Saat kata magis 'Semanggi' tiba-tiba merayap di layar gawaku, rasa penasaranku langsung membara. Sebelumnya, aku hanya tahu kuliner khas Surabaya dengan hanya mencium aroma lezat dari lontong balap, menjadi tanda khas yang tak terlupakan. Namun, begitu kata itu menggelegar, menjadi awal petualangan kulinerku. Terbentanglah nama "pecel semanggi", keajaiban kuliner yang memikat hati kota pahlawan ini.
Pecel Semanggi: Kelezatan yang Tersembunyi
Kredit: @kampungsemanggi |
Pecel semanggi memiliki daya tariknya sendiri, sebuah kisah yang ditulis dengan penuh cinta dari daun tanaman semanggi (Marsilea drummondii L) dan kecambah, dipersembahkan tanpa nasi (meski beberapa menyajikannya dengan nasi) dengan bumbu khas yang tak terlupakan. Keunikan tersendiri terpancar saat tanaman semanggi (Marsilea drummondii L) disajikan dengan anggun dalam daun yang dipincuk, diberi sentuhan kentang dan ubi yang lembut, diiringi oleh kerupuk puli atau krupuk gendar untuk menyuguhkan kenikmatan ekstra. Inilah penceritaan kuliner yang mengajak kamu menjelajahi sensasi tak terlupakan dalam setiap sajian, seperti melibatkan kita dalam tarian lembut alam yang dirangkai dengan bumbu-bumbu rahasia dan kelezatan yang memukau.
Meskipun Kota Surabaya selalu kental dengan jejak budayanya, menemukan pecel semanggi di era modern terkadang seperti mencari jarum di tumpukan jerami, mengingat langkanya penjual. Namun, di tengah tantangan itu, hadirlah seorang pahlawan dari kota pahlawan itu sendiri, Athanasius Suparmo, yang dengan penuh dedikasi menanam semanggi di lahan kosongnya, menjaga dan mempertahankan kelezatan legendaris ini.
Keberhasilan Athanasius bukan hanya dalam merawat warisan budaya dan alam, tetapi juga menjadi katalisator bagi kemajuan Kampung Semanggi Surabaya. Dengan mengangkat kuliner semanggi sebagai daya tarik utama, tidak hanya terjaga keaslian cita rasa, tetapi juga pendapatan masyarakat yang signifikan meningkat. Pembinaan kepada para pelaku UMKM tidak hanya meresapi potensi kuliner kampung, melainkan juga membuka peluang eksplorasi dan pengembangan yang lebih luas.
Berbeda dengan kampung lain, Kampoeng Semanggi di Sememi ini terpilih oleh Astra Group karena semanggi adalah ikon kota yang perlu dilestarikan. Dukungan dari Astra dan Universitas Wijaya Putra memantapkan posisi kampung ini sebagai pusat inovasi kuliner khas Surabaya.
Athanasius Suparmo: Pahlawan Kampung Semanggi Surabaya
Dalam keberlimpahan lebih dari 300 penjual semanggi di kota pahlawan, Athanasius dan komunitasnya memberikan bukti bahwa semanggi bukan sekadar makanan, melainkan juga kisah bisnis yang berkelanjutan. Luas lahan 450 m² menjadi panggung subur bagi pertumbuhan tanaman semanggi, di mana sebagian warga menjadi pahlawan tanah, bertani dengan cinta, merawat, dan dengan penuh kebahagiaan memanen semanggi setiap bulan.
Baca juga: menjelajah ke dalam museum kanker pertama di Indonesia
Saat ini, pecel semanggi telah melebihi batas kelezatan pada lidah, melainkan hadir dalam wujud kreatif yang memukau: stik semanggi, bolu semanggi, pasta semanggi, dan ragam inovasi lainnya. Kampung Semanggi Suroboyo telah menjadi panggung inspirasi yang membuka pintu bagi potensi kreatif kuliner lokal lainnya, menggema harapan agar semangat ini merambah dan terus berkembang di berbagai penjuru daerah. Seperti sebuah melodi yang harmonis, kisah kuliner semanggi meluas dengan sentuhan kreativitas, mengajak kamu menikmati keberagaman cita rasa yang tak terhingga.
Kesuksesan Kampung Semanggi Suroboyo tak hanya terletak pada kuliner khas Surabaya ini yang lezat, juga pada cara cerdas memanfaatkan lahan kosong di sekitar. Athanasius Suparmo, kini menjadi kepala Kampoeng Semanggi di Sememi, selain menanam semanggi (Marsilea drummondii L) untuk mempertahankan tradisi, tapi juga memberdayakan masyarakatnya.
Aku merasa kagum dengan kebijakan Astra Group yang begitu hati-hati dalam memilih Kampung Semanggi Suroboyo sebagai Kampung Bersemi Astra Semanggi. Bagi kita, semanggi bukan sekadar makanan, melainkan simbol hidupnya kota Surabaya. Ketika keberadaannya terpinggirkan, hal ini membangkitkan kepedulian yang tulus untuk melestarikan dan mengembangkannya. Seperti petikan indah dalam simfoni kota, Kampung Semanggi Suroboyo menjadi kanvas tempat kita bersama-sama merajut kisah penuh kearifan dan kelezatan yang tak terlupakan.
Athanasius tidak berjalan sendirian dalam menjalankan misinya. Dukungan datang dari berbagai pihak, termasuk Universitas Wijaya Putra. Sinergi antara kampung, perusahaan, dan institusi pendidikan menghasilkan kombinasi yang kuat untuk memajukan potensi kuliner khas Kota Surabaya dan budaya lokal.
Pemanfaatan lahan kosong di lingkungan Kampung Semanggi Suroboyo menjadi kunci keberhasilan. Athanasius tidak cuma memanfaatkannya untuk bercocok tanam semanggi, juga sebagai alat untuk melestarikan kekayaan alam dan budaya. Lahan yang tadinya terbengkalai kini menjadi sumber pendapatan yang berdaya.
Keberhasilan kampung ini tidak hanya terbatas pada kuliner semanggi. Athanasius, bersama warga sekitar, mengembangkan Kampung Semanggi di Surabaya agar lebih cerdas, kreatif, dan berdaya. Inisiatif ini sejalan dengan empat pilar Astra, yang juga menjadi panduan dalam menggerakkan kampung berdaya.
Dalam perjalanannya, Kampoeng Semanggi di Sememi juga menghadapi tantangan. Sulitnya menemukan tanaman semanggi (Marsilea drummondii L) menjadi salah satu hambatan. Masyarakat umumnya menganggapnya sebagai gulma dan kurang mendukung budidaya. Namun, Athanasius berhasil membalikkan persepsi ini, membuktikan bahwa setiap tanaman, termasuk semanggi (Marsilea drummondii L), memiliki potensi untuk memberdayakan masyarakat.
Keberhasilan Kampung Semanggi Surabaya tidak cuma tercermin dari peningkatan jumlah penjual tanaman semanggi (Marsilea drummondii L), tapi juga dari beragam produk olahan semanggi yang kini tersedia. Semanggi tak cuma dinikmati dalam bentuk pecel, juga dalam variasi stik semanggi, bolu semanggi, pasta semanggi, dan berbagai inovasi lainnya. Kampung ini menjadi sumber inspirasi bagi daerah lain untuk mengembangkan potensi lokal mereka.
Baca juga: Serunya menjelajah ke dalam monumen kapal Selam di Surabaya
Dengan semanggi (Marsilea drummondii L) sebagai bintang utama, Kampoeng Semanggi di Sememi selain menghadirkan kelezatan kuliner khas Surabaya, tapi juga membuka pintu untuk pengembangan ekonomi lokal dan pelestarian budaya. Athanasius Suparmo dan kampungnya menjadi contoh nyata bahwa kreativitas, ketekunan, dan sinergi komunitas dapat mengubah sebuah daerah menjadi pusat inovasi yang berdaya. Semoga kisah sukses Kampung Semanggi Surabaya menjadi inspirasi bagi daerah lain untuk menggali potensi dan melestarikan warisan lokal mereka.
Semangat Untuk Hari Ini dan Masa Depan Indonesia
Dalam menyusuri kisah pecel semanggi, kita tidak cuma membuka rahasia kelezatan kuliner khas Surabaya, juga menyelami semangat pelestarian dan pengembangan sumberdaya alam. Kota Pahlawan, dengan segala pesonanya, ternyata menyimpan harta karun kuliner yang belum sepenuhnya diungkap. Setiap sendok pecel semanggi selain menu lezat, juga sebuah warisan yang menceritakan keberanian untuk mempertahankan identitas budaya.
Pahlawan sejati seperti Athanasius Suparmo dan Kampoeng Semanggi di Sememi menunjukkan bahwa semangat pelestarian tak cuma mencakup tanaman semanggi, tetapi juga lahan kosong yang kini menjadi ladang subur bagi kehidupan masyarakatnya. Bagaimana pemilihan Astra Group menjadikan semanggi sebagai ikon bukan hanya sekadar keputusan bisnis, tetapi sebuah komitmen untuk melestarikan kekayaan alam dan kuliner khas Surabaya yang terkadang terpinggirkan.
Aku begitu terkesan melihat keterlibatan Universitas Wijaya Putra dan lembaga pendidikan lainnya dalam mendukung Kampoeng Semanggi di Sememi. Ini bukan hanya sebatas kolaborasi intelektual, tetapi juga merupakan wujud nyata semangat untuk memahami, menghargai, dan mengembangkan kearifan lokal. Inilah satu-satunya cara yang autentik dalam menjaga daya tahan dan ketahanan suatu komunitas.
Semangat ini, yang menjalar dalam kehidupan sehari-hari Kampung Semanggi Surabaya, memberikan inspirasi positif yang tak terbatas. Dari upaya melestarikan tanaman semanggi yang sebelumnya dianggap sebagai gulma, menjadi simbol kreativitas dan daya inovatif. Hampir seperti tarian alam, melibatkan masyarakat secara luas untuk membentuk kampung yang cerdas dan berdaya. Setiap langkah kecil yang diambil adalah gambaran tentang betapa pentingnya keberlanjutan bagi masa depan yang lebih baik.
Sebagai penutup, ayo kita bersama-sama merenung dan meneruskan semangat ini. Dalam setiap hidangan pecel semanggi, terkandung cerita tentang keberanian, ketekunan, dan kolaborasi yang mampu mengangkat potensi daerah serta melestarikan nilai-nilai lokal. Semoga kisah Kampung Semanggi Surabaya menjadi sumber semangat untuk menjaga, menghormati, dan mengembangkan keunikan budaya serta sumberdaya alam Indonesia. Bukan hanya untuk hari ini, tetapi juga sebagai investasi berkelanjutan bagi masa depan yang lebih berdaya.
Comments