Konsep hidup minimalis sebenarnya sudah ada dari zaman dahulu kala. Hanya saja manusia memang diciptakan untuk punya sifat ingin ini, ingin itu, banyak sekali. Semua semua semua bisa dikabulkan dengan duit. Wkwk. Tapi memang ya bener loh. Keinginnan manusia gak habis-habis.
Aku orang yang minimalis untuk hal-hal tertentu. Misalnya sih untuk urusan makan. Jika sudah kenyang, ya udah, keinginan buat jajan ini itu gak ada lagi. Mau ditawari makanan dengan promo gila-gilaan kalau sudah gak inat, ya sudah. Berbeda sekali dengan teman saya. Mau nonton film yang hanya dua jam saja, dia harus membawa cemilan ke dalam bioskop, minimal minuman.
Kebahagiaan setiap orang berbeda
Kadang gak habis pikir, ini cuma nonton lo bukan pergi ke luar kota, tapi karena aku gak punya hak atas kehidupan seseorang, ya tidak dilarang. Bebas. Suka-suka dia. Kadang hanya nyeletuk, “Baru juga habis makan!” terus ya diam karena memang gak punya hak penuh untuk melarangnya membeli apapun. Kecuali dia beli pakai uangku ya. Haha...
Secara keseluruhan teman-teman bilang aku hidup sederhana, ya tapi begitulah. Dalam tulisan ini aku gak punya tips apa-apa, cuma sekadar curhat yang berhubungan dengan konsep hidup minimalis, hidup sederhana. Sempat menemukan postingan Revinant yang dishare banyak orang tentang “Baju kok itu-itu aja?”. Di dalam postingan tersebut menjelaskan bahwa kalau ada yang berkomentar, “Kok pakai baju itu-itu saja?” Ya wajar karena setiap baju yang kita beli bisa dipakai berulang kali. Ada teknologi yang namanya mesin cuci dan deterjen.
Bila memang baju itu-itu saja yang dipakai seseorang, ya bisa jadi itu baju kesukaan. Baju yang amat sangat disukai bisa amat sangat sering sekali banget dipakai. Ya namanya juga lagi suka. Kalau pun bajunya sudah lusuh dan masih dipakai, ya wajar. Hak setiap orang memakai apa saja yang mereka mau pakai. Bisa jadi juga orang itu hidup sederhana. Selama baju yang dipakai tidak compang-camping harusnya gak masalah. Ya gak sih?
Baca juga : Hebatnya Magnet Drama Medsos
Dan lagi aku juga pernah bertemu dengan teman yang memang menerapkan konsep hidup minimalis, bahasa lainnya hidup sederhana. Dia sempat nyeletuk, “Baju itu cukup lima potong. Tidak usah banyak-banyak.” Bikin aku mikir. Iya, ya, tapi balik lagi. Tiap kita kan punya standar kebahagiaan masing-masing. Bisa jadi ada yang memang minimalis untuk jumlah baju di rumah, tapi dia memilih untuk banyak membeli buku atau bahan bacaan lain.
Hidup menumpuk barang vs hidup minimalis
Bukan hanya soal standar kebahagiaan sih, tapi lebih kepada apa yang masing-masing orang butuhkan. Tiap orang punya kebutuhan masing-masing. Memang ada orang yang tipenya menumpuk barang, dipakai pun enggak. Kuakui pun aku juga menumpuk barang-barang hasil event. Biasanya memang ditumpuk terlebih dahulu sebelum didistribusikan ke keluarga atau ke orang lain.
Ada juga yang menumpuk barang untuk tujuan biar bisa dipakai kalau ada acara besar. Contohnya ibuku sendiri suka menumpuk barang pecah belah semacam piring dan perabotan masak, termasuk tikar. Mulai dari yang ukuran kecil sampai besar. Dalam jangka waktu lama memang gak dipakai, tapi kalau ada acara besar, misalnya nikahan atau arisan, ibu tidak perlu susah payah mencari panci besar kalau memasak.
Baca juga : 10 Hal Yang Bikin Malas Jadi blogger
Tah hanya itu, saat dibutuhkan, tetangga-tetangga juga meminjam ke keluargaku kalau mereka ada acara besar. Jadi, menurutku kalau memang dengan konsep hidup minimalis kamu bisa bahagia, ya lakukan. Belilah barang seperlunya, kalau ada kebutuhan mendesak pinjamlah barang itu ke teman atau saudara yang punya barang berlebih. Sepertinya itu simbiosis mutualisme yang bisa dilakukan oleh manusia. Jadi buat orang yang hidup minimalis, hidup sederhana, tidak punya banyak barang bisa bekerja sama dengan orang-orang yang suka menumpuk barang, misalnya pinjam atau sewa.
Comments