![]() |
Kredit: Instagram @annisapch |
Tak banyak yang tahu bahwa di balik panggung megah Kakang Embhug Situbondo dan Raka Raki Jawa Timur, ada kisah perjuangan yang luar biasa dari seorang pemudi Situbondo bernama Annisa Putri Chesillia Haq. Ia bukan hanya seorang remaja Situbondo yang cerdas dan berbakat, tapi juga sosok inspiratif yang tekun mengejar mimpi—bahkan ketika jalannya dipenuhi tantangan, ia tak mundur.
Pertemuan yang Membuka Mata, Sosok Annisa di Balik Panggung
Foto bersama Annisa Putri Chesillia Haq, Gustaf Navi Isbat, dan Dinda Septi W.H. usai premiere film pendek Lastarè (fotografer: Syah Arif Fammada) |
Aku pertama kali bertemu Annisa saat dia menjadi pembawa acara di malam premiere film pendek Lastarè bersama Pintu Project. Saat itu, Annisa tampil elegan berdampingan dengan Gustav Nafi Isbat, yang juga menjadi pemenang Kakang Embhug Situbondo dan yang menjadi pasangannya dalam Raka Raki Jawa Timur 2024. Sikapnya tenang, pembawaannya santun, dan setiap kata yang ia ucapkan terasa begitu berkesan. Tak kusangka, perempuan muda penuh wibawa itu ternyata masih kuliah di Malang dan memiliki segudang prestasi.
Aku masih ingat betul malam itu. Di tengah riuh rendah penonton yang memenuhi ruangan, sorot lampu panggung menyorot wajah Annisa yang begitu percaya diri menyambut tamu undangan. Ada semacam aura cemerlang dalam dirinya, yang sulit dipercaya datang dari seorang gadis berusia dua puluhan. Usai acara, kami sempat mengobrol sebentar, dari caranya bercerita, aku tahu bahwa Annisa bukan sekadar pintar merangkai kata. Ia adalah gadis yang tahu betul apa yang ia perjuangkan. Dalam nada bicaranya yang lembut, terselip ketegasan. Dalam sorot matanya yang teduh, menyala bara semangat.
Annisa, Kakang Embhug Situbondo yang Membawa Misi Kuliner Lewat Website Lokal
![]() |
Kredit: Instagram @annisapch |
Sebelum menjadi duta wisata, Annisa adalah pejuang olimpiade. Dari SD hingga SMA, ia terbiasa bergelut dengan soal Fisika, Biologi, dan Matematika. Ia bahkan pernah menjuarai OSN Fisika dua tahun berturut-turut dan mewakili Kabupaten Situbondo di tingkat provinsi. Bagi Annisa, belajar bukan beban, tapi bagian dari proses mencintai ilmu. Ketika banyak anak seusianya fokus pada pencitraan di media sosial, Annisa justru sibuk mengasah otak dan mental.
Tapi tak semua jalannya mulus. Saat pertama kali mencoba dunia duta SMA lewat ajang Duta Generasi Jawa Timur, ia mengalami kegagalan. Rasa kecewa menyergap, sempat membuatnya ingin menyerah. Namun dukungan keluarga, terutama kakaknya yang pernah menjadi Kakang Embhug Situbondo 2016, membangkitkan semangatnya. Ia kembali menata langkah dan mencoba lagi. Dan kali ini, ia berhasil.
Perjuangan mengikuti ajang Kakang Embhug Situbondo bukanlah perkara mudah. Bayangkan, di tengah padatnya jadwal kuliah Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Brawijaya, ia harus membagi waktu untuk membuat video promosi wisata, menjalani karantina empat hari, hingga mengikuti serangkaian tes dan challenge. Ia memilih mempromosikan Kampung Kerapu, sebuah kawasan wisata yang punya daya tarik kuat di Situbondo. Dan pilihan itu tepat—ia berhasil lolos hingga menjadi finalis dan memenangkan gelar Embhug 2021.
![]() |
Kredit: Instagram @annisapch |
Tak cukup sampai di situ, ia melaju ke tingkat provinsi dan mewakili Situbondo di ajang Raka Raki Jawa Timur. Di sinilah tantangan semakin berat. Tak hanya penampilan, peserta juga dituntut memiliki advokasi, inovasi, hingga kemampuan berbahasa asing. Annisa hadir dengan advokasinya yang ia beri nama Akael.Stb (Ayo Kulineran Lezat di Situbondo)—sebuah website berbasis pemetaan yang memperkenalkan titik kuliner Situbondo. Website ini dikembangkan langsung olehnya dengan memanfaatkan ilmu dari bangku kuliah.
Bagiku, inilah puncak kecemerlangan Annisa. Ia bukan hanya cantik dan percaya diri di panggung, tapi juga cerdas dan penuh ide untuk daerahnya. Ia membuktikan bahwa duta bukan hanya gelar, tapi peran aktif untuk memajukan Situbondo.
Di Antara Sorotan Lampu dan Mikrofon, Pemudi Situbondo Ini Menulis Namanya Sendiri
![]() |
Kredit: Instagram @annisapch |
Di balik kesuksesannya sebagai finalis Raka Raki Jawa Timur, ada sisi personal yang membuatku semakin kagum. Annisa tumbuh dalam keluarga penyiar radio dan MC. Kedua orang tuanya adalah mentor alami yang mengajarkannya cara berbicara dengan percaya diri, mengatur intonasi, dan mengatasi gugup yang sering kali muncul saat harus tampil di depan umum.
Tidak heran jika sejak SMP, ia sudah terbiasa memegang mikrofon, bahkan menjadi MC di berbagai acara formal dan non-formal. Dari pentas seni sekolah hingga perayaan adat seperti Tedhak Siten, ia menjalani setiap kesempatan dengan penuh kesungguhan. Annisa bukan tipe yang hanya tampil di depan kamera, tapi seseorang yang benar-benar menguasai panggung dengan karismanya.
Pengalaman-pengalaman itulah yang kemudian membentuk karakter Annisa sebagai duta wisata Situbondo. Ia tak hanya menjalankan tugas seremonial, tapi juga menjadi wajah yang benar-benar merepresentasikan semangat dan potensi anak muda Situbondo.
Ketika dipercaya mempromosikan destinasi wisata seperti Kampung Kerapu dan mempresentasikan gagasannya di forum Raka Raki Jawa Timur, Annisa tampil dengan advokasi yang ia bangun sendiri: Akael.Stb. Dengan pendekatan berbasis data dan teknologi pemetaan, ia menunjukkan bahwa promosi wisata bisa dilakukan dengan cara yang relevan dan kekinian. Di atas panggung maupun di balik layar, ia menunjukkan peran ganda sebagai komunikator sekaligus inovator.
Salah satu momen paling berkesan dalam perjalanan kariernya adalah ketika ia terpilih menjadi talent dalam video promosi Desa Wisata Wonorejo dan Taman Nasional Baluran dalam program Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI).
Dalam video tersebut, Annisa tak sekadar menjadi model promosi, tapi benar-benar merepresentasikan nilai-nilai lokalitas dan keramahtamahan khas Situbondo. Ia bahkan berkesempatan menyambut langsung Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno—sebuah pengalaman yang tidak hanya membanggakan, tapi juga menjadi simbol bahwa perjalanannya sebagai duta wisata bukanlah sekadar gelar, melainkan perwujudan nyata dari dedikasi seorang pemudi Situbondo yang ingin daerahnya dikenal lebih luas.
Mimpi Besar, Tanah Kecil
![]() |
Kredit: Instagram @annisapch |
Annisa punya dua arah impian: satu yang membumbung tinggi, dan satu lagi yang menjejak bumi. Ia ingin bekerja di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, menjelajah pulau-pulau Nusantara, melihat langsung keindahan negeri ini, dan membawanya kepada dunia. Tapi di balik mimpi besarnya yang mendunia, ada satu harapan yang paling sederhana—kembali pulang ke Situbondo.
“Situbondo bukan sekadar kampung halaman,” katanya suatu kali, “tapi tempat yang harus terus diperjuangkan.” Ia ingin suatu hari nanti, saat ilmu dan pengalaman telah cukup ia genggam, ia bisa pulang dan membangun kembali. Menanam yang ia pelajari di luar, agar bisa tumbuh di tanah kelahirannya sendiri.
Cita-citanya bukan hanya tentang jabatan. Tapi tentang kontribusi. Tentang bagaimana anak muda Situbondo berprestasi bisa menjadi pemantik perubahan di daerahnya. Maka ia terus melangkah. Bukan hanya lewat panggung duta wisata, tapi juga lewat buku-buku yang ia baca, lewat ketekunannya memahami dunia lewat kalimat.
Annisa menyukai karya-karya Tere Liye, menjadikan kisah-kisah fiksi sebagai bahan refleksi diri. Bahkan sebuah film seperti Crazy Rich Asians bisa menyentuh hatinya. Bukan karena glamornya, tapi karena ada pesan kuat di baliknya—bahwa perempuan, lewat pendidikan dan keberanian, bisa mematahkan stigma.
Dalam dirinya, berpadu tekad dan kelembutan. Ia adalah remaja Situbondo yang tahu ke mana ingin melangkah. Yang memimpikan dunia, tapi tetap setia pada akar.
Arah Pulang Annisa Putri Chesillia Haq
Annisa bukan sekadar wajah cantik yang fasih bicara di panggung. Ia adalah wujud nyata dari harapan—bahwa pemudi Situbondo bisa berdiri sejajar, bahkan melangkah lebih jauh, membawa nama daerahnya dengan bangga. Ia telah menulis jejaknya di panggung olimpiade, dunia duta wisata, hingga ruang-ruang advokasi. Tapi lebih dari itu, ia telah menunjukkan bahwa prestasi tak selalu harus gemerlap—kadang ia tumbuh dari ruang kecil yang dihidupi dengan konsistensi.
Melihat sosoknya, aku seperti diingatkan: Situbondo punya anak-anak muda hebat yang siap membawa perubahan. Muda, cerdas, rendah hati, dan tak melupakan asal-usulnya. Annisa adalah salah satu dari mereka—dan mungkin, di luar sana masih banyak yang seperti dia, hanya menunggu untuk diberi panggung dan kesempatan.
Karena menjadi hebat bukan soal sejauh apa kita melangkah, tapi seberapa dalam niat kita untuk kembali. Dan Annisa, sejak awal, sudah tahu ke mana ia akan pulang.
Comments