Dulu, di kelas dua SMP, ada beberapa temanku yang selalu memikatku dengan cerita-cerita sastra yang ia bahas. Sastra-sastra yang tak pernah habis ia gali hingga membuatku penasaran. Akhirnya, aku mengambil langkah pertamaku ke perpustakaan, mencari buku-buku sastra.
Di perpustakaan, aku menemukan hikayat, novel yang mendalam dan kumpulan puisi penyair lama, karya sastra yang menggetarkan hatiku. Dari situlah, cinta pada puisi tumbuh, sebuah dunia yang ternyata bisa menghadirkan keindahan tanpa batasan seperti dalam cerpen atau novel. Di dalam puisi, terdapat banyak kiasan yang bisa mengekspresikan berbagai emosi.
Menulis puisi sebagai Cermin Hati
Aku menemukan bahwa puisi bisa menjadi cermin hati, tempat di mana aku bisa menjeritkan kemarahan tanpa harus begitu lugas. Orang lain membaca puisi, tanpa harus tahu bahwa itu adalah serpihan emosiku yang marah. Bagi mereka, puisi adalah karya sastra indah yang bisa diinterpretasikan dengan berbagai cara.
Pada waktu itu, aku membaca begitu banyak buku puisi. Ambisiku tumbuh. Aku ingin menjadi seorang penyair besar yang diperhitungkan banyak orang, bukan hanya demi pengakuan, tapi juga untuk menghasilkan karya-karya besar. Untuk itulah aku sangat rajin menulis puisi. Namun, rasa tidak percaya diri sering menghantui. Aku merasa tulisanku tidak secemerlang milik orang lain, atau mungkin orang lain tidak bisa memahaminya.
Perjalanan yang Tak Selalu Mulus
Perlombaan menulis puisi selalu menjadi tantangan berat bagiku. Waktu di SMA, SMP, dan bahkan kuliah, aku sering mengikuti lomba, tetapi hanya sekali aku meraih kemenangan di antara banyak kegagalan.
Momen paling sulit kuterima datang saat SMA. Aku berinisiatif bersama teman-temanku untuk mengikuti lomba menulis puisi. Kami meminta bantuan seorang guru bahasa untuk membimbing kami, karena di antara kami, hanya aku yang memiliki banyak tulisan. Aku punya beberapa buku catatan penuh dengan puisiku. Aku bangga ketika guru memujiku. Tk heran jika kesombongan mulai merapatkan barisan. Namun, kebahagiaan berubah menjadi kekecewaan ketika pengumuman lomba hanya menyertakan satu nama, bukan milikku. Rasanya sedih, meski bukan soal kemenangan, tapi karena impianku yang tidak terwujud. Terlebih kemenangan itu membuat karyanya diabaikan dalam sebuah buku kumpulan puisi, sederetan dengan karya pemenang lain.
Meski begitu, aku melanjutkan untuk mengikuti lomba. Satu-satunya kemenangan dalam lomba tingkat fakultas saat kuliah membuatku bahagia. Piala dan piagam itu adalah pencapaian besar setelah lima tahun perjuangan. Namun, selanjutnya, aku sering tidak berhasil dalam lomba-lomba berikutnya. Aku mulai menyadari bahwa mungkin saja peserta yang menang bukanlah yang memiliki kemampuan terbaik, tetapi mungkin aku hanya beruntung.
Tetap hidup di dunia puisi sampai punya buku kumpulan puisi sendiri
Meski begitu, aku tidak pernah berhenti menulis puisi. Meskipun intensitasnya berkurang, aku masih mencoba mengekspresikan perasaanku dalam bentuk puisi. Terkadang, rasanya sulit untuk menemukan inspirasi, tapi aku terus berjuang. Dunia puisi adalah bagian dari diriku yang tidak bisa aku tinggalkan.
Sekarang, aku sering menuliskan puisi sebagai caption di Instagram. Meskipun mungkin tidak semua orang membacanya, itu tidak masalah. Puisi adalah caraku untuk berbicara tentang perasaanku tanpa harus mengungkapkannya secara langsung kepada orang lain.
Meskipun aku merasa kurang percaya diri dalam dunia puisi, teman-temanku mendukungku. Mereka mengatakan bahwa gaya bahasaku unik dan berbeda, dan mereka bahkan senang ketika aku kembali ke gaya bahasaku yang lama. Gaya bebas dengan simbol-simbol yang tak terduga lebih menarik bagi mereka daripada gaya deskriptif yang lebih konvensional.
Meskipun perjalanan berpuisi tidak selalu mulus, aku telah menerbitkan dua buku kumpulan puisi sendiri dan beberapa karya dalam buku kumpulan puisi bersama penyair lain. Walaupun sekarang aku tidak lagi memiliki cetakan fisik buku-buku itu, tetapi memiliki salinan digitalnya adalah prestasi besar bagiku. Aku mungkin tidak pernah mencapai puncak dalam dunia puisi, tapi setidaknya aku telah membuat jejak dalam perjalanan berpuisi ini, dan itu adalah hal yang sangat berarti bagiku.
Comments