi digital. Efek
positifnya, penggunaan kertas kian sedikit, tapi efek negatifnya, banyak
penerbit dan toko buku gulung tikar. Makin sedikit orang datang ke toko buku
untuk membeli buku dan semacamnya. Tak hanya toko buku, media cetak pun
bangkrut. Beberapa toko buku yang saya tahu tutup di beberapa mall. Antara
sedih tapi saya juga tidak bisa berbuat apa-apa, toh salah satu penyebab mereka
tutup itu saya sendiri karena memang sudah nyaris tidak pernah membeli buku
lagi.
Kebetulan saya
pernah bekerja di sebuah perusahaan penerbitan majalah dan penerbitan buku.
Selama itu saya mendapat berita beberapa majalah lebih memilih tutup karena
omsetnya kian anjlok. Penyebabnya penjualan majalah berkurang. Penurunan omset
itu menyebabkan perusahaan menurunkan kebijakan untuk mengurangi jumlah
karyawan di perusahaan. Berita itu juga saya terima setelah beberapa tahun
tidak bekerja di perusahaan penerbitan majalah itu. Belasan orang diberhentikan
kerja karena perusahaan “mungkin” tidak sanggup menggaji karyawan dengan jumlah
tertentu lagi. Untuk itu harus dikurangi.
Saat ini berita
online kian digemari apalagi yang beritanya bisa dibaca sekilas. Orang makin
malas membaca artikel panjang. Teknologi kian canggih orang makin ingin praktis
melakukan sesuatu, termasuk membaca. Jangan salahkan keadaan, memang sebenarnya
manusianya yang malas, termasuk saya.
Gerakan berbagi #BukuUntukIndonesia
Untuk membantu menyelesaikan masalah-masalah serius tersebut, PT Bank Central ASIA Tbk (BCA) sudah melakukan gerakan berbagi #BukuUntukIndonesia. BCA mengumpulkan donasi sebesar Rp2.452.287.951. Total dana yang disalurkan sebesar Rp2.553.000.000 yang dikonversi dalam 43.734 buku dan disalurkan ke 111 sekolah di 60 area di Indonesia. Gerakan mulia itu sudah diadakan sejak Maret 2017 dengan mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk ambil bagian. Caranya dengan memilih paket berbagi yang tersedia, lalu dan yang terkumpul melalui gerakan tersebut dikonversi menjadi buku. Proses konversi buku tersebut bekerja sama dengan toko buku di Indonesia. Sebagai bentuk apresiasi terhadap bantuan donasinya, BCA menyediakan kaos kebaikan.
Kebetulan saat
upacara penutupan gerakan ini (14/11/2018) di Menara BCA, Jakarta, Bapak Jahja
Setiaatmadja sempat bilang begini, “Sekarang memang zaman gadget, tapi
anak-anak bermain smartphone kebanyakan untuk bermain games, bukan untuk
membaca. Kalau medianya buku pasti berbeda.” Dengan bermain smartphone,
biasanya pembelajaran cukup terganggu jika ada notifikasi pesan atau tiba-tiba
ingin browsing sesuatu. Kita bisa
terdistraksi sehingga proses belajar kecuali data internet dimatikan.
BCA juga
bekerjasama dengan banyak pihak dalam melaksanakan gerakan itu. Harapannya sih,
agar buku-buku yang didonasikan bisa dipakai jadi penunjang dan penggerak
generasi muda untuk meraih mimpi. Buku-buku yang dibagikan berupa, buku
pengetahuan umum, buku pembangunan karakter, buku cerita anak. Buku-buku itu
juga dibagikan kepada emat sekolah dasar pada saat upacara penutupan gerakan
#BukuUntukIndonesia, yaitu SDN Telaga Asih 01, SDN Parung 4, SDN Taktakan 1,
dan SDN Taktakan 2 sebagai simbolis bahwa gerakan itu telah selesai.
Berkah
Kegiatan itu
ternyata tidak hanya membawa angin segar untuk anak-anak di 111 sekolah di
Indonesia, tapi juga berkah untuk penerbit buku dan orang-orang yang ikut berdonasi.
Terbukti beberapa penerbit tidak jadi gulung tikar karena permintaan buku dari
gerakan ini meningkat. Bertambahnya permintaan buku tersebut meningkatkan omzet
penerbit dan toko buku. Selain itu orang-orang yang sebelumnya terancam tidak
punya pekerjaan akibat penerbit gulung tikar, gagal. Kehidupan keluarga mereka
terjamin untuk sementara waktu dan ilmu-ilmu yang harus disebarkan kepada lebih
banyak orang benar-benar terdistribusi dengan baik. Berkah lainnya, donatur
mendapatkan kebahagiaan dan pahala dari berbagi kebaikan.
Harapannya
gerakan semacam ini tidak hanya berhenti di situ, tapi perusahaan-perusahaan
juga organisasi lain melanjutkan gerakan semacam ini agar perekonomian tetap
stabil dan kebutuhan akan ilmu untuk anak-anak negeri yang tinggal di pelosok
terpenuhi. BCA saja mengumpulkan donasi selama satu tahun untuk mendapatkan
angka 2,5miliar rupiah, yaitu dari tanggal 15 Maret 2017 hingga 21 Maret 2018.
Setelah terkumpul, BCA bekerjasama dengan penerbit, melakukan pendataan buku
apa saja yang harus dibeli, mendata sekolah-sekolah yang sekiranya lebih perlu
mendapat bantuan donasi buku, dan membagikannya. Tercatat sekolah-sekolah yang
mendapat bantuan buku tersebar di Aceh dan Lampung (untuk mewakili Pulau
Sumatra), Garut dan Solo (mewakili Pulau Jawa), Singkawang (mewakili Pulau Kalimantan),
Makassar dan Manado (mewakili Pulau Sulawesi), dan Kupang (mewakili Nusa
Tenggara Timur).
Kegiatan ini
memang belum bisa menjangkau lebih banyak tempat di Indonesia, tapi minimal
gerakan ini menyelamatkan banyak orang dari ancaman pengangguran dan kebodohan.
“Demi menciptakan bangsa yang cerdas, akses anak bangsa terhadap buku harus
dibuka seluas-luasnya. Termasuk di era teknologi ini, harus diimbangi dengan
tersedianya buku-buku berkualitas dan untuk mendidik generasi bangsa yang kelak
akan mewarisi negara ini,” tutup Jahja.
Oh ya, ada yang
belum tersampaikan. Berkah lain dari kegiatan itu, membuat BCA mendapatkan
penghargaan dari MURI dengan kategori “Rekor Donansi Kepada Anak Sekolah Dasar
Negeri Terbanyak”. Belum pernah ada di Indonesia perusahaan yang melakukan itu,
termasuk di dunia. Prestasi ini tentu membawa nama harum Bank BCA setelah
mendapat prestasi-prestasi lain.
Comments