Sebuah lahan seluas satu hektar di dekat rumah, di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, dilalap api. Api melahap dedaunan kering yang bertumpukan, meninggalkan asap tebal dan arang. Pemilik lahan sengaja membakarnya setelah panen padi.
Tak hanya lahan setelah panen padi atau bahan pangan lain, tapi tumpukan sampah yang menjadi hasil dari limbah rumah tangga juga rutin dibakar agar sampah tidak menumpuk dan terbang terbawa angin.
Tradisi membakar sisa hasil panen ini masih lazim dijumpai di pedesaan, terutama di Situbondo meskipun dampak negatifnya cukup signifikan.
Kebiasaan Membakar Sisa Panen dan Alasannya
Membakar sisa panen seperti tebu, padi, dan jagung, dianggap sebagai cara cepat dan praktis untuk membersihkan lahan. Kurangnya pengetahuan tentang alternatif pengolahan dan sikap acuh tak acuh terhadap dampak lingkungan menjadi faktor utama.
Kebiasaan membakar sisa panen juga dapat menyebabkan kerugian ekonomi bagi petani karena mengurangi kualitas tanah dan merusak ekosistem lokal. Asap dari pembakaran sisa panen juga dapat menyebabkan polusi udara yang berdampak buruk bagi kesehatan manusia dan hewan. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan organisasi terkait untuk meningkatkan kesadaran akan alternatif pengelolaan sisa panen yang lebih berkelanjutan serta mendorong adopsi praktik-praktik pertanian yang ramah lingkungan.
Dampak Negatif Membakar Sisa Hasil Panen dan Sampah
Membakar susah hasil panen dan membakar sampah memang menjadi solusi praktis bagi masyarakat untuk menyingkirkan sampah. Namun perbuatan itu justru memberi dampak negatif dalam jangka panjang yang tidak disadari masyarakat.
Pencemaran udara
Ketika sisa hasil panen dibakar, asap yang dihasilkan mengandung polutan berbahaya seperti PM2.5, CO2, dan NOx. Partikel-partikel ini dapat menyebar luas di udara dan berkontribusi pada peningkatan polusi udara, menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti penyakit pernapasan, termasuk asma dan bronkitis. Selain itu, gas-gas tersebut juga berperan dalam memperparah krisis iklim dengan meningkatkan efek rumah kaca dan pemanasan global.
Kerusakan ekosistem
Praktik membakar sisa panen dapat menyebabkan kerusakan ekosistem yang signifikan. Api yang digunakan dalam pembakaran dapat membunuh mikroorganisme bermanfaat, serangga penyerbuk, dan predator alami hama. Hal ini dapat mengganggu keseimbangan alami dalam ekosistem, menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati dan menyulitkan pertumbuhan tanaman serta tanaman yang bergantung pada interaksi dengan organisme lain.
Hilangnya potensi pupuk organik
Sisa hasil panen sebenarnya merupakan bahan baku ideal untuk pembuatan pupuk kompos yang kaya nutrisi. Dengan memanfaatkannya sebagai pupuk organik, petani dapat meningkatkan kesuburan tanah dan kesehatan tanaman secara alami tanpa menggunakan bahan kimia tambahan. Namun, dengan membakar sisa panen, potensi untuk menghasilkan pupuk organik yang bernutrisi ini terbuang percuma, meningkatkan ketergantungan pada pupuk kimia yang tidak ramah lingkungan.
Melanggar peraturan
Praktik membakar sisa panen sebenarnya melanggar peraturan yang ada. UU No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan dengan tegas melarang pembukaan dan pengolahan lahan dengan cara membakar karena diketahui berdampak pada pencemaran dan kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, pembakaran sisa panen tidak hanya merugikan lingkungan dan kesehatan manusia, tetapi juga melanggar hukum yang berlaku.
Solusi Alternatif Mencegah Membakar Sisa Hasil Panen dan Sampah
Untuk mengatasi masalah pembakaran sisa hasil panen, pemerintah telah mengambil langkah konkret dengan mendorong penerapan sistem pertanian organik melalui berbagai program yang diselenggarakan oleh Departemen Pertanian dan Departemen Perkebunan.
Salah satu pendekatan yang ditekankan adalah memanfaatkan limbah hasil panen sebagai bahan baku untuk pembuatan pupuk kompos. Program ini telah diimplementasikan secara luas di berbagai daerah, terutama di petani binaan pemerintah.
Dengan menerapkan sistem pertanian organik ini, petani dapat memanfaatkan sisa hasil panen secara efektif untuk menghasilkan pupuk kompos yang kaya akan nutrisi.
Dampak positifnya tidak hanya dirasakan dalam peningkatan kesuburan tanah, tetapi juga dalam hasil panen yang lebih optimal dan kesehatan tanaman yang lebih baik secara keseluruhan.
Selain itu, sistem pertanian organik juga membantu mengurangi ketergantungan petani pada pupuk kimia yang dapat merusak lingkungan dan kesehatan manusia dalam jangka panjang.
Pentingnya Edukasi dan Pendampingan
Tak hanya di Situbondo, tapi di tempat lain juga masih banyak petani yang belum memiliki pengetahuan yang memadai tentang cara mengolah sisa panen secara tepat dan berkelanjutan.
Menurut survei terbaru yang dilakukan oleh Departemen Pertanian, lebih dari 60% petani di daerah pedesaan mengaku masih menggunakan praktik membakar sisa panen sebagai cara utama untuk membersihkan lahan. Hal ini menunjukkan perlunya upaya edukasi dan pendampingan yang lebih intensif dari pemerintah dan dinas terkait untuk membantu petani beralih dari kebiasaan membakar ke metode yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Melalui program-program pelatihan dan workshop yang diselenggarakan secara reguler, petani dapat diberikan pengetahuan dan keterampilan praktis tentang teknik pengelolaan sisa panen yang efektif, seperti pengomposan dan penggunaan teknologi pertanian yang inovatif.
Selain itu, pendampingan langsung oleh para ahli pertanian dan konsultan lingkungan juga menjadi penting untuk membantu petani dalam menerapkan praktik-praktik baru tersebut dengan sukses di lapangan.
Comments