Istilah rumput hijau memang lebih tetangga daripada rumput sendiri, memang benar. Eh, kamu gak merasa janggal? Hahahaha... Yang benar, rumput tetangga memang terlihat lebih hijau daripada rumput sendiri. Istilah ini sudah turun-temurun dipakai sampai orang-orang kadang abai. Biasanya dimaknai dengan, ya kita harus selalu bersyukur sama apa yang kita punya. Ya, sesederhana itu.
Gak melulu harus bersyukur, tapi kudu bersaing
Aku setuju dengan pendapat di atas, kita harus selalu bersykur atas kehidupan yan sudah kita jalani, atas apa yang kita punya, dan apa yang sudah kita usahakan. Ya memang. Namun, untuk hal lain aku gak begitu sepakat. Kita malah justru harus ngelihat orang lain agar kita selalu terpacu untuk jadi lebih baik dan lebih baik. terus saja begitu.
Istilah kasarnya sih iri. Loh, iri itu boleh. Kenapa harus dilarang? Iri adalah sifat yang Tuhan kasih untuk manusia kok. Yang salah adalah mengekspresikan iri tersebut ke hal-hal negatif, misalnya jadi bergunjing dan ngejulidin tetangga sampai ke bikin fitnah. Gak boleh! Serius itu gak boleh!
Ada lagi nih iri yang buruk, tetangga beli mobil, kamu ikutan gatal beli mobil. Tetangga beli kulkas, kamu beli kulkas yang lebih besar dan mahal. Buat apa? Buat memuaskan nafsu berahimu? Gak penting!
Iri yang boleh adalah dalam hal kebaikan. Misalnya kamu melihat tetanga banyak melakukan kegiatan sosial, terpaculah untuk iri dan menjadi seseorang yang lebih baik. Ya gak harus bergerak di bidang sosial juga, tapi berjuang di bidang yang kamu geluti sekarang. Atau saat kamu dan teman-temanmu menganggur, kemudian kamu sedih karena temanmu lebih dahulu mendapat pekerjaan. Apakah kamu tinggal diam? Tentunya kamu berusaha lebih keras agar dapat pekerjaan bukan? Kalau begitu, tetanggamu punya prestasi dan kamu juga punya prestasi. Begitu ketemu pas lebaran saling sharing ilmu. Begitu kan lebih baik.
Rumput tetangga harus selalu lebih hijau
Ada satu pelajaran berharga ketika melihat percakapan orang di Twitter. Lupa bahasan awalnya apa. Intinya begini,
Hidup itu kompetisi. Tujuannya biar lebih baik terus. Gak usah baper kalo ditanya berapa nilai IPK, nilai ujian, berapa gajinya, berapa standar ini itu, dan lain-lain. Kalau kita gak tahu nilai orang lain, kapan kita mau belajar jadi lebih baik bila misalnya standar kita jauh di bawah temen-temen kita? Kapan kita termotivasinya kalau nilai-nilai kita itu jeblok? Kita gak bakalan belajar!
Terus mikir, iya ya. Iya ya. Iya ya. Betul juga.
Kebayang kalau misalnya kita sama sekali ga ngerti standar mutu air yang berkualitas, mungkin sampai detik ini gak ada yang namanya air kemasan yang disuling berkali-kali dan disterilisasi. Mungkin sampai detik ini kita meminum air yang tercemar dan banyak yang sakit diare tanpa tahu penyebabnya. Mungkin kalau tidak ada yang namanya standar, kita gak pernah terpacu untuk menjadi nomor satu, kecap nomor satu, sepatu berkualitas nomor satu, beras terbaik, dan lain-lain. Juga kalau dilihat dari seberapa banyaknya followers di Instagram dan jumlah komentarnya, seseorang bisa dikategorikan sebagai selebgram atau tidak. Banyak yang akhirnya terpicu untuk jadi selebgram karena pekerjaannya dianggap menyenangkan.
Terakhir, rumput tetangga memang selalu terlihat hijau, tapi jangan lupa kalau rumput di rumah kita juga bisa lebih hijau.
Comments
Atau jangan-jangan lebih hijau karena kita melihatnya dari kejauhan, atau jangan-jangan hanya karena effect cahaya?
Dalam hidup emang kita ga akan jauh dari kompetisi namun dalam artian baik kompetisi itu memotivasi bukanlah iri sampe dengki.
Nice Share, Mas.