Tapi mari kita renungkan sejenak: apakah konsep menolong memang harus selalu dibalas oleh orang yang kita tolong? Jika kita menolong seseorang dan kemudian suatu hari meminta pertolongan balik, bukankah itu artinya kita tidak sepenuhnya ikhlas? Karena jika kita benar-benar ikhlas, kita bahkan tidak akan mengingat bahwa kita pernah menolongnya.
Mengapa Kita Kecewa?
Rasa kecewa sering muncul karena ekspektasi. Kita merasa telah berbuat baik, dan dalam hati kecil kita berharap suatu saat kebaikan itu akan kembali, terutama dari orang yang pernah kita bantu. Namun, hidup tidak selalu berjalan sesuai keinginan. Orang yang pernah kita tolong mungkin sedang dalam kondisi sulit, mungkin juga mereka tidak memiliki kapasitas untuk membantu, atau sekadar memiliki prioritas lain yang lebih mendesak dalam hidup mereka.
Banyak orang berpikir bahwa mereka yang pernah ditolong haruslah membalas budi. Tapi apakah membalas budi itu sebuah kewajiban? Jika seseorang menolong dengan harapan akan mendapat balasan di kemudian hari, maka pertanyaannya: apakah itu benar-benar sebuah pertolongan atau sekadar investasi sosial?
Pengalaman Pribadi: Ditolong dan Menolong
Aku pernah berada di kedua posisi—menolong dan ditolong. Ketika aku ditolong oleh seseorang, aku merasa bersyukur. Namun, saat orang tersebut datang kepadaku dan meminta bantuan di saat aku sendiri sedang dalam kondisi sulit, aku merasa tertekan. Aku ingin membantu, tapi bagaimana jika aku sendiri belum pulih secara finansial? Bagaimana jika aku sendiri masih berjuang untuk bertahan hidup?
Aku yakin, tanpa diminta pun aku akan membalas kebaikan orang tersebut jika aku dalam kondisi mampu. Tapi kenyataannya, hidup tidak selalu memberikan kesempatan itu. Dan aku sadar, tidak bisa menolong bukan berarti tidak mau menolong.
Sebaliknya, ketika aku berada di posisi orang yang menolong, aku pun pernah merasa kecewa ketika orang yang aku bantu ternyata tidak bisa menolongku saat aku membutuhkannya. Tapi setelah aku pikir-pikir, apakah aku benar-benar menolong dengan tulus? Jika aku menolong dengan hati yang ikhlas, seharusnya aku tidak merasa kecewa.
Menolong Itu Seperti…
Menolong itu ibarat buang air besar. Iya, kedengarannya mungkin aneh, tapi coba pikirkan. Saat kita mengeluarkan kotoran dari tubuh, kita tidak pernah mengungkit-ungkitnya lagi. Kita tidak kembali ke toilet keesokan harinya hanya untuk mengingat-ingat kotoran yang sudah kita buang.
Baca juga : Pesan penting dari alam
Sama halnya dengan menolong. Jika kita benar-benar ikhlas, seharusnya kita tidak mengungkit-ungkitnya lagi. Pertolongan adalah sesuatu yang kita lepaskan, bukan sesuatu yang kita simpan sebagai ‘tagihan’ kepada orang lain.
Pertolongan Tidak Selalu Datang dari Orang yang Kita Tolong
Banyak orang kecewa karena berharap akan ditolong oleh orang yang pernah mereka bantu. Padahal, pertolongan sering kali datang dari arah yang tidak kita duga. Hidup itu seperti rantai kebaikan. Apa yang kita berikan kepada orang lain bisa jadi akan kembali kepada kita, tapi tidak harus dari orang yang sama.
Keikhlasan itu tidak pakai invoice. Sudah membantu? Lupakan!
Mungkin kita pernah membantu seseorang, dan di kemudian hari, kita malah ditolong oleh orang lain yang tidak ada hubungannya dengan orang yang pernah kita bantu. Itulah bagaimana semesta bekerja—kebaikan yang kita tabur akan kembali kepada kita dalam berbagai bentuk, meskipun bukan dari orang yang kita harapkan.
Jangan Biarkan Keikhlasan Ternoda oleh Pamrih
Menolong seharusnya menjadi sebuah tindakan yang tulus, bukan sesuatu yang penuh dengan ekspektasi. Jika kita berharap balasan, lalu kecewa ketika tidak mendapatkannya, maka kebaikan kita menjadi sia-sia.
Sebaliknya, jika kita bisa menolong dan melupakannya, kita tidak akan pernah merasa kecewa. Kita akan lebih bahagia karena tidak membawa beban emosional dari pertolongan yang pernah kita berikan.
Menolong itu ibarat kasih pulsa ke teman—jangan berharap dibayar balik, anggap aja sedekah!
Jadi, lain kali jika kita menolong seseorang, lakukanlah dengan tulus. Lupakan saja setelahnya. Jika suatu hari kita butuh pertolongan, jangan berharap dari orang yang pernah kita tolong. Siapa tahu, pertolongan akan datang dari arah yang tidak terduga.
Ikhlas itu memang sulit, tapi itulah kunci agar kita tidak kecewa. Menolong dan ditolong itu bagian dari kehidupan, tapi jangan biarkan keikhlasan kita ternoda oleh pamrih.
Comments