Sebagai seorang yang gemar menggoreskan berbagai bentuk di atas kanvas dan kertas, termasuk gambar doodle, lukisan kanvas, dan ilustrasi surealis, aku kerap kali membagikan karya-karya itu di platform Facebook. Saat itu, Instagram belum meraih puncak popularitasnya seperti yang kita saksikan saat ini. Oleh karena itu, Facebook menjadi panggung utama untuk memamerkan eksplorasi visualku. Pada waktu itu, pikiran aku belum mencengkam ambisi menghasilkan uang dari passion aku ini. Bagi aku, itu hanya sebuah wadah pameran semata.
Benar sekali, platform media sosial saat ini adalah pameran online yang bisa kita jalankan sendiri tanpa harus ada panitia penyelenggara. Penontonnya adalah teman-teman sendiri dan orang-orang yang mau berteman dengan kita di media sosial. Pameran online yang kita selenggarakan bisa buka setiap hari 24 jam selama punya akses internet.
Beruntung sering pamer gambar doodle dan ilustrasi surealis di media sosial
Suatu hari, seorang teman mengajak aku untuk mengikuti tantangan menggambar selama 30 hari. Aku pun tak ragu ikut serta. Pada hari kelima, aku menciptakan sebuah ilustrasi surealis yang menampilkan sosok laki-laki berkulit oranye dengan tangan panjang yang menjulang ke atas. Terlihat sebagai seorang cacat dengan perban melingkari kepalanya. Sosok itu tampak seperti sedang berdoa sambil menghadap langit.
Ilustrasi surealis itu dituangkan di atas kertas, bagian dari buku catatan menggambarku. Kombinasi penggunaan spidol, drawing pen, dan pensil menyatu bak langit dan lautan di tengah samudera. Dalam keterangan ilustrasi tersebut, aku mencurahkan makna mendalam tentang ketidaksempurnaan seseorang yang tetap merasa berharga. Ini adalah refleksi dalam diri aku, sebuah perjalanan introspeksi dan transformasi pandangan terhadap diri sendiri serta hubungan dengan orang lain.
Sebuah keberuntungan tak terkira membawa ilustrasi surealis itu kepada jaringan pertemanan yang kaya di dunia media sosial, terutama dengan mereka yang berbakat dalam merangkai kata-kata indah dalam bentuk fiksi, terutama puisi. Pada suatu hari yang tak terduga, pesan masuk dalam kotak pesan aku dari Elisa Koraag, pendiri Komunitas Sastra PEDAS,
"Dapatkah aku meminjam satu karya ilustrasi surealis kamu untuk dijadikan cover buku kumpulan puisi Sobat Pedas?" demikian bunyi pesan tersebut.
Merasa begitu dihormati, aku dengan rendah hati menerima tawaran tersebut. Bayangkan, ilustrasi yang pernah kugambar secara asal-asalan, akan menjadi wajah dari sebuah buku kumpulan puisi. Tanpa banyak pertimbangan, aku setuju bahwa ilustrasi surealis itu akan menjadi bagian dari karya seni yang lebih besar.
Kerja sama ini membuka mata aku pada peluang yang tak terduga. Ilustrasi yang selama ini aku pandang sebagai coretan tak bernilai, ternyata bisa menjadi sumber penghasilan dan mengukir jejak dalam karya orang lain, dalam bentuk kolaborasi yang menakjubkan, sebagai sampul buku kumpulan puisi. Ini memberikan aku keberanian untuk menjual karya ilustrasi surealis aku, meskipun hingga saat ini, rasa percaya diri aku masih perlu diperkuat.
Karena pada hakikatnya, dalam dunia seni ini, kita senantiasa berada dalam perjalanan tanpa akhir. Dan meskipun aku belum menguasai semua teknik dalam ilustrasi, desain, dan seni gambar, aku tahu bahwa setiap garis yang aku goreskan membawa aku lebih dekat kepada keahlian yang lebih baik. Mungkin suatu saat, aku akan memiliki waktu dan sumber daya untuk mengikuti kursus-kursus yang diperlukan dalam perkembangan ini. Namun, selama ini, aku terus menggambarkan dengan passion, dan itu adalah yang terpenting. Semoga harapan aku untuk terus berkembang dalam dunia seni ini akan terwujud.
Aku juga mau memberi sara kepada kamu yang punya hobi apapun, menyanyi, menggambar, menulis, melukis, olahraga, dan lain-lain. Jadikan media sosial sebagai pameran online yang bisa semua orang lain lihat. Tidak ada yang tahu jalannya rezeki itu bagaimana. Bisa jadi bulan depan, tahun depan, atau bisa jadi besok ada seseorang yang tertarik untuk bekerja sama denganmu. Saat ini, semuanya serba mungkin.
Comments