Terhitung sudah tujuh tahun aku menjadi konten kreator. Bermula dari blog gratisan mendaftar di blogspot, isinya masih cerita perjalanan, curahan hati, dan sastra. Sambil bekerja di sebuah perusahaan majalah pertanian terbesar di Indonesia, aku mendapatkan kisah-kisah itu dari bertemu banyak orang, sharing tentang ilmu yang mereka punya.
Perjalanan ke Batu Solor di Bondowoso, Jawa Timur sudah diabadikan di blog ini |
Berawal dari ide, eksekusi, posting
Tulisan-tulisanku di blog tidak akan pernah jadi kalau tidak ada ide. Ide adalah sumber kehidupan pertama dalam sebuah tulisan memang. Ide biasanya aku dapatkan dengan dua cara, yaitu dari pengalaman sebelumnya (hasil perjalanan ke suatu tempat, hasil mengobrol, hasil datang ke sebuah acara unik, dan lain-lain) dan menciptakan sebuah cerita. Ide yang berasal dari pengalaman sebelumnya biasanya tinggal dicari sudut pandang menariknya baru kemudian dirangkai menjadi sebuah cerita yang runut (harusnya). Namun ide yang akan diciptakan itu biasanya bermula dari hal-hal yang sekelebat muncul di kepala, seperti Ah bahas tentang freelancer kayaknya seru!
Ide-ide yang kudapatkan biasanya aku catat di laptop agar suatu saat kalau membuka folder khusus konten kreator, aku teringat kembali untuk melanjutkan idenya. Laptopku memang yang biasa, jadi kadang khawatir suatu saat tiba-tiba rusak dan membuatku panik setengah mati karena semua data pekerjaan ada di situ. Ingin suatu saat ganti laptop mobile workstation agar kinerjanya semakin bagus.
Kembali lagi ke ide. Nah setelah ide ditulis, biasanya aku membuat kerangka tulisan, daftar pertanyaan, dan narasumber yang akan kuwawancarai. Proses ini sebenarnya mudah, tapi agak rumit karena butuh data-data objektif dari orang yang berhubungan dengan topik tulisan, aku harus menanyakan apakah orang-orang itu bersedia atau tidak. Kebanyakan sih mau dan kalau tidak ada kabar biasanya langsung skip karena masih ada banyak nama yang aku tulis dalam daftar.
Wawancara virtual dengan Dody Senjaya, konten kreator ternama di Jakarta |
Tidak berhenti di situ, setelah tulisan selesai, aku harus mengedit ulang agar lebih runut dan enak dibaca. Bila sudah dirasa cukup, aku mengirimkan ke narasumber kembali untuk dicek apakah ada salah penulisan, ada hal-hal yang diminta untuk tidak perlu menyebutkan, atau bahasannya terlalu sensitif. Begitu selesai aku sunting ulang beberapa kali untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam penulisan atau merombak ulang. Jika sudah merasa mantap, baru posting di blog.
Berbeda lagi dengan tulisan kerjasama dengan brand. Biasanya ada press release atau materi yang diberikan. Dari situ aku perlu menambahkan pengalaman pribadi menggunakan produk yang sedang direview atau menceritakan kembali event yang kudatangi. Meski terlihat lebih mudah, pekerjaan menulis review seperti itu juga butuh kemahiran agar bahasa yang disampaikan ke pembaca tidak membosankan. Apalagi tidak semua orang mau membaca tulisan yang bertele-tele. Hehe...
Konten kreator juga perlu alat kerja yang bagus
Sama layaknya profesi lain, konten kreator sepertiku butuh alat-alat yang lebih bagus, lebih mutakhir, dan lebih canggih. Bukan karena ingin bergaya, tapi lebih kepada fungsinya. Laptopku masih yang biasa dengan RAM kecil, jadi tidak bisa menyimpan aplikasi berat seperti aplikasi edit foto, aplikasi desain, dan sejenisnya.
Agak menyesal sih waktu itu membeli spek sederhana karena rencana memang hanya untuk menulis, tapi nyatanya konten kreator juga tidak hanya harus lihai dalam menulis, tapi juga edit gambar, edit video, berakting, voice over, dan lain-lain. Tidak harus semua bisa sih, tapi bila banyak hal bisa dilakukan, tulisan akan punya muatan daya tarik yang lebih besar.
Pilihanku nanti adalah laptop mobile workstation, di mana sebenarnya secara fisik tidak berbeda jauh dengan laptop biasa, tapi secara spesifikasi jauh lebih bagus. Misalnya saja di Central Procecing Unit (CPU) performance yang bagus, tapi memori dan storage yang mumpuni. Tak hanya itu konsumsi power sangat efisien. Kelebihan laptop mobile workstation juga biasanya tangguh karena bisa dipakai di lingkungan kerja ekstrim, seperti kotor, berdebu, dan dingin.
Ibaratnya laptop biasa itu adalah pekerja kantoran yang pekerjaannya di dalam ruangan ber-AC, dituntut berpenampilan bagus dan terawat. Sementara itu laptop mobile workstation diibaratkan militer yang harus tangguh karena tugasnya membela negara dan melindungi masyarakat. Jadi tak hanya fisik yang harus tangguh, tapi kecerdasan, kecekatan, kepekaan, dan lain-lain harus terbentuk dengan baik.
Laptop mobile workstation yang jadi incaranku?
Laptop kedua tak kalah canggih menurutku, HP Zbook Firefly 14 G8 adalah laptop mobile workstation yang ringan hanya 1,35 kg dan ukurannya kompak. Tentu akan sangat bagus kalau aku membawa laptop ini ke mana-mana untuk kerja. HP Zbook Firefly 14 G8 sudah mendapatkan sertifikat standar militer MIL-STD-810H, di mana berarti sertifikat itu menandakan bahwa laptop ini lulus tes menahan tetesan air, getaran, guncangan, suhu ekstrim, dan ketinggian ekstrim.
Layar HP Zbook Firefly 14 G8 sudah 14 inci dengan resolusi full HD, akurasi warna yang dihasilkan oleh layarnya mampu menghasilkan warna hitam lebih pekat, putih lebih cerah. Sistem operasi pun sudah Windows 10 Pro yang original. Tidak perlu lagi install pakai bajakan atau beli lagi. Untuk koneksi WI-FI-nya sudah punya kemampuan tiga kali lebih cepat untuk mendapatkan sinyal meski jaraknya cukup jauh, bisa mengenali wajah seperti smartphone saat ini yang bisa membuka layar dengan mengenali wajah pemiliknya, keybardnya tidak berisik, bisa mengisi daya cepat karena didukung teknologi fast charging, dan speakernya bagus. Berbeda dengan speaker laptop lain yang kadang suaranya kurang nyaman di telinga kalau kencang.
Aku yakin harganya lumayan juga jadi aku bisa menabung lebih keras lagi. Dan oh ya, belinya bisa di PT Synnex Metrodata Indonesia (SMI) yang bisa diakses lewat website ini http://synnexmetrodata.com/.
Comments