Pertama kali saya dapat uang
dari media sosial adalah Rp50.000. Itu hasil penjualan lukisan berkat iseng
yang saya upload di Facebook.
Saya adalah orang yang ingin sekali kaya raya dalam sekejap. Tak heran tawaran Multi Level Marketing (MLM) gampang sekali masuk ke dalam otak saya. Iming-iming naik haji atau liburan ke Eropa semakin menambah keyakinan untuk bergabung.
Sayangnya MLM tidak membuat saya kaya dalam jangka waktu tiga bulan.
Semuanya perlu proses dan saya tidak suka ketika iming-iming uang beratus-ratus
juga atau liburan naik kapal pesiar sudah ditancapkan ke para downlinenya.
Tidak salah sih. Hanya saja, untuk pemalas seperti saya bekerja dengan
rangkaian tugas yang diberikan upline saya cukup melelahkan. Untuk sampai ke
peringkat bintang lima yang tinggal ongkang-ongkang kaki di rumah menerima
transferan itu masih bertahun-tahun lamanya. Apalagi harus mengumpulkan orang
untuk dijadikan bawahan.
Budak korporat
Bukannya kaya, justru dengan ikut MLM saya mengeluarkan uang yang tidak sedikit juga untuk investasi seminar, outbond, dan tetek bengek acara yang harus dijalani. Sama saja. Akhirnya lulus kuliah saya kembali seperti orang kebanyakan, mencari lowongan pekerjaan dan mendaftar sana-sini.
Butuh waktu berbulan-bulan juga sampai akhirnya saya dipanggil ke Jakarta
untuk melakukan serangkaian tes pra-kerja. Perjuangan yang lebih masuk akal
buat saya dibandingkan dengan MLM. Hehe.. Bukan bermaksud merendahkan MLM,
hanya saja tempat saya bukan di situ. Beberapa teman yang bergabung di MLM
terbukti sukses dan mendapatkan penghasilan besar dari itu.
Bekerja di kantor selalu punya siklus. Mendekati akhir bulan, hidup terasa
seperti sulit bernapas karena kondisi keuangan menipis. Tidak ada pemasukan
lain selain gaji bulanan. Gaji bulanan sekian, dikurangi uang kos bulanan,
ongkos transportasi, makan, dan jajan yang tak kunjung usai. Habis. Serius.
Kadang jadi minus juga. Hehe... Katanya saya boros.
Saya bukan tipe-tipe orang yang senang berada di dalam ruangan sepanjang
waktu memang. Saya butuh udara dan ruang gerak yang lebih luas. Saat saya
pindah perusahaan, waktu luang lebih banyak. Kebetulan saya memang senang
menggambar abstrak dalam bentuk apapun dan dengan menggunakan media apapun.
Buku catatan untuk rapat justru dipenuhi dengan gambar-gambar tidak penting.
Biasanya saya tempel di meja kerja atau disimpan di dalam map. Selain itu saya
juga suka memotretnya kemudian diposting di Facebook.
Ngalay di medsos
Tidak sekali dua kali saya posting, sudah sejak lama. Entah itu gambar bagus atau biasa, ya saya posting. Sempat juga ikut tantangan 30 hari menggambar. Dari situ saya berteman dengan orang baru yang juga suka menggambar. Karena rajin memosting, banyak orang yang melihat perkembangannya. Ada yang suka, ada juga yang tidak.
Saya akhirnya juga punya Fanpage Uwan’s Art dan akun Instagram uwans_art. Dasar
memang followersnya sedikit ya, jadi
saya link-kan dan share ke Facebook. Hehe... Kedua media
sosial itu kemudian terkhususkan untuk produk art dan semua yang berhubungan
dengan menggambar. Postingan lain dialihkan ke akun lain.
baca juga curhatanku yang lain : Pengalaman dibully 12 tahun
Tiba-tiba ada seorang teman yang berkomentar di salah satu postingan, minta
dibuatkan gambar untuk dia pajang. Muncullah angka Rp35.000 untuk harga satu
gambar. Hah? Serius 35ribu? Iya. Saya bukan orang yang bisa berdagang atau
bernegosiasi (sampai sekarang sih), apalagi kalau yang meminta seorang teman. Itu terjadi pada 2015, saat saya
kembali setelah sekian lama tidak menyentuh kuas lukis lagi.
Prestasi saya dalam dunia menggambar hanya satu, juara 1 lomba Khatil Quran
(kaligrafi) tingkat kampus. Jangan bayangkan saya bisa membuat kaligrafi dengan
baik. Tidak. Kebetulan saja peserta lain waktu itu lukisan kaligrafinya lebih
jelek dibandingkan karya saya. Haha.. Tahun berikutnya saat saya ikut lagi,
malah tidak jadi pemenang, meski itu juara harapan. Cat poster sisa lomba
kaligrafi itulah yang saya pakai untuk melukis kembali.
Kembali lagi pada harga 35ribu untuk satu lukisan di atas kertas A4 (kalau
tidak salah). Teman saya justru membayar lukisan itu seharga 50ribu rupiah. Dar
situlah kemudian saya sadar dan mulai mengembangkan hobi. Setelah menggambar,
posting, gambar, posting, gambar, posting. Kemudian ada inbox Mesenger dari
teman, meminta izin salah satu gambar di Uwan’s Art untuk dijadikan kover buku
kumpulan puisi.
Menganggur, Yeay
Saking gilanya, saya membeli beberapa cat, salah satunya cat khusus
keramik. Saya berniat menggambar di keramik (mug, piring, dan perlengkapan
berbahan keramik lain). Kemudian saya resign
dari pekerjaan saya lalu pulang ke Situbondo. Ya, saya beranikan untuk menjadi
pengangguran karena saya stres. Tidak betah di kantor karena ya memang bukan
dunianya. Berdiam diri di satu tempat dalam jangka waktu lama bisa membuat saya
mati kebosanan. Akibatnya, pekerjaan-pekerjaan saya banyak yang terabaikan,
sering izin tidak masuk kantor, sering sakit, bahkan beberapa bulan terakhir
sebelum mengundurkan diri saya diare akut.
Waktu itu saya sudah menjadi blogger, nama blog saya masih
www.uwanurwan.blogspot.com, belum beli domain. Setelah ikut acara blogger gathering di Bandung, saya putuskan untuk pulang. Tahu tidak,
setelah resign, diare akut yang saya
derita selama berbulan-bulan, sembuh. Yang jelas, buat orang yang tidak senang
dengan aturan, menjadi pengangguran adalah jalan terbaik.
Di Situbondo saya mengajak kerjasama dengan teman. Saya kembangkan Uwan’s
Art dengan menjual beberapa produk lukis, mulai dari kaos, mug, tas, gantungan
kunci, dan lain-lain. Itu hanya berjalan beberapa bulan. Saya kewalahan karena
terlalu banyak ide, konsep tidak matang, dan eksekusinya setengah-setengah.
Di samping itu saya juga mendapat pesanan gambar untuk dijadikan kover buku
di penerbit indie. Lumayan sering sih tapi tidak selalu setiap bulan. Ingatan
saya agak acak sih, jadi ceritanya juga agak acak ya. Hehe...
Sempat juga lukisan saya dibeli temannya teman untuk dipajang di kantornya.
Tak cuma itu, saya juga bekerja sama dengan teman di Taiwan saat mereka mencari
ilustrator untuk kaos. Apa lagi ya? Hem, itu baru gambar-gambar saya loh.
Nganggur lagi
Modal saya hanya kenalan di media sosial. Banyak sekali teman-teman yang
saya kenal saat ini berasal dari media sosial. Saya pun mendapatkan penghasilan
dari situ. Saya bekerja di media sosial dan mendapat uang dari itu. Uang
Rp.50.000 adalah penghasilan pertama berkat aktif di media sosial.
Sekarang saya masih terbilang menganggur. Bisa dibilang panggilan ya. Kadang jadi bloger, ilustrator, influencer, buzzer, dan tukang nyampah di media sosial. Lebih banyak jadi bloger sih. |
Saya posting apa saja yang berhubungan dengan hobi, mulai dari menggambar,
menulis puisi, sampai menulis uneg-uneg. Kenapa semua ide harus disimpan di
lemari kalau bisa dipamerkan? Bukankah karya harus dipamerkan? Apa jadinya
kalau novel, roman, kumpulan puisi, dan buku lain tidak dipublikasikan? Orang
lain tidak akan pernah tahu seberapa besar potensimu. Ya, bagaimana orang akan
membayar kamu kalau mereka tidak tahu kamu bisa apa. Kebetulan saya hanya bisa
pamer di media sosial karena kalau di dunia nyata saya malu.
Oke, saya tidak malu mengaku kalau saya bloger. Saya mendapatkan uang dari
ngeblog, diundang acara untuk live tweet, uji coba produk baru, menginap di
hotel gratis, jalan-jalan ke luar kota dibiayain, mendapatkan barang keperluan
pribadi dengan voucher, dan lain-lain. Modalnya apa? Hanya media sosial.
Saya menggunakan media sosial untuk bekerja, membranding diri, memperbaiki
kualitas diri dan karya, serta tidak lupa berinteraksi dengan orang lain di
media sosial juga di dunia nyata. Kali ini saya ada di Jakarta lagi untuk
mengais rezeki. Bismillah.
Oh ya, apakah harga lukisan saya masih 35ribu rupiah? Hehe, tidak. Saya
berulang kali dinasehati teman untuk tidak menjual karya dengan murah karena
saya melihat langsung bagaimana orang tidak menghargai karya saya begitu saya
beri gratis. Lebih baik tidak ada yang membeli daripada dijual murah. Toh saya
pun tidak rugi karena karya-karya saya adalah hasil dari kegemaran, bukan
pekerjaan yang menuntut.
Intinya, saya menjalani apa yang saya suka saat ini. Apakah saya kaya raya?
Belum. Maunya sih kaya raya biar bisa membantu perekonomian keluarga, bagus
lagi membantu buka lapangan kerja untuk orang yang butuh. Yang paling penting
sih nyaman. Saat saya nyaman, mau seberapa banyak atau seberapa sedikit pun
uang yang dipunya, saya akan tetap bahagia menjalani itu. Hehe... (Uwan
Urwan)
Comments