Dua jam sebelum azan magrib berkumandang, Gilang Gumilang Setra, pria yang baru putuskan berhenti dari pekerjaannya menangis di tepi jalan, menenteng tiga kresek besar berisi kain. "Stres banget, baru mau melangkah untuk membangun bisnis sudah ditipu," ujarnya.
Gilang Gumilang Setra tertatih-tatih membangun Acukla2ki |
Tukang ojek online menjadi pembuka jalan Acukla2ki
Saat itu Gilang berada di titik terendah sebab tak punya penghasilan. Bulatnya tekat tuk pergi dari perusahaan yang selama ini menghidupinya tahun 2017. Ia jenuh karena harus masuk kerja pukul delapan pagi dan pulang pukul lima sore. Ia seolah tak dapat berkembang, ditambah gairah muda meletup-letup ingin bebaskan diri.
Renjana, koleksi batik premium karya Gilang Gumilang Setra |
Gilang pun kalap membeli berbagai jenis kain kemudian diserahkan ke penjahit langganan untuk disulap jadi kemeja dan outer pria. Berkali-kali ia menghubungi penjahit itu tapi tak mendapatkan hasil. Begitu didatangi, penjahit itu tidak menghasilkan satu pun desain rancangannya dan membatalkan kooperasi dengannya. Padahal bidang usaha yang ia jalankan itu adalah harapan terakhirnya.
Sadar mimpinya terlalu jauh lalu sesal hadir lantaran uang habis, ia hanya tahan sesak di dada. Sebentar lagi matahari terbenam, ia tak peduli dengan berbagai pengendara yang lalu lalang menatapnya. Dalam getir, ia pun berdoa, "Tolong dong Ya Allah, kasih gampang jalannya. Niatnya ini kan baik untuk menghidupi keluarga. Kalau bukan jalannya," tolong beri pekerjaan bagus.
Meski kalut, Gilang harus berhadapan dengan tukang ojek online ia pesan. Sepanjang perjalanan menuju pulang ia dan tukang ojek online bertukar cerita. Lalu ia tahu bahwa orang yang sedang mengantarkannya pulang adalah seorang penjahit, ditambah kenyataan bahwa salah satu brand batik mega di Garut adalah langganannya. Bersemangat, pertemuan selanjutnya Gilang bertukar pikiran mengenai rencana bisnisnya, memberi contoh produk yang sudah pernah dibuat.
Beberapa kali Gilang coba jajal jahitannya, ia masih belum puas lantaran, "sebelumnya memang lebih mementingkan kuantitas daripada kualitas", ujarnya. Sementara itu ia harus pastikan kain-kainnya terutama batik tidak asal potong, hasilnya bisa rusak, lebih-lebih untuk detail peletakan kiri, kanan, atas, dan bawah. Ia pun ajarkan tentang bagaimana mendapatkan satu potong kemeja atau outer yang sesuai meski kuantitasnya sedikit. Tujuh bulan berlalu, bapak yang semula adalah supir ojek online, tawarkan diri untuk jadi timnya. Lantaran keinginan mahirkan diri tinggi, ia bertahan hingga kini bersama Gilang.
Atasan yang meminta dibuatkan pakaian
Outer Ceritera Rama koleksi Gilang Gumilang Setra |
Pria kelahiran Bandung, 7 Januari 1992 itu, merintis karir di bidang fesyen khusus pria sejak 2013. Kala itu ia masih bekerja di perusahaan cokelat di mana bosnya meminta buatkan desain baju. "Kalau ada acara ke luar kota atau kegiatan tertentu selalu minta dibuatkan," katanya. Keluar dari perusahaan cokelat, ia pindah bekerja ke perusahaan dodol terbesar di Garut.
Berbekal itu, sambil sisihkan uang dari gaji, Gilang mulai serius jalankan bisnisnya tahun 2014. Ia mencari penjahit ke sana sini, mencoba penjahit yang satu dengan yang lain. Beberapa penjahit yang ia pakai jasanya ada yang membuat duplikat meski dengan bahan berbeda. Kemudian ia putuskan untuk cari penjahit yang bisa komitmen dengan tidak bikin jiplakan.
Baca juga : Dulu ingin jadi sastrawan besar
Beberapa kali Gilang akhirnya bertemu penjahit yang sesuai, tapi selalu ada tragedi, entah karena meninggal atau dipermainkan. Menurutnya, tidak semua penjahit berorientasi ke karya, tapi ke uang. Meski begitu, dari mencoba ke berbagai penjahit, ia banyak serap ilmu tentang bagaimana aturan ukur badan dan hitung ukuran kain yang betul. Dari situ ia tak lagi ceroboh beli kain. Ia perhatikan betul berapa kebutuhan kain untuk satu potong pakaian agar tidak jadi sampah.
Tahun 2014 adalah mulanya ia mendapatkan penghasilan dari menjual karyanya. Meski waktu itu ia belum lihai membuat katalog, ia membawa pakaian jadi ke kantor dan bolak-balik ganti baju berfoto di cermin kemudian diposting di media sosial. Tahun berlalu, pada 2015, ia harus menjual cerita sedih karena kehabisan modal kepada suplier toko kain langganannya. Akhirnya pemilik toko tawarkan untuk bon kain dengan limit 500-600ribu dengan jangka waktu pembayaran dua bulan. Sebagai balasannya ia mengajarkan pegawainya untuk aturan berjualan online.
Terjun ke usaha desain learning by googling
Karya Gilang Gumilang Setra bertema Kairut Garut |
Langkah Gilang membangun Acukla2ki (dibaca: acuk lalaki) tak semulus kulit bintang iklan. Awal menjalankan, ia tetap dibantu rekan-rekannya, mulai dari cara menjalankan usaha, cara menjahit, cara memotong kain batik, hingga ke cara menjual. Gilang pun merasa beruntung, berkat bersekolah menengah kejuruan, ia belajar tentang kewirausahaan. Selain itu, ia curi-curi ilmu di perusahaan cokelat dan dodol, tempat ia bekerja mengenai bagaimana jalannya bisnis dan ritme sebuah perusahaan.
Meski sama sekali tak memiliki pengetahuan tentang desain baju, batik, dan jahit-menjahit, ia selalu bersedia serap ilmu. Seiring waktu memahami industri yang aku geluti, aku ga mau berlindung dari Aku gak ngerti desain. Jadi aku cari referensi sebanyak-banyaknya, mencoba memahami apa yang ingin aku buat, katanya.
Tak hanya belajar tentang desain fesyen, batik, dan jahit-menjahit, tapi Gilang juga sering ikut seminar kewirausahaan dan bisnis fesyen, teknik marketing di media sosial, fotografi, hingga desain grafis. Semua ilmu ia lahap dan terapkan saat menjalankan bisnis Acukla2ki. "Modal utama menjalankan bisnis Acukla2ki memang uang, tapi modal niat dan kemauan belajar tinggi juga penting," tambahnya.
Meski Gilang sempat belajar desain fesyen pun kepada Luluh Lutfi Habibi, desainer asal Yogyakarta, ia tetap menuai kritik. Entah karena harga yang menurut mereka mahal, entah karena desainnya yang diangap jelek, atau karena persoalan pakem karena motif tertentu tidak dapat dipadupadankan dengan motif yang lain. Harga baju dan outernya memang cukup mahal untuk kelompok tertentu. Bahkan saking inginnya memiliki koleksinya, ada yang sengaja menjelekkan dan dibandingkan dengan karya desainer lain hanya untuk mendapatkan diskon.
Di sisi lain Gilang sempat kesal jika ada yang membanding-bandingkan usahanya dengan bisnis orang lain. “Ada brand besar di mana ownernya orang Garut juga. Dia merintis dari tahun 2015 dan sudah ikut beberapa kali fashion show. Sebel kalau ketemu pelanggan yang ngebandingin dengan dia. Kok Mas itu brandnya sudah sebesar itu padahal mulai bisnisnya baru tahun 2016. Kok kamu masih gini-gini aja? Padahal kalau dipikir-pikir, dari modal saja, cara memulai usaha juga pasti beda, " kata Gilang. Meski kesal, ia berusaha abaikan komentar mereka. "Toh dari usaha ini bikin aku hidup," lanjutnya.
Setelah belajar dan mendapat arahan dari orang yang lebih mengerti, Gilang perbaiki apa yang dianggap kurang. Akhirnya sejak 2016 hingga sekarang, tidak ada konsumen yang komplain dan memberi kritik tentang karyanya lagi.
Gilang bisa produksi 50 pcs baju per 25 hari
Koleksi Kokoh Sorban yang paling laris |
Awal menjalankan bisnis, rekannya membuatkan template pakaian kemudian ia perbanyak. Untuk membuat satu desain, ia menggunakan template itu, kemudian membuat sketsa, bagian mana yang bermotif dan polos. Setelah itu ia memberikan dan menjelaskan ke penjahitnya. Bila dibandingkan dengan dulu, ia mesti menandai kain dengan pensil kain hingga bajunya lusuh.
Kini Gilang yang punya empat karyawan, untuk membuat satu potong baju bisa menghabiskan waktu sekitar tiga hari. Jika ada detail khusus yang cukup rumit biasanya ia mendampingi penjahit agar tidak ada kesalahan. Itu butuh waktu sekitar satu minggu. Apabila ada kondisi tertentu yang mengharuskan Acukla2ki produksi masal, ia bisa produksi 30-50 pcs selama rentang waktu 20-25 hari.
Tak hanya itu, Gilang menerima custom project, diperuntukkan pelanggan yang ingin punya baju berbeda. Biasanya butuh pengerjaan sekitar 20 hari, di mana Gilang harus berkenalan dengan pelanggan selama tiga hari dengan bertukar pikiran tentang hobi, warna kesukaan, dan lain-lain. "Aku pengen tahu karakter customerku biar hasilnya nanti kayak aku banget dan nyaman dipakai," lanjutnya. Untuk custom project Gilang membanderol Rp350.000 dengan fasilitas gratis konsultasi dan satu desain. Pelanggan bisa memilih bahan sesuai dengan katalog. Tak hanya itu, ia juga menerima titip jahit, di mana kainnya sudah disediakan pelanggan. Jika ada tambahan desain dan kain akan ada biaya tambahan.
Gilang membanderol kemeja dan outernya di kisaran harga 300ribu-500ribu. Penjualan biasanya dipengaruhi oleh musim. Biasanya Gilang punya target omzet per bulan dan paling tinggi terpenuhi 95%. Misalnya ia mematok omzet 30juta dalam bulan itu maka 95% dari 30juta adalah omzet tertinggi yang pernah ia raih.
Karena menyasar orang yang mengerti karya seni dan mau menghargainya, Acukla2ki menjual konsep dan cerita yang direfleksikan ke dalam baju dan outernya. Ia konsisten mengangkat Garut dan kearifan lokal di dalamnya, seperti contoh koleksi munggaran yang artinya pertama, di mana kemeja itu merefleksikan kemeja modifikasi pertama yang ia buat. Itu sesuai dengan konsep nama brand yang ia usung, acuk yang berarti baju dan la2ki yang merupakan plesetan dari lelaki. Sebagian orang sampai memplesetkan Acukla2ki sebagai baju banci, "karena kalo dipikir-pikir apa mungkin laki-laki beli, tapi justru karena berbeda ada yang beli," katanya. Saking uniknya, koleksi yang bertema Kokoh Sorban yang merupakan karya original sejak tahun 2014 merupakan produk telaris dengan penjualan tertinggi, dalam satu bulan bisa 100 pcs.
Memasarkan produk Acukla2ki lewat online
Outer batik karya Gilang Gumilang Setra |
Pria yang kagum dengan keberhasilan Luluh Lutfi Habibi dan Didiet Maulana ini biasa memasarkan produk-produknya via media sosial. Awalnya dia menggunakan platform Facebook. Tahun 2014, calon pembeli sampai harus meminta fotokopi KTP karena takut ditipu. kemudian di Instagram ia mulai sejak 2015. Di Twitter dia lebih sering ke curhat tentang bisnisnya. Awal-awal dia menggunakan Twitter Please Do Your Magic dengan mengangkat cerita sedih. Lama-lama ia merasa bila dengan menjual kesedihan, orang beli bukan karena produknya bagus tapi kasihan.
Bila mulanya ia hanya menggunakan fotonya untuk promosi di Facebook, kini ia sudah bisa membayar model untuk membuat katalog dan dipromosikan di semua media sosialnya, terutama Instagram. Sampai akhirnya ia meminta temannya untuk jadi model koleksi-koleksinya dan menyewa fotografer. Sebelumnya ia hanya barter produk, pada 2018 akhirnya ia memutuskan untuk beli kamera dan secara profesional membayar jasa model. Sebab jika menggunakan jasa fotografer, biaya yang harus dikeluarkan bisa melampaui anggaran.
Kini Gilang membuat katalog dengan memanfaatkan Canva dan PicsArt. Ia sisihkan 5-10% hasil penjualan untuk biaya marketing, yaitu dengan mengiklankan postingannya dan endorsement ke "orang biasa tapi punya engagement tinggi di media sosial, karena hanya barter baju dan belum sanggup bayar," ungkapnya. Berkat usahanya memasarkan itu, ia bisa mengirmkan produknya ke berbagai tempat di Indonesia, termasuk Papua. Pernah juga sampai mengirimkan ke Korea Selatan, Turki, dan Australia. Bahkan bajunya sempat dibeli oleh ustad yang sering ceramah di salah satu stasiun televisi dan artis.
Selain itu, mengaku beberapa stasiun televisi menawarkan endorse wardrobe untuk acaranya. Biasanya untuk kerjasama seperti itu perlu enam set dalam satu tema dan masing-masing set tema harus ada dua ukuran. Tersebab kerjasama semacam itu membutuhkan dana yang cukup besar, ia belum sanggup menerima tawaran-tawaran itu meski sadar bahwa branding itu penting.
Pandemi juga berdampak pada bisnis Gilang. Mulanya ia percaya diri bisnisnya akan berjalan lancar meski pandemi. Sejalan dengan pemikiran beberapa orang, Pandemi paling tidak lama. Selama pagebluk melanda, orang-orang lebih memikirkan perut ketimbang baju sehingga banyak koleksi yang tidak laku. Rencana ikut serta dalam bazar terbesar di Bandung pun gagal. Biaya yang dibayarkan untuk bazar pun hanya kembali 50%. Gilang masih optimis, produksi tetap jalan sementara dana kian menipis. Bahkan penjahit-penjahit sekeliling sudah banyak yang tutup.
Kimono/yukata berbahan lurik karya Gilang Gumilang Setra |
Melihat kondisi itu, untuk mengejar pemasukan, akhirnya ia menjual koleksinya dengan harga murah, "Yang penting balik modal dulu," ujarnya. Selain itu, ia mulai membatasi jumlah produksi dan menerima custom order lebih banyak. Beruntunglah walaupun penjualan menurun, Desember 2020 ia sewa mini galeri dari mantan bosnya. Mini galeri ia pakai untuk memajang karya-karyanya dan dijadikan putlet sekaligus. Orang-orang yang semula hanya melihat di media sosial, kini sudah bisa mencobanya sebelum membeli.
Melewati perjalanan yang cukup panjang, Gilang pun tetap bertahan membesarkan Acukla2ki. Sebab dari usaha itu dia dan keluarga bisa hidup. Hasil penjualan ia pakai untuk menggaji karyawan, bayar zakat, sedekah, perluasan usaha, ditabung di beberapa rekening, dan beli barang-barang keperluan usaha seperti kamera dan laptop. "Rasanya senang bisa beli barang tanpa memikirkan harga tapi lebih fokus ke speknya," ujarnya. Di rautnya tampak tenang, ada kelegaan yang terpancar. Tahu perjalanannya masih panjang, ia sudah siap mengarunginya. (Foto-foto : Gilang Gumilang Setra)
Comments