Saya
pernah beberapa bulan (tahun 2014) mengeluarkan zakat ke badan penerima zakat
ternama, tapi terhenti. Sebab merasa jumlah yang saya keluarkan tidak sampai
Rp100.000 per bulan.
Bulan selanjutnya saya zakat
justru tidak tentu jadinya, malah kadang tidak zakat, malas berbagi. Namun
dalam setiap doa saya selalu sematkan agar dapat rezeki lebih banyak agar saya
bisa berbagi rezeki dengan yang lain. Agak kontras memang, ibaratnya saya ingin
pintar tapi malas belajar. Haha...
Jangan takut berbagi rezeki atau ilmu
Entahlah, rasanya Tuhan sedang
menunjukkan sesuatu. Saya dipertemukan dengan orang-orang beruntung, yang
menerima bantuan dari banyak orang. Sebetulnya, kalau diingat-ingat saya juga
sering dibantu orang. Hal besar yang paling saya ingat adalah saat teman-teman
saya mengumpulkan donasi untuk membantu membayar biaya kuliah. Saya tidak tahu
itu bantuan dari siapa saja, yang jelas saya merasa teman-teman sudah dengan
pedulinya mau berbagi sedikit rezekinya untuk saya.
Hal lain lagi adalah saat pihak
kampus membebaskan SPP selama empat tahun tanpa syarat apapun. Setelah itu
apakah saya tidak menerima bantuan apapun dan dari siapapun? Masih. Tidak bisa
saya sebut satu per satu, sebab terlalu banyak hal baik yang saya terima.
Alhamdulillah dan terimakasih. Yak, di dalam hidup memang akan selalu ada yang
memberi dan menerima.
Sepertinya memang jalannya, saya
diingatkan kembali tentang apa makna memberi. Mmemberi tidak selalu dengan
materi, tapi bisa tenaga, waktu, ilmu, kesempatan, cinta, kasih sayang, dan
banyak hal lagi. Alumni Kampus Institut Kemandirian dalam kunjungan bloger ke
Institut Kemandirian di Karawaci, 21 Maret 2019. bercerita bahwa mereka sangat
beruntung dibantu oleh para donatur, yang tak lain dan tak bukan adalah kita sendiri.
Uang 10ribu yang kita masukkan ke
dalam kotak amal ternyata sangat membantu keberlangsungan hidup mereka. Kadang
kan kita tanpa sadar memberi sumbangan dua ribuan sampai lima puluh ribuan tuh.
Kalau ada yang sudah niat, biasanya menyumbang dalam jumlah cukup besar. Dari
uang itu ternyata sebagain digunakan di Institut Kemandirian untuk pelatihan
orang-oang yang sedang menganggur atau mereka yang kesulitan ekonomi karena
hal-hal tertentu.
Dompet Dhuafa (DD) melalui Insitut
Kemandirian menjadi perpanjangan tangan bagi orang-orang yang mau berbagi dan
menerima. DD juga sebagai filantropi Islam yang bersumber dari dana
zakat, sedekah, infak, dan wakaf (ZISWAF), serta dana halal lain, banyak
melakukan kegiatan yang berhubungan dengan kemanusiaan dan wirausaha sosial
profetik. Dompet Dhuafa juga menghadirkan program-program yang hasilnya bisa
dirasakan langsung oleh masyarakat luas, sehingga makin menyadarkan mereka untuk
jangan takut berbagi.
Institut kemandirian adalah hasil wakaf
Berawal dari kisah Almarhum Prof.
Drs Amir Radjab Batubara dan istri saat masih aktif bekerja. Amir selalu
meluangkan waktu akhir pekannya untuk mengajar anak-anak yatim dan dhuafa di
rumahnya. Saat berkunjung ke daerah-daerah pun ia meminta seseorang untuk
dicarikan anak yatim yang bisa dibantu. Melalui itu, Amir menyekolahkan
anak-anak yang harusnya sekolah dan diberi biaya hidup. Banyak orang yang
terbantu dengan kehadirannya.
Setelah ia meninggal, lahan yang
Amir punya di Karawaci, Tangerang, diwakafkan oleh keluarganya ke Dompet
Dhuafa. Lahan iTu kemudian didirikanlah Institut Kemandirian sebagai wujud
cintanya kepada kaun dhuafa, yang kemudian didedikasikan dalam bentuk
pendidikan keterampilan. Sekolah ini memberi pelatihan kepada generasi muda
dari kalangan pengangguran dan dhuafa.
Sekolah keterampilan ini
merupakan wujud pengentasan kemiskinan dan pengangguran. Ada beberapa bidang
kejuruan, mulai dari jurusan teknisi otomotif sepeda motor, teknisi telepon
seluler, tata busana, salon muslimah, dan IT desain grafis dan video editing.
Tak hanya itu, sekolah ini juga punya program lain dengan bekerja sama dengan
mitra. Bahkan, Dompet Dhuafa mencetak wirausahawan muda dari kalangan kaun
dhuafa. Terobosan ini tentu membantu banyak masyarakat yang semula tidak punya
pekerjaan menjadi masyarakat berpenghasilan mandiri.
Kebetulan saat pulang saya diberi
oleh-oleh berupa kripik pisang an kopi dong. Itu juga adalah hasil kerjasama
dengan Dompet Dhuafa. Makin banyak yang berwirausaha, pengangguran bisa
berkurang. Masyarakat pun jadi punya keterampilan. Apalagi menjelang bulan
puasa nih. Program “Jangan Takut Berbagi” harus benar-benar menjadi pedoman
buat kita, bahwa berbagi tidak melulu balasannya akan kembali ke kita dalam
bentuk materi juga, tapi lebih dari itu. Berbagi sedikit tapi mampu membuat
orang-orang bertahan hidup, tentu adalah hal lain, yang sebenarnya kalau sadar,
kita akan merasa menjadi orang yang beruntung dengan kehidupan kita yang serba
cukup. Jadi, jangan takut berbagi ya!
Comments