Tak hanya orang-orang lokal yang bela-belain datang ke Kampung Warna Warni Jodipan, wisatawan asing juga. Mungkin karena saking tersohornya, jadi bahan perbincangan di mana-mana termasuk di media sosial, juga karena termasuk wisata Malang murah. Melanjutkan tulisan sebelumnya, di mana aku harus lewat Kampung Tridi dan mencari jembatan kaca sebagai penghubung antara dua kampung ini. Mulanya kupikir jembatan itu cukup tinggi seperti di tebing, begitu tiba, oh jembatan itu.
Menyebrangi Sungai Brantas, meniti jembatan kaca
Antara Kampung Warna Warni Jodipan dan Kampung Tridi dibatasi oleh Sungai Brantas. Dari jembatan kaca aku bisa melihat jembatan besar yang fungsinya tak cuma jadi penghubung, tapi juga jalan raya. Di balik itu, aku juga bisa melihat kereta melintasi jembatan itu. Kalau naik dari Stasiun Malang Lama atau dari arah Jakarta, sebelum tiba, di sisi kiri akan bisa melihat jelas Kampung Warna Jodipan dan Kampung Tridi dari dalam kereta.
Di permukaan Sungai Brantas waktu itu tergenang sampah-sampah dan saat aku melihat dari atas memang tidak seindah seperti di foto. Namun kalau mau dibandingkan dengan sungai di Tebet Timur, Jakarta, Sungai Brantas di Malang masih jauh lebih manusiawi.
Sebelumnya, untuk masuk ke Kampung Warna Jodipan kalau dari Kampung Tridi harus lewat jembatan besar. Pengunjung harus berjalan memutar dan itu cukup melelahkan. Sekarang sudah ada jembatan kaca berwarna kuning. Tak begitu besar dan tidak seram. Kaca yang dimaksud itu jadi pagar di mana diperkuat dengan kerangka dan pegangan besi.
Yang benar-benar transparan adalah kaca yang dipakai sebagai pagar, sementara di lantainya, hanya berupa kaca yang buram, seperti yang dipakai untuk jadi pintu kamar mandi hotel. Aku yang takut ketinggian jadi tak perlu meringgis begitu lewat di jembatan kaca itu. Jembatan ini juga unik dan instaramable. Memang sih, wisata di Kampung Tridi dan Kampung Warna Jodipan memang targetnya untuk diposting di media sosial. Jadi warga sekitar juga sudah biasa dengan pemandangan itu.
Banyak spot foto di Kampung Warna Warni Jodipan (KWJ)
Sebagai wisata Malang murah, Kampung Warna Warni Jodipan, Malang, dengar-dengar dulunya adalah pemukiman kumuh. Kemudian melalui tugas, kelompok mahasiswa yang bernamakan GuysPro Ilmu Komunikasi UMM mengonsep KWJ, meski sempat ditolak, akhirnya jadi juga. Tak hanya membuat kampung kumuh itu jadi cerah warna-warni, tapi ternyata menjadikan masyarakatnya punya kebiasaan baik dengan tak buang sampah ke kali lagi dan itu berhasil. Kampung Warna Jodipan diresmikan pada 4 September 2016 oleh Walikota Malang.
Meski membayar tiket masuk lewat Kampung Tridi, karena berbeda kampung dan wahana, pengunjung diminta untuk membayar tiket masuk lagi. Begitu turun dari jembatan kaca, akan ada petugas yang menunggu. Tiket wisata Malang murah ini hanya tiga ribu dan sebagai kompensasinya aku mendapat satu stiker.
Aku juga sempat baca-baca kisah tentang KWJ ini. Tentu prosesnya gak mudah, pasti warga awalnya tidak senang dengan ide itu, pasti teman-teman yang punya ide itu ingin menyerah, tapi berkat kegigihan, berhasil juga.
Warna-warni terlihat indah, mulai dari lantai, tembok, genteng, sampai pernak-pernik yang mereka gunakan untuk kepentingan anak milenial berswafoto. Kampung Warna Jodipan terlihat lebih rapi, matang, dan terkonsep dengan benar dibandingkan Kampung Tridi. Begitu masuk gang, naik tangga, masuk lagi, jalan lagi, pikiran yang semula bilang, “Gini doang?” langsung hilang. Berganti mengeluh karena kepanasan dan berkeringat.
Di gang-gang wisata Malang murah ini, ada bola-bola yang diwarnai digantung, ada kaleng plastik cat yang juga digantung, ada capit-capit, ada topeng, ada payung, ada topi, dan lain-lain. Spot foto di KWJ lebih banyak dan lebih rapi. Beberapa warga yang kutemui pun tampak ramah. Bahkan anak-anak kecil ikut membantuku menemukan jalan keluar saat tersesat.
Setelah merasa cukup, aku kembali, melewati jembatan kaca dan kembali ke pintu masuk Kampung Tridi. Menyenangkan ternyata, apalagi kalau dilihat dari jauh. Oh ya, tak berbeda dengan di Kampung Tridi, di KWJ kalau jam-jam dapur ngebul pasti akan ditemani bau masakan dan kalau berkunjung pada hari biasa, akan jauh lebih nyaman sepertinya. Befoto-foto akan jauh lebih leluasa.
Setelah keluar dari Kampung Warna Warni Jodipan, Malang, aku pun sarapan (sekaligus makan siang) pecel di pinggir jalan. Nikmat sekali. Usai sarapan, aku melihat gapura berwarna biru, bertuliskan Kampung Biru. Ah, kok baru ketemu sih, mood-ku sudah berubah dan harus buru-buru pulang ke Situbondo sebelum terlalu siang. Lain kali mungkin ya akan kusediakan waktu lebih banyak eksplorasi Malang.
Comments