Provinsi Sulawesi Tengah, Pilar Kelapa Dalam di Nusantara
Indonesia memang termasuk salah satu produsen kelapa dalam (Cocos nucifera terbesar di dunia. Luas areal perkebunan kelapa dalam di Indonesia mencapai 1,4 juta hektare, dengan produksi mencapai 2,5 juta ton per tahun. Tentu tak lengkap jika kita tidak mengenal provinsi yang termasuk dalam salah satu penghasil kelapa terbesar di Indonesia.
Berada di Kabupaten Banggai, aku menemukan keajaiban sentra kelapa dalam (Cocos nucifera) terbesar di Sulawesi Tengah. Dengan lahan seluas 54.000 hektare, mereka mampu memproduksi 48.132 ton kelapa setiap tahunnya. Tetapi, jangan lewatkan Parigi Moutong, Donggala, dan Tojo Una-una, yang juga tampil sebagai pahlawan dalam narasi kelapa di Sulawesi Tengah.
Meski begitu, di balik keindahan pohon kelapa dalam (Cocos nucifera), terungkap realitas yang menyentuh. Aku melihat wajah masyarakat sentra kelapa dalam yang masih bergelut dengan ekonomi rendah. Mereka, petani kecil dengan lahan di bawah 5 hektare, menghadapi tantangan besar: produktivitas rendah, akses terbatas ke modal dan teknologi, dan harga jual kelapa dalam (Cocos nucifera) yang tidak sebanding.
Baca juga: Masyarakat adat hidup dari alam
Kelapa dalam (Cocos nucifera) dijual masyarakat dalam bentuk biji utuh, kelapa parut, dan santan. Kelapa biji utuh meluncur segar kw pasar tradisional atau diubah menjadi kopra. Sementara kelapa parut dan santan, menjadi bahan kreatif untuk berbagai produk olahan seperti minyak goreng, tepung kelapa, nata de coco, dan kue kering.
Berdasarkan data penelitian, hanya sekitar 20% dari total produksi kelapa dalam (Cocos nucifera) yang mengalami transformasi menjadi produk olahan. Sorotan terang jatuh pada minyak goreng, menguasai 80% dari total produksi olahan kelapa dalam. Meski demikian, petani yang mencoba mengolahnya menjadi Virgin Coconut Oil (VCO) menghadapi tantangan baru. Kandungan asam laurat di bawah 50 persen menjadikan VCO ini belum sepenuhnya memenuhi standar, hanya memenuhi kebutuhan pangan sendiri.
Kabupaten Banggai dan Pahlawan dalam Narasi Kelapa
Di balik jendela waktu, ada Bambang Sardi, seorang dosen berusia 33 tahun dari Fakultas Teknik Universitas Tadulako. Ide brilian ini muncul saat langkahnya masih terpaut di Jurusan Teknik Kimia Universitas Muslim Indonesia, Makassar, Sulawesi Selatan. Sebuah kisah yang membawa kita melewati lorong masa lalu, di mana gagasan menjadi nyata.
Bambang, dengan semangatnya, menggagas metode baru untuk memproduksi minyak kelapa murni (virgin coconut oil) melalui fermentasi anaerob. Penghargaan Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards tahun 2017 dalam bidang teknologi menjadi bukti atas dedikasinya. Dana senilai Rp 60 juta dan bimbingan kegiatan menjadi pendorongnya untuk terus mengembangkan gagasannya.
Meski 6 tahun telah berlalu, dampaknya tetap terasa, terutama di kalangan petani kelapa dalam. Menggali lebih dalam ke dalam kisah ini, aku yakin kamu akan menemukan inspirasi yang menggetarkan hati.
Bambang menyadari bahwa provinsi ini memiliki satu lahan kelapa terbesar di Indonesia, namun pengolahan belum optimal. Kondisi ekonomi petani yang masih terjerat kemiskinan menjadi pemantiknya.
Bambang merasa punya tanggung jawab moral untuk mengatasi masalah ini. Salah satu solusinya adalah diversifikasi produk olahan kelapa. Inovasi produksi VCO dari kelapa varietas dalam melalui metode fermentasi anaerob menjadi jawaban
Bambang pertama kali menguji gagasannya saat menjadi pembimbing mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Siniu Silanga, Kabupaten Parigi Moutong tahun 2015. Meneliti potensi desa, khususnya kelapa varietas dalam, dia merintis perubahan yang kontinu, membimbing masyarakat untuk menjadikan kelapa sebagai sumber manfaat yang lebih besar.
Bambang Sardi dan Perjalanan VCO Melalui Fermentasi Anaerob
Bambang Sardi membuka lembaran baru dalam dunia minyak kelapa extra virgin dengan terobosan metode fermentasi anaerob. Suatu proses yang tidak hanya menggairahkan, tetapi juga mengguncang norma-norma lama.
Bambang memulai dengan pemilihan kelapa terbaik, fokus pada varietas dalam yang memiliki usia minimal 4 bulan. Kontras dengan praktik umum membeli kelapa di pasar tanpa pertimbangan kualitas. Menurutnya, selama ini masyarakat lalai terhadap standar bahan baku, yang pada akhirnya memengaruhi kualitas minyak kelapa murni atau VCO yang dihasilkan.
Dari Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Bambang merasa bahwa masyarakat kurang peduli pada standar produksi minyak kelapa asli. Bagi Bambang, pemilihan kelapa harus memperhitungkan usia panen minimal 6 bulan dan pengolahan dalam waktu maksimal 7 hari setelah panen.
Baca juga: Ada 10 sektor yang harus diperhatikan kehalalannya
Selanjutnya, kelapa harus berasal dari pohon yang tumbuh di bawah 400 meter di atas permukaan laut. Pemarutan pun harus menggunakan parutan tumpul agar sari daging kelapa menjadi halus, dan ekstraksi santan lebih maksimal. Proses pemerasan juga melibatkan air dari kelapa itu sendiri, bukan dari PDAM atau sumber air lainnya. Proporsi antara daging kelapa yang diparut dan media pemeras harus 1:1. Pemerasan dilakukan tiga kali untuk hasil santannya maksimal.
Setelah itu, Bambang memasuki tahap fermentasi alami tanpa menggunakan pemanas buatan. Suasana hangat sekitar 34 derajat Celsius menjadi teman setia selama lebih dari 24 jam. Menurut Bambang, produksi virgin coconut oil dengan metode ini murah, sederhana, dan bebas dari bahan kimia berbahaya.
Hasilnya, santan dengan konversi 12,5 persen. Ini berarti, 8 kelapa dengan berat daging satu kilogram dapat menghasilkan satu liter minyak kelapa extra virgin dengan kualitas unggul, khususnya kandungan asam lauratnya yang melebihi 50 persen.
minyak kelapa extra virgin dengan kandungan protein tinggi ini bisa menjadi antivirus, antijamur, dan antibakteri. Dalam dunia kesehatan, farmasi, dan kosmetik, VCO ini memiliki potensi besar.
Setelah sukses dengan penelitiannya, Bambang melangkah lebih jauh. Ia menggabungkan hasil minyak kelapa murni olahannya sebagai bahan baku pembuatan biskuit. Biskuit ini terbukti memberikan manfaat khususnya bagi balita penderita gizi buruk, menjadi solusi pencegahan stunting.
Pintu Peluang bagi Petani: Minyak Kelapa Murni dari Gagasan Bambang
Aku ingin ceritakan kepadamu mengenai perubahan yang tengah terjadi di dunia petani kelapa. Bambang, seorang pionir dari Sulawesi Tengah, membawa terobosan luar biasa dengan menghasilkan Minyak kelapa asli melalui proses fermentasi anaerob. Inovasinya tak hanya membuka jalan bagi petani, tapi juga memberikan dampak positif yang melibatkan banyak pihak.
Menurut Bambang, penjualan minyak kelapa extra virgin hasil fermentasi anaerob ini bisa menjadi sumber penghasilan tambahan bagi petani kelapa. Mereka kini tak perlu lagi bersusah payah mencari pekerjaan tambahan. Proses fermentasi anaerob yang digagas oleh Bambang mampu menghasilkan virgin coconut oil atau VCO sebesar 12,5 persen dari hasil pengolahan kelapa.
Hal menarik adalah, penjualan minyak kelapa murni ini mengungguli harga jual daging kelapa atau kopra. Di Sulawesi Tengah, satu kilogram daging kelapa rata-rata dijual seharga Rp 2.500, sementara satu liter virgin coconut oil yang dihasilkan dari satu kilogram daging kelapa bisa dijual dengan harga Rp 31.500.
Bambang dengan bangga mengungkapkan bahwa sudah ada tiga petani kelapa yang memulai memproduksi minyak kelapa asli menggunakan metode fermentasi anaerob. Mereka masing-masing berasal dari Desa Siniu Silanga, Kabupaten Parimo; Kelurahan Kawatuna, Kota Palu; dan Desa Jono Oge, Kabupaten Sigi. Dengan produksi rata-rata 150 liter setiap bulan, ketiga petani ini mampu meraih penghasilan sekitar Rp 4.725.000 setiap bulan.
Jadi, dari 1.200 biji kelapa, mereka bisa memperoleh nilai sekitar Rp 4,7 juta. Sebuah loncatan signifikan dari pendapatan petani yang, jika dijual ke pengepul dengan harga Rp 3.000 per biji, hanya akan mencapai omzet Rp 450 ribu.
Namun, manfaatnya tidak berhenti di situ. Tidak hanya petani yang merasakannya, tapi juga dokter spesialis gizi buruk, toko obat herbal, toko oleh-oleh, toko swalayan, dan bahkan konsumen seperti penderita gizi buruk. Menurut Bambang, sekitar 1.000 orang sudah terlibat dalam pemanfaatan minyak kelapa asli ini.
Meski jumlah ini belum mencapai skala besar, Bambang memahami bahwa ini baru langkah awal. Produksi minyak kelapa extra virgin berbasis industri rumah tangga baru dikembangkan sekitar satu tahun. Tantangannya? Modal usaha dan proses pengurusan dokumen-dokumen legal terkait perizinan.
Semangat Untuk Hari Ini dan Masa Depan Indonesia
Dengan semangat yang berkobar dari Bambang Sardi di Sulawesi Tengah membuktikan bahwa perubahan dapat dimulai dari inovasi lokal. Virgin coconut oil hasil fermentasi anaerob bukan hanya menjadi revolusi dalam industri kelapa, tetapi juga menjadi sumber inspirasi untuk mengatasi tantangan ekonomi di tingkat petani.
Semangat untuk mengangkat standar produksi dan memberikan nilai tambah pada produk lokal menjadi terobosan yang berdampak positif. Bambang tidak hanya menjadi pionir dalam teknologi produksi VCO, tetapi juga pendorong bagi petani kelapa untuk melihat peluang baru dalam diversifikasi produk olahan kelapa. Sebuah perubahan yang tak hanya mengubah pemandangan ekonomi lokal, tetapi juga memberikan harapan untuk masa depan yang lebih cerah.
Dengan terus mendukung inovasi dan semangat seperti yang diperlihatkan oleh Bambang Sardi, Indonesia memiliki potensi besar untuk merajut kisah sukses dari setiap sudut negeri. Semangat hari ini bukan hanya untuk memandang ke belakang, tetapi juga untuk menciptakan pondasi yang kokoh bagi masa depan yang lebih baik. Bersama-sama, mari kita dukung dan menjadi bagian dari perubahan positif ini untuk mewujudkan Indonesia yang lebih sejahtera dan inovatif.
Comments