Penemuan kasus aktif kusta di Indonesia masih berada di peringkat ketiga dunia. Belum ada perubahan signifikan meski sudah dilakukan penanganan, pencegahan, pengendalian, dan edukasi melalui berbagai media tentang kusta. Artinya, belum banyak yang benar-benar peduli dengan penyakit menular yang bisa menyebabkan cacat fisik.
Banyak stigma yang ditujukan kepada penderita kusta, penyandang disabilitas, orang yang pernah menderita kusta (OYPMK), apalagi yang disabilitas karena kusta. Penyakit tersebut membatasi untuk berkontribusi aktif secara sosial dan ekonomi di lingkungannya. Tersebat stigma tersebut, penderita kusta dan disabilitas kesulitan mendapatkan akses pendidikan, sosial, untuk bekerja, apalagi untuk mendapatkan modal usaha untuk berkarya. Hal ini yang membuat penderita kusta dan disabilitas juga menderita kemiskinan.
Stigma masyarakat membatasi ruang gerak penderita kusta dan penyandang disabilitas
Penyakit kusta itu jadi membatasi mereka untuk berkotribusi dan beraktivitas sosial. Juga berpengaruh pada mendapatkan akses pendidikan, bekerja, mendapatkan modal usaha, dan lain2. Ini yang membuat mereka miskin. Kebetulan aku, Uwan Urwan, ikut webinar yang diselenggarakan oleh NLR Indonesia dan KBR, bertema “Kusta dan Disabilitas Identik dengan Kemiskinan, Benarkah?” Data yang disebutkan oleh Dwi Rahayuningsih, Perencana Ahli Muda, Direktorat Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian ppn/Bappenas, salah satu pemateri webinar ini menyebutkan bahwa penyandang disabilitas kategori sedang dan berat berjumlah 6,2juta jiwa atau 2,3% dari total populasi.
Sementara itu, tingkat kemiskinan masyarakat Indonesia ternyata lebih tinggi jumlahnya untuk yang juga menderita disabilitas (termasuk yang disabilitas fisik dan menderita kusta), yaitu sekitar 15,26%. Tingkat kemiskinan yang bukan disabilitas presentasenya 10.14%. Ada korelasi antara keterbatasan fisik dan stigma yang membatasi ruang gerak penyandang disabilitas untuk bekerja dan berkarya sehingga mereka kesulitas secara ekonomi.
Baca juga : Hilmiyyah melewati fase yang berat karena anaknya Sindrome Down
Sudah ada banyak upaya yang dilakukan pemerintah. Melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia saja ada banyak gerakan yang dilakukan, yaitu bekerjasama dengan fasilitas kesehatan, menyediakan obat dan perawatan gratis untuk penderita kusta, mengedukasi masyarakat dengan bekerjasama dengan institusi kedokteran dan organisasi terkait, dan lain-lain.
Merdekakan penyandang disabilitas dan kusta
Kredit: bisnis.com |
Pemerintah melalui Kantor Staff Presiden (KSP) dan Bappenas juga berupaya mengentaskan kemiskinan dan stigma penderita kusta dan disabilitas. Lewat Departemen Ketenagakerjaan juga memberikan peluang kepada para disabilitas dan penderita kusta untuk tetap bisa berkontribusi di berbagai sektor dengan aturan kuota untuk tenaga kerja disabilitas sebesar minimal 2% di perusahaan pemerintah dan minimal 1% di perusahaan swasta.
Pemerintah juga mewajibkan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota untuk membentuk Unit Layanan Disabilitas (ULD). ULD bertugas menyediakan informasi lowongan kerja dan mempromosikan tenaga kerja disabilitas kepada pemberi kerja. Tak hanya itu, ULD juga memberi penyuluhan, bimbingan, dan anaisis jabatan bagi tenaga kerja penyandang disabiitas.
Banyak hal yang harus dilakukan ULD karena penyandang disabilitas berbeda karena punya keterbatasan sehingga ULD perlu memberi pelayanan penyesuaian di lingkungan kerja, memfasiitasi pemenuhan akomodasi, juga memberikan informasi secara lengkap mengenai kontrak kerja, gaji, dan berapa jam kerja yang harus dijalani. Menurut Dwi, tercatat ada 21 ULD, di mana ada konsep penyedia kerja dan pemberi kerja.
Selain ada ULD, ada juga Job Centre yang merupakan kerjasama Bappenas dengan Pemerintah Jerman melalui GIZ serta BP Jamsostek. Job Centre ini merupakan jembatan penghubung antara penyedia dan kebutuhan, tak berbeda jauh dengan ULD. DI Job Centre ada beberapa layanan, yaitu konseling, memberi fasilitas peningkatan keterampilan, menfasilitasi penempatan kerja, fasilitasi lingkungan tanpa hambatan di tempat kerja, sekaligus memberi fasilitas perlindungan asuransi ketenagakerjaan.
Baca juga : Yang harus dilakukan saat anggota keluarga kena kusta
Dengan upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dan lembaga swasta, harapannya penyandang disabilitas dan kusta bisa merdeka, berpartisipasi dalam beberapa hal sekaligus beriteraksi secara sosial dengan masyarakat, bisa mengakses pekerjaan, berkarya di tengah masyarakat. Tujuannya untuk memberdayakan dan membebaskan mereka yang sebelumnya ruang geraknya dibatasi lingkungan, memutus stigma buruk, meningkatkan nilai ekonomi, sekaligus mengentaskan kemiskinan.
Sunarman juga berharap kepada lembaga pendidikan vokasi, baik yang formal atau pun informal untuk memberi kesempatan dan menyiapkan diri secara terbuka dengan menerima penderita disabilitas untuk mengakses pendidikan, sama seperti orang lain. Balai Latihan Kerja (BLK) di daerah juga harus memberi peluang untuk memberi pelatihan keterampilan kepada penyandang disabilitas. Dengan begitu, ada sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga swasta, dan masyarakat untuk memajukan Indonesia.
Comments