Skip to main content

Review Film Waiting for the Barbarians

Udah lama gak nonton film di bioskop gara-gara pandemi, soalnya tutup. Makanya beralih nonton streaming, mulai dari film Korea Selatan, film Thailand, film negeri sendiri, juga film barat dong. Selain lama gak nonton, lama juga ga review film di blog ini. Jadi sempet bacabaca kehebohan di dunia maya soal film festival yang premier di Venice Film Festival taon 2019, terus rilis serentak di seluruh dunia tanggal 7 Agustus 2020 kemaren, ya Waiting for the barbarians.

Waiting for the Barbarians


Sinopsis Film Waiting for the Barbarians

Jadi ada sebuah kota atau desa gitulah di perbatasan gurun pasir yan teriknya pasti nauzubillah. Yang jelas syutingnya di Maroko. Mark Rylance sebagai hakim kayak dikasih kepercayan buat ngelola wilayah itu. Kalo yang aku tangkep, wilayah itu awalnya aman dan sejahtera, tapi sejak kedatangan Kolonel Joll yang diperanin Johnny Depp jadi berubah.

Pak Hakim ini agak naif dan berhati baik sementara Kolonel Joll gak punya hati, kejam. Kolonel Joll dateng ke daerah itu buat investigasi, menganggap orang barbarian ini jahat. Sementara Pak Hakim malah menganggap orang barbarian itu bukan ancaman. Menurutnya ya biarlah masing-masing hidup dan gak usah saling mengusik, tapi karena posisi Pak Hakim lebih rendah jadi dia gak bisa apa-apa. Lagipula Kolonel Joll juga dapet perintah.

Waiting for the Barbarians


Demi melaksanakan tugasnya di situ, dia akhirnya menginterogasi orang-orang barbarian yang ketangkep dengan disiksa. Pak Hakim gak tega dan kasian, tapi gak bisa ngapa-ngapain. Pas Kolonel Joll selesai tugas dan pergi, Pak Hakim ngebebasin semua orang barbarian. 

Terus dia nemuin salah seorang barbarian juga, cewek (Gana Bayarsaikhan), yang buta dan pincang karena disiksa sama Kolonel Joll. Pak Hakim berniat baik dan... eh, ini aku kok malah spoiler ya? Hehe.. maaf. Niatnya mau review malah nulis jalan cerita film Waiting for the Barbarians.

Intinya Pak Hakim yang baik hati ini emang udah lama berdampngan dengan orang-orang barbarian dan gak ada masalah gitu. Mereka malah saling komunikasi gitu pake pesan yang ditulis di kayu. Begitu tahu orang-orang yang ia lindungi disiksa, Pak Hakim kayak emang sengaja ngelakuin pemberontakan juga.

Kesanku abis nonton film Waiting for the Barbarians: cukup bikin depresi ya 

Film yang diadaptasi dari novel dengan judul yang sama ini cukup bikin aku depresi sih. Secara keseluruhan aku menikmati jalan ceritanya. Ada beberapa hal yang bikin aku gak paham, bikin aku pause dulu, mikir, terus lanjut. Film-film festival emang beda sih sama film-film populer yang secara emosi bisa bikin mengaduk-aduk karena dibikin sedikit berlebihan adegannya. 

Waiting for the Barbarians


Jalan ceritanya menurutku gak berlebihan. Mungkin masyarakat kala itu kondisinya seperti itu. Adegan Pak Hakim diarak pakai baju perempuan kek masih kebayang-bayang. Kok bisa sih gak ada satu pun yang ngebela? Warga dan sipil ngetawain? Belum lagi adegan orang-orang barbarian yang di dirak rame-rame, diiket, terus anak kecil disuruh mukul. Duh, ga kebayang gimana rasanya jadi Pak Hakim yang ngeliat. Aku ngeliatnya sih warga-warga yang ikut ngetawain karena takut aja sama Kolonel Joll. Makanya pada berkerumun dan patuh. 

Kenapa aku bilang depresi? Ya karena tokoh sentralnya kan Pak Hakim yang sebenernya punya wewenang di desa itu. Pengen tempat tinggalnya hidup damai, sejahtera, dan gak ada konflik, tapi malah dirusak. Sedihnya lagi dia ngeliat kerusakan itu dengan mata kepala sendiri sampek disebut penghianat. Ditambah lagi ia malah jatuh cinta sama orang barbarian. 

Nonton film ini agak binggungin juga sih kalo gak suka genre ini pasti agak bosen. Banyak hal yang gak dijelasin tapi kalo diterka-terka ketemu juga masalahnya. Seting tempatnya bagus, di padang pasir. Aku juga suka cara pengambilan gambarnya. 

Robert Pattinson juga maen di sini jadi bawahannya Kolonel Joll. Peran Robert Pattinson gak banyak, cukup nyebelin, dan ga begitu penting juga sih. Kalo ngomongin soal akting pemainnya ya ga diraguin. Film buat festival menurutku gak pernah maen-maen. Nah kalo kamu pernah nonton film Kucumbu Tubuh Indahku, nah kayak gitu rasanya nonton Waiting for the Barbarians ini.

Dan yang bikin kaget lagi adalah sinematografernya itu Chris Menges yang pernah dapet nominasi Maya Award for Best Camera. Panter aja sinematografinya bagus. 

Nonton streaming pake hape aja

Waiting for the Barbarians


Film Waiting for the Barbarians ini kan serentak tanggal 7 kemaren tayangnya. Aku nyari-nyari nontonnya di mana, ternyata cuma bisa di Mola TV. Emang cuma bisa nonton di aplikasi Mola Tv. Eh, sebenernya kan zaman sekarang canggih ya. Nontonnya bisa di TV yang disambungin ke internet, bisa juga di laptop, tapi aku nontonnya di hape. Kalo nonton di hape bisa lewat browser ato aplikasi Mola TV. Download di Play Store ato App Store.

Aku pernah download Mola TV emang tapi waktu itu belum ada film yang aku pengen tonton. Pas sekarang aku bela-belain download dan langganan. Hehe.. Cuma 12.500 juga sih per bulan. Aku dikasih tahu temen kalo Mola TV itu emang nayangin film-film bagus yang gak ada di aplikasi film lain. Kenapa? Karena yang ditayangin di aplikasi streaming lain yang populer aja.

Waiting for the Barbarians


Terkenalnya Mola TV itu kan streaming nonton bola ya, padahal gak cuma bola. Alhamdulillah sih udah langganan. Bulan September 2020 bakalan ada film Iron Mask yang diperanin Jacky Chan dan Arnold Schwarzenegger, terus bulan Oktober 2020 ada film Proffessor and The Mad Man.

Buat nonton bioskop exlusive Mola TV. Kamu cukup langganan, kan cuma bayar Rp12.500 ya. Bayarnya bisa pake transfer bank ato OVO juga. Masuk aja ke web ato aplikasinya. Terus klik langganan. Gampang kok. Buat yang suka bola mah bisa streaming terus.

Comments

Paling banyak dibaca

Jamur blotong Nama Ilmiahnya Ternyata Coprinus sp.

Saya menduga jamur yang selama ini saya beri nama jamur blotong nama ilmiahnya Coprinus sp. Setiap usai musim giling, biasanya musim hujan, saya dan tetangga berburu jamur ini di tumpukan limbah blotong di dekat Pabrik Gula Wringin Anom, Situbondo. Jamur Coprinus sp . tumbuh di blotong Asli, kalau sudah tua, payungnya akan berwarna hitam seperti tinta dan meluruh sedikit demi sedikit Sudah sekian lama mencari tahu, berkat tulisan saya sendiri akhirnya saya tahu namanya, meski belum sampai ke tahap spesies . Jamur yang bisa dimakan ini tergolong dalam ordo dari Agaricales dan masuk dalam keluarga Psathyrellaceae. Selain itu, jamur ini juga suka disebut common ink cap atau inky cap (kalau benar nama ilmiahnya Coprinus atramentarius ) atau Coprinus sterquilinus (midden inkcap ) . Disebut begitu karena payungnya saat tua akan berwarna hitam dan mencair seperti tinta. Nama yang saya kemukakan juga berupa dugaan kuat, bukan berarti benar, tapi saya yakin kalau nama genusnya Copr...

Bunga Telang Ungu (Clitoria ternatea) Jadi Alternatif Pengganti Indikator PP Sintetis

Makin ke sini, ketenaran bunga telang (Clitoria ternatea L.) kian meluas. Banyak riset terbit di internet, juga tak ketinggalan pecinta herbal dan tanaman obat ikut berkontribusi memperluas infromasi itu.  Bunga telang ungu, tanaman yang juga dikenal dengan nama butterfly pea itu termasuk endemik karena berasal dari Ternate, Maluku, Indonesia. Meski begitu, banyak sumber juga mengatakan bahwa bunga telang berasal dari Afrika, India, Amerika Selatan, dan Asia tropis. Banyak info simpang siur karena sumber-sumber yang aku baca pun berasal dari riset-riset orang. Nanti jika ada waktu lebih aku akan melakukan riset lebih dalam mengenai asal usulnya. Antosianin bunga telang merupakan penangkal radikal bebas Kredit : researchgate.net Bunga telang kaya akan antosianin. Antosianin adalah golongan senyawa kimia organik berupa pigmen yang larut dalam air, menghasilkan warna oranye, merah, ungu, biru, sampai hitam. Tak hanya pada bunga Clitoria ternatea, antosianin juga ada di banyak buah dan...

Blogger Situbondo dan Peranannya dalam Mempromosikan Kota Santri

Situbondo, sebuah kabupaten di pesisir utara Jawa Timur, menyimpan pesona yang belum banyak terungkap. Dibandingkan dengan Banyuwangi yang sibuk dengan wisata kelas dunia dan Jember yang dikenal dengan festival budayanya, Situbondo seolah masih berada dalam bayang-bayang. Padahal, kabupaten ini memiliki daya tarik luar biasa, dari wisata alam, budaya, hingga kuliner khas yang unik. Tantangan utamanya adalah bagaimana cerita tentang Situbondo bisa menjangkau lebih banyak orang. Di sinilah peran blogger menjadi sangat penting—merekalah yang bisa membawa nama Situbondo ke dunia digital, menyebarkan pengalaman, opini, serta keindahan daerah ini dalam bentuk narasi yang menarik dan inspiratif. Blogger Situbondo Menjadi Wajah Baru Jurnalisme Digital Dulu, informasi tentang suatu daerah hanya bisa ditemukan melalui media cetak atau berita resmi. Namun, di era digital seperti sekarang, blog menjadi salah satu sumber informasi yang lebih fleksibel, dekat dengan masyarakat, dan mudah diakses. Bl...

Empat Alasan Tidak Memakai Pasir Pantai untuk Kucing

  Gara-gara pasir kucing habis dan uang pas-pasan, akhirnya aku putar otak, bagaimana cara kucing bisa pup. Ketemu jawabannya, “pasir pantai”. Kebetulan rumahku bisa dibilang tida terlalu jauh dengan pantai, naik motor setengah jam, sampai.   Itu juga karena aku mendapat inspirasi dari video Tiktok yang rutin mengambil pasir pantai sebagai penganti pasir kucing. Dan setelah mencoba pakai selama dua hari, hasilnya, aku atas nama pribadi, Uwan Urwan, TIDAK DIREKOMENDASIKAN . Kenapa? Pasir pantai lebih berat dibandingkan pasir khusus kucing Pasir pantai tidak jauh berbeda dengan pasir yang dipakai untuk bahan bangunan, berat. Warna pasir pantai beragam, mulai dari hitam seperti batu sampai krem. Ukuran pun beragam, mulai dari yang sangat halus sampai ke pasir ukuran normal. Yan paling au soroti adalah warnanya, ternyata setelah diletakkan di dalam bak, jadi tidak bagus. apalagi kalau sudah ada gundukan pup dan kencing yang seperti menyebar. Berbeda dengan pasir khusus ...

Bagaimana menu isi piringku yang benar?

Sering mendengar frase Isi Piringku? Hem, sebagian orang pasti tahu karena kampanye yang dimulai dari Kementerian Kesehatan ini sudah digaungkan di mana-mana, mulai dari media sosial, workshop-workshop kesehatan di daerah-daerah, dan sosialisasi ke ibu-ibu begitu ke Posyandu.  Slogan Isi Piringku menggantikan 4 Sehat 5 Sempurna Isi Piringku adalah acuan sajian sekali makan. Kampanye ini sudah diramaikan sejak tahun 2019 menggantikan kampanye 4 sehat 5 sempurna. Empat sehat lima sempurna terngiang-ngiang sekali sejak kecil. Terdiri dari nasi, lauk-pauk, sayur-mayur, buah-buahan, dan susu adalah kombinasi sehat yang gizinya dibutuhkan tubuh, sebab mengandung karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral, susu adalah penyempurnanya. Kenapa harus berganti slogan?  Slogan 4 Sehat 5 Sempurna yang aku tangkap maknanya, dalam setiap makan harus ada empat komposisi dan susu. Mengenai jumlahnya, aku bisa ambil nasi lebih banyak dengan sedikit sayur atau sebaliknya, atau sebebas-bebasnya ki...

Golda Coffee dan Kopi ABC Botol, Kopi Kekinian, Kopi Murah Cuma 3000an

Kamu suka kopi hitam pekat, kopi susu, kopi kekinian, atau yang penting kopi enak di kedai kopi? Mungkin kita sering sekali nongkrong bersama teman di kedai kopi mencoba berbagai aneka ragam kopi, mahal pun tak masalah, tapi yang jadi persoalan jika sedang miskin, apakah akan tetap nongkrong? Pilihannya ya minuman murah, misalnya kopi murah dan kopi enak yang cuma 3000an ini.   Aku, Uwan Urwan, memang bukan penikmat kopi banget, tapi suka minum kopi, kadang sengaja mampir ke kedai kopi punya teman, paling sering membeli kopi Golda Coffee dan/atau Kopi ABC Botol, yang harganya hanya 3000an. Aku akan mencoba mereview empat rasa dari dua merek yang kusebut sebelumnya. Golda Coffee kutemukan di minimarket punya dua rasa, yaitu Golda Coffee Dolce Latte dan Golda Coffee Cappucino. Sementara Kopi ABC botol juga kutemukan dua rasa, chocho malt coffee dan kopi susu.   Keempat rasa kopi kekinian kemasan itu aku pikir sama karena biasanya hanya membeli, disimpan di kulkas, dan la...

Fauzi, Sosok di Balik Gerakan Pemuda dan Musik Situbondo

Ahmad Fauzi berdiri di tengah kebunnya Aku tak menyangka akan menemukan sesuatu yang begitu luar biasa di sudut kecil Situbondo ini. Sebuah lahan hijau yang tertata rapi, penuh dengan kehidupan dan harapan. Greenhouse sederhana berdiri kokoh, dikelilingi jaring halus sebagai tempat pembibitan. Di sekitarnya, deretan tanaman sayur tumbuh subur—terong, cabai, kacang panjang, kelor, sawi, serai, pepaya, hingga okra.  Tak jauh dari situ, ada kolam ikan yang airnya berkilauan di bawah sinar matahari. Area lain dipenuhi tanaman obat, masing-masing telah diberi papan nama, seolah memberi isyarat bahwa tempat ini bukan sekadar kebun, melainkan sumber ilmu dan kehidupan. Di tengah lahan, toren biru mencolok berdiri tinggi, menjadi sumber pengairan utama. Pemandangan ini semakin kontras karena lahan ini dihimpit oleh sawah dan rumah penduduk.  Toren biru ini bukan sekadar tempat penyimpanan air, tapi sumber kehidupan bagi tanaman sayur yang tumbuh hijau di sekitarnya. Ketika aku sibuk m...

Perjalanan Lukisan Uwan’s Art, Dari Kanvas ke Tiga Komunitas

Di sudut meja yang mulai berdebu, aku menarik laci yang hampir terlupakan. Tube-tube kecil cat akrilik berbaris di dalamnya, beberapa masih tertutup rapat, sementara yang lain sudah mulai mengering di tepinya. Ada rasa rindu yang tiba-tiba menyeruak. Sudah lama aku tidak menyentuh kuas dan kanvas. Kesempatan itu datang dari sebuah ajakan—kolaborasi dengan tiga komunitas besar di Jakarta untuk sebuah acara seni dan edukasi di bawah naungan Kompasiana, yaitu Ketapels, KOMiK, dan Ladiesiana.  Kredit: KOMiK Aku, seorang pelukis amatir dari Situbondo, ditawarkan untuk menjadi sponsor sebagai bentuk dukungan untuk acara "Tur Museum sambil Belajar Nulis Naskah Film". Tentu saja, aku tidak bisa menolak. Setelah berpikir, aku memutuskan untuk mendukung dalam bentuk lukisan kanvas. Bagiku, seni bukan hanya tentang menciptakan sesuatu yang indah, tapi juga tentang berbagi makna dan emosi dengan orang lain. Menyentuh Kembali Kanvas yang Terlupakan Aku menuangkan sedikit demi sedikit cat ...

Imron, Penggerak Literasi dari Desa Trebungan, Situbondo

Moh. Imron adalah bukti nyata bahwa semangat, kerja keras, dan cinta pada ilmu bisa membawa perubahan nyata bagi komunitas. (Kredit foto: Moh. Imron) Di sebuah sudut kecil Situbondo, ada seorang pria yang menjalani hidupnya dengan kesederhanaan, namun penuh mimpi besar. Namanya Moh. Imron, sosok yang kini dikenal sebagai direktur takanta, sebuah komunitas literasi yang menjadi rumah bagi banyak penulis terutama di Situbondo. Meski begitu, Imron bukanlah seseorang yang langsung dilahirkan sebagai penggerak. Masa kecil hingga remajanya lebih sering diwarnai rasa minder daripada percaya diri. Dari Anak Pemalu Menjadi Sosok Berani Ilustrasi dibuat menggunakan Canva Dulu, Imron adalah remaja yang merasa tertinggal. Saat teman-temannya sibuk dengan ponsel dan berbagai aktivitas, ia bahkan tidak memiliki telepon genggam. Pelajaran TIK di sekolah menjadi momok karena ia tak pernah menyentuh komputer sebelumnya. Tapi rasa minder itu justru menjadi titik awal perjalanan perubahan. Imron memutusk...

Pengalaman Pakai Pasir Pantai sebagai Pengganti Pasir Kucing

Sudah punya kucing sejak kecil. Biasa atas keberadaan kucing membuatku tak pernah berhenti untuk punya kucing. Kucing liar yang sering mampir ke rumah biasanya aku juga beri makan dan yang mau mendekat aku pelihara. Punya kucing sebelumnya dibiarkan pup di luar. Repot kalau anak-anak kucing sudah mulai makan selain air susu induknya, pasti akan kencing dan pup di kasur karena induknya pasti lebih nyaman meletakkan anak-anaknya di kasurku. Dulu harus melatih mereka terlebih dahulu selama beberapa waktu sebelum bisa pup di luar   Setiap hari harus mencuci sprei dan menjemur kasur. Begitu tahu bahwa kasur bukanlah tempat pup dan pipis, mereka akan buang hajat di luar. Tentu saja akan mencari pasir atau tanah yang cukup gembur sebagai tempat merahasiakan hasil buangan. Kadang tanah tetangga jadi sasaran dan harus menerima omelan mereka.   Sejak awal tahun 2022, kembali dari ibukota, kucing melahirkan, dan sudah mulai makan selain air susu induknya, aku siapkan pasir buat mer...