Melanjutkan tulisanku sebelumnya yang membahas kenapa tidak aktif di grup WhatsApp, di tulisan ini pun isinya data-data wawancara dengan narasumber yang sama seperti sebelumnya. Hasil poling di Twitter paling banyak bilang bila grup WhatsApp itu tidak asyik, makanya keluar grup. Hem, namun, bagaimana dengan jawaban-jawaban teman-temanku?
Grupnya tidak asyik
Setiap orang yang dimasukkan tanpa izin atau pun dengan izin ke dalam grup berharap grup WhatsApp asyik, tapi kadang realitanya tidak begitu. Standar asyik atau tidaknya tiap orang pun beda. Menurutku, ya memang, sebelum dimasukkan ke dalam grup ada baiknya izin terlebih dahulu. Bila pun tidak, beri penjelasan singkat tentang grup tersebut, apa kira-kira manfaat yang akan diperoleh di dalam grup.
Tidak asyiknya grup WhatsApp pun penyebabnya macam-macam, bisa jadi karena ada musuh di dalam grup, adan mantan, ada teman yang sok, ketuanya kurang disukai, dan lain-lain. Memang sebaiknya beri kebebasan untuk anggota memilih, mau tetap bertahan atau tidak. Jika memang sudah merasa tidak ada manfaatnya lagi, diperbolehkan keluar tanpa harus takut karena tidak enak, takut jadi bahan omongan, takut baper, dan lain-lain.
Urusan sudah selesai
Biasanya grup-grup kepanitiaan, event, atau pekerjaan freelance, kalau urusannya sudah selesai memang dibubarkan. Yang sering aku alami dan teman-teman yang kebetulan memang bekerja di media sosial dan blog, kalau urusan pembayaran sudah selesai, ya keluar grup. Ada beberapa juga yang memilih untuk tetap ada karena ingin menjaga silaturahmi (ya meski sepi-sepi juga sih).
Tidak ada interaksi
Grup yang sepi biasanya minim interaksi, kalau pun ada biasanya didominasi oleh kalangan tertentu. Biasanya teman satu geng akan asyik mengonrol di grup karena ada anggota geng yang memulai pembicaraan. Dedy Darmawan, Ketua Komunitas Tarot Jakarta memilih untuk keluar grup karena tidak ada interaksi dan feedback. Toh aslinya masih bisa jarpi kalau mau mengobrol, meskipun grup fungsinya adalah wadah diskusi bersama, lanjutnya.
Baca juga : Kenapa Tidak Aktif di Grup WhatsApp
Kurang bermanfaat dan mengganggu
Pernah juga sih bergabung dengan grup WhatsApp yang isinya tidak jelas, sedikit manfaatnya, isinya percakapan sampah, dan nularin keburukan. Hal-hal yang aku sebutkan tentu membuat anggota grup tidak nyaman. Harusnya sih sebuah grup itu memberi lebih banyak manfaat.
Kalau grup itu memberi negative vibes buat aku, misalnya banyak ghibah, sindir-sindiran, yang bikin gak nyaman anggotanya, ya keluar grup. Soalnya aku jarang keluar grup. Kalau sampai terjadi artinya grup itu sudah selesai urusannya atau sudah gak nyaman, kata Blogger Cantik (maunya disebut begitu). Pernyataan Blogger Cantik pun dapat respon yang sama dengan beberapa temanku.
Aturan grup WhatsApp tidak sesuai visi dan misi pribadi
Semua grup pasti punya aturan dan setidaknya semua anggota harus paham dan mengikutinya. Namun, kalau tidak sesuai dengan visi dan misi pribadi ya lebih baik memang keluar. Beberapa grup memang punya aturan ketat, meski pada akhirnya aturan itu hanyalah bentuk kata-kata yang tertulis di deskripsi grup. Iya, kadang pentolan grupnya lupa dengan aturan yang dibuat sendiri tapi begitu anggota yang melanggar, diberi peringatan keras. Hehe...
Baca juga : Rumput Tetangga harus Terlihat lebih Hijau
Detox sosial media
Salah satu alasan kenapa keluar grup WhatsApp yang aku suka adalah poin ini, detox sosial media. Menurut Hy, ibu rumah tangga dan ibu dari anak berkebutuhan khusus (ABK), psikolognya menyarankan untuk detox sosial media untuk menjaga kewarasan dan mengontrol emosi. Menjadi ibu ABK tidak semudah yang dibayangkan. Kalau ditambah membaca obrolan grup yang isinya keluh kesah, omelan, pedebatan yang tidak perlu, dan hal-hal negatif lain akan berpengaruh cukup signifikan ke kesehatan mentalku, lanjut HY.
L
Obrolan di grup WhatsApp kan biasanya memang masalah, masalah, dan masalah. Tidak semua grup yang memberi solusi bijak. Kalau pun ada, biasanya ada perdebatan yang tentunya bikin pusing ya. Aku sih suka pusing, makanya lebih pilh clear chat, untuk sampai ke detox sosial media dengan keluar grup itu masih keputusan besar ya. Hehe...
Daaan ternyata memang keputusan untuk keluar grup itu lebih sulit ketimbang jadi silent reader. Tidak banyak komentar soal ini. Harusnya sih aku menanyakan ke lebih banyak orang lagi untuk dapat jawaban yang mengerucut, tapi aku rasa, pendapat teman-teman sudah cukup mewakili. Menurut kamu, bila salah satu poin di atas terpenuhi, apakah kamu akan keluar grup?
Comments