Kredit: Aril "Ayeng" |
Aku ingat pertama kali melihat karya Aril "Ayeng" pada poster film Lastarè yang ia buat, ada sesuatu yang khas—goresannya terasa hidup, seakan punya cerita sendiri. Poster itu menangkap esensi film dengan begitu kuat: kesedihan, kehilangan, dan perjalanan batin seseorang. Sosok yang berdiri di atas makam dengan kaki telanjang, dikelilingi serpihan kenangan yang berserakan, memberikan nuansa mendalam yang bikin aku langsung jatuh cinta dengan karyanya. Aku dan teman-teman Pintu Project minta tolong dia buat poster ini, dan hasilnya jauh di atas ekspektasi—detailnya, pemilihan warnanya, semuanya terasa pas.
Namun yang lebih mengejutkan, ternyata Aril berasal dari Situbondo, sama seperti aku. Aku baru tahu setelah poster ini jadi, dan rasanya seperti menemukan saudara sejiwa dalam seni. Bayangkan, di antara begitu banyak orang, ternyata ada seseorang dari kota kecil yang punya bakat besar dan visi yang sama. Itu membuatku semakin yakin bahwa kreativitas bisa tumbuh di mana saja, dan setiap karya yang lahir dari hati pasti akan menemukan jalannya.
Dari Coretan Bocah TK ke Panggung Pameran
![]() |
Kredit: Aril "Ayeng" |
Bakat Aril bukan sesuatu yang datang tiba-tiba. Sejak TK, dia sudah menunjukkan ketertarikannya pada dunia menggambar. Bahkan, pemuda Situbondo berbakat ini sering menghabiskan dua buku dalam sehari hanya untuk melampiaskan imajinasinya. Waktu itu, menggambar masih sebatas kesenangan, sesuatu yang membuatnya nyaman setelah pulang sekolah. Sampai akhirnya, orang tua Aril “Ayeng” melihat potensi itu dan mendaftarkannya ke berbagai lomba menggambar.
Momen itulah yang mengubah segalanya. Kompetisi demi kompetisi Aril ikuti, warna demi warna ia pelajari. Seperti seorang musisi yang mulai memahami nada, pemuda kreatif Situbondo ini mulai memahami bagaimana warna bisa membangun cerita, bagaimana komposisi bisa menciptakan harmoni.
Namun, perjalanan seni Aril “Ayeng” tidak selalu lurus. Saat SMP, ia sempat meninggalkan hobi menggambarnya karena tergila-gila dengan sepak bola. Tapi ternyata, cinta pertamanya tetap menggenggam erat. Saat masuk SMK dengan jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV), pelukis surealis Situbondo ini merasa seperti pulang ke rumah. Ia kembali menemukan kebahagiaan dalam setiap garis dan warna yang ia tuangkan ke dalam karyanya.
Mencari Gaya yang Paling Pas
![]() |
Dua karya Aril yang cukup mengesankan (kredit: Aril "Ayeng") |
Setiap seniman pasti melewati fase pencarian jati diri, termasuk Aril. Awalnya, ia berusaha menguasai teknik realis, belajar menggambar anatomi manusia dengan proporsi yang sempurna. Tapi seiring waktu, Seniman asal Situbondo kni merasa ada sesuatu yang kurang. Realisme terlalu membatasi imajinasinya. Hingga akhirnya, ia menemukan dunia surealisme—sebuah ruang tanpa batas di mana ia bisa menggabungkan dunia nyata dengan imajinasi liarnya.
Bagi Aril, surealisme bukan sekadar gaya, tapi juga cara untuk menyampaikan pesan yang lebih dalam. Dengan menggabungkan elemen realis dan fantasi, pelukis berbakat dari Situbondo ini bisa bercerita tanpa harus berkata-kata. Setiap goresan kuasnya seperti pintu ke dunia lain, dunia yang hanya bisa dilihat oleh mereka yang benar-benar memperhatikan.
Pelukis Asal Situbondo Ini Berkarya di Mana Saja
![]() |
Jiwa seni Aril sudah mendarah daging, ia bisa membuat karya di berbagai media (kredit: Aril "Ayeng") |
Aril bukan tipe seniman yang hanya terpaku pada satu medium. Ia merasa kanvas adalah rumahnya, tempat di mana ia bisa merasakan setiap sapuan cat yang ia goreskan. Namun, dunia digital juga menjadi ladang eksplorasi baginya. Dari sekadar mengisi stok gambar di platform seperti Shutterstock hingga membuka jasa ilustrasi maskot di Fiverr, ia terus mencari cara agar karyanya bisa menjangkau lebih banyak orang.
Tak hanya itu, pelukis asal Situbondo ini juga terjun ke seni instalasi—sebuah bentuk seni yang lebih besar dari sekadar lukisan di atas kanvas. Bagi Aril, setiap medium punya keunikan sendiri, dan ia ingin mencoba semuanya.
Dari Pameran ke Pameran: Karya yang Terus Mendapat Pengakuan
![]() |
Aril berpartisipasi dalam beberapa pameran menunjukkan bahwa karya-karyanya layaka diperhitungkan (kredit: Aril "Ayeng") |
Perjalanan Aril "Ayeng" dalam dunia seni rupa menunjukkan dedikasinya yang luar biasa. Dimulai dengan pameran di Korem Malang pada tahun 2022, ia mulai menapaki panggung seni yang lebih luas. Setahun kemudian, pada 2023, karyanya yang berukuran 1×1 meter berhasil dipamerkan di Sengkuni 5 International Exhibition di Unesa Surabaya, menandai pengakuan awal atas bakatnya.
Partisipasi dalam Berbagai Pameran Bergengsi
Seiring berjalannya waktu, Aril terus menunjukkan eksistensinya di dunia seni. Ia berpartisipasi dalam Art Exhibition 16 HAKTP di UPN Veteran Surabaya, Sengkuni 6 International Art Exhibition, dan Aksara Art Exhibition di Universitas Brawijaya Malang. Setiap pameran yang diikutinya tidak hanya menambah portofolionya tetapi juga memperluas jaringan dan pengaruhnya di kalangan seniman.
Pencapaian Terbaru: Pameran di Unesa 2025
Puncak dari perjalanan pamerannya adalah pada tahun 2025, ketika Aril mengikuti pameran angkatan Seni Rupa Murni Unesa. Partisipasinya dalam pameran ini menandakan kematangan karyanya dan pengakuan atas dedikasinya dalam dunia seni rupa. Dengan pencapaian ini, Aril membuktikan bahwa kerja keras dan passion dapat membawa seorang seniman menuju pengakuan yang lebih luas.
Ketertarikan pada Dunia Perfilman
Seni memang selalu punya cara unik untuk menghubungkan seseorang dengan dunia yang lebih luas. Aril yang awalnya hanya fokus di seni rupa, kini mulai melirik dunia perfilman. Semua bermula saat ia terlibat dalam sebuah proyek film saat masih di DKV. Namun, saat itu ia tidak berada di tim kreatif atau editor, sehingga rasa penasarannya belum terpuaskan.
![]() |
Poster film pendek Lastarè yang Aril buat sangat merepresentasikan film yang aku dan teman-teman Pintu Project buat |
Kesempatan itu akhirnya datang ketika ia diminta membuat poster untuk film Lastarè, film yang aku dan teman-teman Pintu Project kerjakan. Tantangan ini membuatnya menyadari betapa kompleksnya desain poster film. Dari komunikasi yang awalnya harus melalui perantara hingga kendala perangkat, semuanya menjadi pengalaman berharga baginya. Tapi dari semua tantangan itu, satu hal yang paling ia ingat adalah bagaimana rasanya karyanya diapresiasi banyak orang. Itu adalah kepuasan yang tak tergantikan.
Dari Lomba Kecil ke Pasar Global
![]() |
Kredit: Aril "Ayeng" |
Sejak kecil, Aril sudah tahu bahwa karyanya bisa menghasilkan uang. Sejak kelas 5 SD, ia sudah memenangkan lomba mewarnai dan mendapatkan hadiah Rp300.000. Tapi, siapa sangka, dari kompetisi kecil itu, jalannya menuju dunia seni profesional terbuka lebar?
Saat SMK, Seniman muda Situbondo uni mulai mendapatkan penghasilan dari freelance. Dari memenangkan lomba melukis, ia dikenalkan oleh gurunya dengan dunia kerja kreatif. Ia pun mulai membuka jasa ilustrasi, membuat akun di berbagai platform seperti Fiverr, Shutterstock, PNGTree, dan Fastwork. Awalnya, semuanya terasa lambat. Namun, setelah tujuh bulan, akun Fiverr-nya akhirnya mendapat pesanan pertama—sebuah momen yang ia sebut sebagai "pecah telur".
Dari sana, Aril semakin giat memperluas jangkauan karyanya. Ia tidak hanya menggambar untuk kesenangan, tetapi juga untuk menghidupi dirinya sendiri.
Menggambar Itu Antara Passion dan Perjalanan Hidup
Bagi Aril, menggambar bukan sekadar hobi, bukan sekadar pekerjaan. Ini adalah caranya berbicara, caranya memahami dunia, dan caranya meninggalkan jejak.
Melihat perjalanannya dari bocah TK yang hanya iseng menggambar di buku hingga menjadi seniman yang karyanya terpampang di berbagai pameran, aku merasa ada satu hal yang bisa kita pelajari darinya—bahwa passion itu seperti sungai. Bisa saja terhambat, berkelok, bahkan mengering sementara. Tapi jika kita terus mengikuti arusnya, pada akhirnya kita akan sampai di laut yang luas.
Aril telah membuktikan bahwa passion, jika digeluti dengan sungguh-sungguh, bisa membawa kita ke tempat-tempat yang bahkan tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Dan ini baru permulaan. Aku yakin, masih banyak cerita lain yang akan ia goreskan di masa depan.
Comments