Sampah di pesisir Panarukan, Situbondo: Bukti kelalaian manusia dan pemerintah yang tak kunjung usai.
Mengintip Realita Mencekam di Pesisir Panarukan: Sampah Tak Terbendung Bersatu dengan Pasir Pantai
Aku masih tergugu dalam angin sepoi-sepoi di dermaga pesisir Panarukan di dekat Tempat Pelelangan Ikan. Namun, tak diduga, mataku tersentak oleh aksi seorang anak yang nekat membuang sampah ke laut.
Anak itu, seorang remaja SMP dengan tenangnya mengambil karung kecil dari motornya dan dengan sembrono melemparkannya ke laut.
Dalam aksinya, ada popok bekas bayi yang terjatuh di jalan. Ia mengambilnya dengan tangan kosong lalu melemparkannya kembali ke laut. Wajahnya tampak lega karena dalam pikiranku, ia telah menyingkirkan satu karung kecil kotoran dari rumahnya.
Beberapa detik kemudian, tatapan kami bertemu, namun ia tak tergoyahkan. Mungkin memang sudah terlalu lekat budaya buang sampah sembarangan di sini. Yang kulihat itu baru satu orang penyumbang sampah plastik di laut. Belum puluhan, ratusan orang di wilayah itu, dan berjuta-juta orang di berbagai tempat di seluruh dunia.
Ketika Sampah Menjadi Mainan Anak dan Kambing di Pesisir Panarukan!
Suara-suara muram mewarnai suasana saat aku ikut kegiatan bersih-bersih sampah di sana tahun 2016. Sebagian warga menyuarakan ketidakpuasan mereka, menyalahkan pemerintah daerah yang dinilai gagal menyediakan tempat sampah yang memadai. “Mau dibuang ke mana lagi kalau tempat sampah saja tidak ada?” kata seorang bapak waktu itu.
Kebetulan waktu itu sedang surut. Sampah-sampahnya benar-benar banyak. Saking menumpuknya, jadi tempat bermain hewan piaraan warga, kucing, kambing, bahkan anak kecil juga.
Kondisi terkini, waktu aku berkunjung ke area Pesisir Pantai Panarukan beberapa hari yang lalu, sebagian sampah-sampahnya sudah menyatu dengan lumpur hitam di pantai. Jika dilihat sekilas, sampah hanya menumpuk setebal beberapa cm, tapi aku yakin jika digali, tumpukan sampahnya cukup dalam.
Ketika Kebiasaan Buruk Menjadi 'Tren' di Rumah Tangga!
Terlihat indah, tapi jika dilihat betul, sampah sudah menyatu dengan lumpur |
Budaya buang sampah sembarangan telah meracuni bumi Pesisir Panarukan secara turun-temurun. Bahkan, di dalam rumah tangga, tak terlihat tanda-tanda kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan. Itu sudah menjadi kebiasaan masyarakat sekitar sehingga perbuatan tersebut menjadi wajar meski mereka juga sadar perbuatan yang mereka lakukan tidak benar.
Menjadi perlu edukasi dari pemerintah daerah Situbondo untuk menangani sampah-sampah itu sehingga pesisir pantai bersih dari sampah dan laut tidak tercemar.
Harapanku ke depan, tidak hanya di daerah Pesisir Panarukan tapi juga secara menyeluruh karena persoalan sampah masih dan akan menjadi tugas panjang yang tidak akan selesai dalam satu dua tahun.
Misteri 45 Ton Sampah per Hari di Situbondo Terungkap: Penyebabnya Bikin Merinding!
Sayangnya aku dan orang-orang yang cukup concern terhadap lingkungan memang harus banyak bersabar. Aku menemukan artikel tahun 2022 bahwa volume sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kabupaten Situbondo, tahun 2022 mencapai 40 ton per hari, dan tahun 2023 sebanyak 45 ton per hari. Sampah sebanyak itu baru total yang diangkut ke TPA, bukan yang belum bisa diangkut, dibuang sembarangan, dibakar, atau dikubur.
Menurut artikel tersebut, yang jadi masalah penumpukan itu karena minimnya jumlah armada pengangkut sampah milik pemerintah, dimana beberapa diantaranya sudah berusia tua. Turut enjadi faktor menumpuknya sampah tersebut, hingga melebihi kapasitas tertentu.
Bukan hanya itu, waktu aku berdiskusi dengan teman yang punya kewenangan untuk membuat program-program di desanya, saat mengusulkan program pengolahan sampah, usulan tersebut ditolak. Menurut informasi dari temanku, hal tersebut bukanlah sesuatu yang urgent.
Aku menduga, bisa jadi karena budaya buang sampah dan melihat sampah berserakan di mana-mana adalah hal lumrah, menjadi tidak penting untuk diatasi. Apalagi jika sampah-sampah tersebut berasa di luar jangkauan rumah masing-masing, merasa tidak berdampak langsung. Padahal dampak secara visual adalah alam Situbondo yang tidak elok dilihat
Perang Batin di Balik Tumpukan Sampah: Siapa yang Salah?
Duh, kalau mau saling menyalahkan tentu di kedua belah pihak sudah melakukan upaya masing-masing sesuai kepercayaan dan kebiasaan.
Salah masyarakat, ya sudah jelas. Salah pemerintah, iya juga. Salahku, ya tentu saja ikut salah karena aku termasuk bagian dari masyarakat.
Pemerintah juga sudah melakukan upayanya dalam mengangkut sampah setiap hari, melakukan pengelolaan, dan lain-lain. Ya meski bisa dibilang masih minim. Buktinya masih banyak sampah berserakan dan menumpuk di Situbondo.
Secara umum, banyak hal yang menjadi penyebab masalah sampah belum teratasi/dianggap sepele, yaitu minimnya kesadaran masyarakat, kurangnya edukasi, pemerintah terlalu mengentengkan persoalan sampah, penyedia pengelola sampah yang masih minim, dan lain-lain.
Solusi Hebat Tangani Krisis Sampah di Situbondo
Di tengah lautan sampah yang mengancam, memang perlu kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah daerah yang berwenang. Meski itu sulit, jika dikerjakan bersama-sama, apalagi pemerintah daerah Situbondo pasti punya anggaran dana pengelolaan sampah.
Kalau anggaran minim, sebenarnya juga bisa diupayakan dengan bekerja sama dengan stakeholder-stakeholder yang berhubungan dengan sampah. Seperti yang sudah banyak dilakukan di banyak daerah di Indonesia. Salah satu yang pernah kutulis adalah Danone-AQUA yang bekerja sama dengan masyarakat di Kecamatan Purwosari, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Di mana masyarakat mengumpulkan semua sampah rumah tangga mereka di TPS3R Abi Martopuro.
Desa bersih dari sampah, desa punya penghasilan dari pengelolaan sampah organik dan penjualan sampah lain (botol PET dijual ke PT Veolia Services Indonesia untuk dijadikan botol daur ulang yang nantinya dipakai Danone-AQUA untuk produk-produknya), serta terbuka lapangan kerja baru.
Kalau ditelusuri, sudah banyak kampung yang bekerja sama dengan stakeholder-stakeholder dan pemerintah setempat untuk mengelola sampah sehingga penumpukkan sampah di masa depan tidak terjadi lagi. Pemerintah daerah Situbondo dan masyarakat setempat perlu belajar dari daerah lain agar Situbondo tak hanya bebas sampah, tapi juga membuka lapangan kerja baru dan meningkatkan perputaran ekonomi.
Comments